Tafsir Shaad Ayat 41-54

By | April 7, 2013

Ayat 41-44: Kisah Nabi Ayyub ‘alaihis salam, ujian yang diterimanya dan kesabarannya.

وَاذْكُرْ عَبْدَنَا أَيُّوبَ إِذْ نَادَى رَبَّهُ أَنِّي مَسَّنِيَ الشَّيْطَانُ بِنُصْبٍ وَعَذَابٍ (٤١) ارْكُضْ بِرِجْلِكَ هَذَا مُغْتَسَلٌ بَارِدٌ وَشَرَابٌ (٤٢)وَوَهَبْنَا لَهُ أَهْلَهُ وَمِثْلَهُمْ مَعَهُمْ رَحْمَةً مِنَّا وَذِكْرَى لأولِي الألْبَابِ     (٤٣) وَخُذْ بِيَدِكَ ضِغْثًا فَاضْرِبْ بِهِ وَلا تَحْنَثْ إِنَّا وَجَدْنَاهُ صَابِرًا نِعْمَ الْعَبْدُ إِنَّهُ أَوَّابٌ (٤٤)

 Terjemah Surat Shaad Ayat 41-44

41. [1]Dan ingatlah akan hamba Kami Ayyub ketika dia menyeru Tuhannya[2], “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana[3].”

42. (Allah berfirman), “Hentakkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.”

43. Dan Kami anugerahi dia (dengan mengumpulkan kembali) keluarganya dan Kami lipat-gandakan jumlah mereka sebagai rahmat dari Kami[4] dan pelajaran bagi orang-orang yang berpikiran sehat[5].

44. Dan ambillah seikat (rumput) dengan tanganmu, lalu pukullah dengan itu dan janganlah engkau melanggar sumpah[6]. Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba[7]. Sungguh, dia sangat taat (kepada Allah)[8].

Ayat 45-54: Kisah beberapa orang nabi, pemuliaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala untuk mereka dan kenikmatan yang diperoleh orang-orang yang mengikuti para nabi.

وَاذْكُرْ عِبَادَنَا إبْرَاهِيمَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ أُولِي الأيْدِي وَالأبْصَارِ    (٤٥) إِنَّا أَخْلَصْنَاهُمْ بِخَالِصَةٍ ذِكْرَى الدَّارِ (٤٦) وَإِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الأخْيَارِ (٤٧) وَاذْكُرْ إِسْمَاعِيلَ وَالْيَسَعَ وَذَا الْكِفْلِ وَكُلٌّ مِنَ الأخْيَارِ (٤٨) هَذَا ذِكْرٌ وَإِنَّ لِلْمُتَّقِينَ لَحُسْنَ مَآبٍ (٤٩)جَنَّاتِ عَدْنٍ مُفَتَّحَةً لَهُمُ الأبْوَابُ (٥٠) مُتَّكِئِينَ فِيهَا يَدْعُونَ فِيهَا بِفَاكِهَةٍ كَثِيرَةٍ وَشَرَابٍ (٥١) وَعِنْدَهُمْ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ أَتْرَابٌ     (٥٢) هَذَا مَا تُوعَدُونَ لِيَوْمِ الْحِسَابِ (٥٣) إِنَّ هَذَا لَرِزْقُنَا مَا لَهُ مِنْ نَفَادٍ (٥٤)

Terjemah Surat Shaad Ayat 45-54

45. Dan ingatlah hamba-hamba Kami[9]: Ibrahim, Ishaq dan Ya’qub yang mempunyai kekuatan-kekuatan yang besar[10] dan ilmu-ilmu (yang tinggi)[11].

46. Sungguh, Kami telah menyucikan mereka dengan (menganugerahkan) akhlak yang tinggi kepadanya yaitu selalu mengingatkan (manusia) kepada negeri akhirat[12].

47. Dan sungguh, di sisi Kami mereka termasuk orang-orang pilihan yang paling baik[13].

48. Dan ingatlah[14] Ismail, Ilyasa’ dan Zulkifli[15]. Semuanya termasuk orang-orang yang paling baik.

49. Ini adalah kehormatan (bagi mereka)[16]. Dan sungguh, bagi orang-orang yang bertakwa[17] (disediakan) tempat kembali yang terbaik[18],

50. (yaitu) surga ‘Adn[19] yang pintu-pintunya terbuka bagi mereka[20],

51. Di dalamnya mereka bersandar[21] sambil meminta buah-buahan yang banyak dan minuman (di surga itu)[22].

52. Dan di samping mereka (ada bidadari-bidadari) yang redup pandangannya[23] dan sebaya umurnya[24].

53. Inilah apa yang dijanjikan kepadamu[25] pada hari perhitungan.

54. Sungguh, inilah rezeki dari Kami[26] yang tidak ada habis-habisnya[27].


[1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan tentang hamba dan Rasul-Nya Ayyub ‘alaihis salam, cobaan-Nya kepadanya berupa musibah yang mengena kepada jasadnya, hartanya dan anaknya, bahkan mengena ke sekujur tubuhnya selain hatinya dan lisannya yang digunakan untuk berdzikr, dan tidak seorang pun yang membantu dan merawatnya ketika menderita sakit tersebut selain istrinya yang tetap menjaganya karena beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, ia sampai rela bekerja kepada orang lain dengan mendapatkan upah untuk memberi makan suaminya dan tetap melayaninya selama kurang lebih 18 tahun, padahal sebelumnya Nabi Ayyub memiliki harta dan anak yang banyak, namun semuanya telah tiada sampai Beliau diletakan di tempat sampah di antara tempat sampah di negeri itu dalam waktu yang lama itu. Orang-orang menjauhinya baik orang dekatnya maupun orang yang jauh selain istrinya yang tetap menemaninya di pagi dan sore kecuali pada saat sedang bekerja, setelah itu istrinya segera kembali menemuinya. Setelah berlalu waktu yang cukup lama, keadaan semakin parah dan sudah mencapai puncaknya dan batas waktu yang telah ditetapkan sudah tiba, maka Nabi Ayyub dengan merendahkan diri berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, “Sesungguhnya aku diganggu setan dengan penderitaan dan bencana.” Maka Allah memperkenankan doanya dan memerintahkan agar dia bangun dan menghentakkan kakinya ke bumi. Ayyub menaati perintah itu, maka keluarlah air dari bekas kakinya atas petunjuk Allah, Ayyub pun mandi dan minum dari air itu, sehingga sembuhlah badannya dari penyakitnya. Selanjutnya, Allah memerintahkan lagi untuk menghentakkan lagi kakinya ke bumi di bagian yang lain, maka memancarlah air lagi, lalu Allah memerintahkannya meminum airnya sehingga hilanglah penyakit yang menimpa badannya bagian dalam, dan Beliau pun dapat berkumpul kembali dengan keluarganya (menurut Al Hasan, Allah menghidupkan kembali anak-anaknya dan melipatgandakannya).

Ibnu Jarir dan Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguhnya Nabi Allah Ayyub ‘alaihis salam menderita musibah selama 18 tahun, lalu orang yang dekat maupun yang jauh menjauhinya selain dua orang yang termasuk kawan dekatnya, di mana keduanya sering datang di pagi dan sore hari. Yang satu berkata kepada kawannya, “(Apakah) engkau tahu, demi Allah, sesungguhuhnya Ayyub telah melakukan dosa yang tidak pernah dilakukan oleh seorang di alam semesta?” Kawan yang satu lagi berkata, “Dosa apa itu?” Dia menjawab, “Sudah 18 tahun, Allah tidak menyayanginya sehingga menghilangkan deritanya.” Ketika keduanya datang di sore hari, maka salah seorang di antara mereka tidak sabar sampai menyampaikan ucapan itu kepadanya. Lalu Ayyub ‘alaihish shalatu was salam berkata, “Aku tidak mengetahui yang engkau ucapkan. Hanyasaja, Allah ‘Azza wa Jalla mengetahui, bahwa aku pernah melewati dua orang yang bertengkar lalu keduanya menyebut nama Allah Ta’ala, kemudian aku pulang ke rumahku dan menbus untuk keduanya (karena ucapan mereka itu) karena (aku) tidak suka jika nama Allah Ta’ala disebut kecuali jika di atas yang benar.” (Anas berkata lagi), “Beliau pernah keluar karena kebutuhannya. Setelah selesai, istrinya memegang tangannya hingga Ayyub sampai (ke tempat semula). Suatu hari, istrinya terlambat datang kepadanya, maka Allah Tabaaraka wa Ta’aala memberi wahyu kepada Ayyub ‘alaihish shalaatu was salam, “Hentakkanlah kakimu (ke bumi). Inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum.” Lalu istrinya kembali lagi dengan terlambat untuk melihatnya, sedangkan Ayyub sedang mendatanginya dan Allah telah menghilangkan musibah yang menimpanya dan keadaannya menjadi sangat baik. Saat istrinya melihatnya, ia berkata, “Wahai, semoga Allah memberkahimu, apakah engkau melihat nabi Allah yang mendapat musibah ini. Demi Allah, aku tidak melihat seorang yang lebih mirip dengannya ketika sehat daripada engkau.” Ayyub menjawab, “Inilah saya.” (Anas berkata), “Ayyub memiliki dua tumpukan; baik tumpukan gandum maupun tumpukan sya’ir (sejenis gandum), maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengirim dua awan. Ketika salah satunya berada di atas tumpukan gandum, maka awan itu mencurahkan emas sehingga melimpah ruah, demikian pula awan yang satu lagi mencurahkan (emas) di tumpukan sya’ir sehingga melimpah.”

Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ketika Ayyub sedang mandi dalam keadaan telanjang, maka jatuhlah kepadanya belalang dari emas, lalu Ayyub ‘alihish shalaatu was salam segera mengeruk dengan kainnya. Kemudian Tuhannya ‘Azza wa Jalla memanggilnya, “Wahai Ayyub! Bukankah Aku telah mencukupkanmu dari apa yang kamu lihat (sekarang). Dia (Ayyub) berkata, “Ya, benar wahai Tuhanku, akan tetapi aku tetap tidak cukup dengan keberkahan dari-Mu.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Bukhari).

[2] Yakni ketika Beliau tertimpa musibah, lalu Beliau bersabar dan tidak mengadu selain kepada Allah Tuhannya dan tidak kembali selain kepada-Nya. Kepada Allah-lah Beliau mencurahkan isi hatinya.

[3] Yakni setan diberikan kekuasaan untuk menguasai jasadnya lalu ia (setan) meniupnya sehingga keluar bisul lalu bengkak dan bernanah, kemudian keadaannya pun semakin parah.

[4] Yakni atas kesabarannya, keteguhannya, kembalinya kepada Allah, tawadhu’ dan penyerahan dirinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

[5] Yakni agar mereka mengetahui, bahwa akhir dari kesabaran adalah kelonggaran dan jalan keluar.

[6] Pada suatu ketika Ayyub ingat terhadap sumpahnya, bahwa dia akan memukul isterinya seratus kali jika sakitnya sembuh disebabkan istrinya pernah lalai mengurusinya sewaktu dia masih sakit. Akan tetapi timbul dalam hatinya rasa kasihan dan sayang kepada isterinya yang salehah sehingga dia tidak dapat memenuhi sumpahnya. Oleh sebab itu turunlah perintah Allah seperti yang tercantum dalam ayat 44 di atas, agar dia memenuhi sumpahnya, namun dengan tidak menyakitkan istrinya, yaitu memukulnya dengan seikat rumput sekali pukul. Dengan begitu, Ayyub telah melaksanakan sumpahnya dan tidak melanggarnya. Ini merupakan jalan keluar bagi orang yang bertakwa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan kembali kepada-Nya.

[7] Maksudnya, telah sempurna derajat kehambaannya baik ketika senang maupun susah, lapang maupun sempit. Ayat ini merupakan pujian Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada Nabi-Nya Ayyub alaihis salam atas kesabarannya.

[8] Yakni Beliau banyak kembali kepada Allah dalam mengatasi berbagai masalah baik yang terkait dengan agama maupun dunia, banyak berdzikr dan berdoa, mencintai-Nya dan beribadah kepada-Nya. Allahumma a’inna ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni ‘ibaadatika.

[9] Yakni yang ikhlas dalam beribadah.

[10] Yakni kuat dalam menjalankan ibadah.

[11] Allah menyifati para nabi tersebut dengan memiliki ilmu yang bermanfaat dan amal saleh yang banyak (kuat beribadah).

[12] Demikian pula mengajak manusia beramal untuknya.

Menurut Syaikh As Sa’diy rahimahullah bahwa maksudnya, “Kami jadikan mengingat akhirat berada dalam hati mereka, beramal untuknya adalah waktu pilihan mereka, ikhlas dan merasa diawasi Allah menjadi sifat mereka selalu, dan Kami jadikan mereka sebagai pengingat akhirat, di mana orang yang mengingat mengambil pelajaran dari keadaan mereka, orang yang mengambil pelajaran menjadikan mereka sebagai pelajaran dan mengingatnya dengan sebaik-baiknya.”

[13] Karena mereka memiliki akhlak yang mulia dan amal yang istiqamah.

[14] Yakni ingatlah para nabi ini dengan sebaik-baiknya dan pujilah mereka dengan pujian yang baik. Karena mereka adalah orang-orang yang dipilih Allah, dan Allah telah memilihkan untuk mereka keadaan yang paling baik, yaitu amal yang saleh, akhlak yang mulia, sifat yang terpuji dan perilaku yang lurus.

[15] Dzulkifli jika melihat zhahir ayat di atas, yakni digandengkan dengan para nabi, menunjukkan bahwa ia adalah seorang nabi. Namun yang lain berpendapat, bahwa Beliau adalah seorang yang salih, raja dan hakim yang adil, namun Ibnu Jarir diam dalam masalah ini, wallahu a’lam. Ibnu Jarir dan Abu Najih meriwayatkan dari Mujahid bahwa ia (Dzulkifli) bukan seorang nabi, tetapi seorang yang saleh (lihat pula surah Al Anbiya’: 85).

[16] Bisa juga diartikan, bahwa ini adalah pengingat, yakni agar orang-orang yang sadar mengingat keadaan mereka dan rindu untuk mengikuti mereka karena sifat-sifatnya yang terpuji, demikian pula agar mereka mengetahui nikmat Allah kepada mereka berupa sifat-sifat yang bersih untuk mereka, dan diumumkan pujian dari-Nya untuk mereka di tengah-tengah manusia. Ini termasuk hal yang sangat penting, yakni mengingat orang-orang yang baik, yang mulia dan utama agar dapat mencontoh mereka. Termasuk hal yang perlu diingat pula adalah balasan yang akan diberikan kepada orang-orang yang berbuat baik dan orang-orang yang berbuat buruk sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[17] Yang mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya baik mukmin laki-laki maupun mukmin perempuan.

[18] Pada ayat selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan tempat kembali yang paling baik itu dan merincikannya.

[19] Yaitu surga tempat menetap, di mana penghuninya tidak menginginkan lagi gantinya karena sudah sempurna kenikmatannya, dan lagi mereka tidak akan keluar dan tidak akan dikeluarkan darinya.

[20] Yakni mereka tidak perlu membukanya, bahkan mereka akan dilayani. Ini menunjukkan bahwa mereka memperoleh keamanan yang sempurna.

[21] Yaitu di atas dipan-dipan yang diberi hiasan dan di atas tempat-tempat yang indah.

[22] Mereka menyuruh para pelayan untuk membawakan buah-buahan dan minuman yang mereka inginkan. Hal ini menunjukkan bahwa mereka memperoleh kenikmatan, istirahat, ketenteraman serta kelezatan secara sempurna.

[23] Maksudnya, pandangan mereka hanya terbatas kepada suaminya karena sudah menarik bagi mereka suami mereka, dan masing-masing mereka saling mencintai.

[24] Yaitu di usia muda yang sedang senang-senangnya.

[25] Yakni wahai orang-orang yang bertakwa sebagai balasan terhadap amalmu yang saleh.

[26] Yakni yang Kami berikan kepada penghuni surga.

[27] yakni tetap terus di setiap waktu, bahkan terus bertambah. Dan hal ini tidaklah berat bagi Allah Subhaanahu wa Ta’aala Yang Maha Mulia, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Yang Mahaluas pemberian-Nya lagi Maha Pemurah yang mempunyai karunia yang besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *