Tafsir Shaad Ayat 12-26

By | April 7, 2013

Ayat 12-16: Memperingatkan orang-orang kafir dengan keadaan umat-umat terdahulu yang dibinasakan, dan bagaimana mereka meminta disegerakan azab.

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ وَعَادٌ وَفِرْعَوْنُ ذُو الأوْتَادِ (١٢) وَثَمُودُ وَقَوْمُ لُوطٍ وَأَصْحَابُ الأيْكَةِ أُولَئِكَ الأحْزَابُ (١٣) إِنْ كُلٌّ إِلا كَذَّبَ الرُّسُلَ فَحَقَّ عِقَابِ (١٤) وَمَا يَنْظُرُ هَؤُلاءِ إِلا صَيْحَةً وَاحِدَةً مَا لَهَا مِنْ فَوَاقٍ (١٥)وَقَالُوا رَبَّنَا عَجِّلْ لَنَا قِطَّنَا قَبْلَ يَوْمِ الْحِسَابِ (١٦)

Terjemah Surat Shaad Ayat 12-16

12. [1]Sebelum mereka itu, kaum Nuh, ‘Aad dan Fir’aun yang mempunyai tentara yang banyak, juga telah mendustakan (rasul-rasul),

13. dan (begitu juga) Tsamud, kaum Luth dan penduduk Aikah[2]. Mereka itulah golongan-golongan yang bersekutu (menentang rasul-rasul)[3].

14. Semua mereka itu mendustakan rasul-rasul[4], maka pantas mereka merasakan azab-Ku[5].

15. Dan sebenarnya yang mereka (orang-orang kafir) tunggu adalah satu teriakan saja, yang tidak ada selanya[6].

16. Dan mereka[7] berkata, “Ya Tuhan kami, segerakanlah azab yang diperuntukkan bagi kami sebelum hari perhitungan.”

Ayat 17-20: Nikmat Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada hamba-Nya Nabi Dawud ‘alaihis salam, penguatan baginya dengan kerajaan dan hikmah (kebijkasanaan) serta penjelasan tentang keutamaan dzikr.

 

اصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَاذْكُرْ عَبْدَنَا دَاوُدَ ذَا الأيْدِ إِنَّهُ أَوَّابٌ (١٧) إِنَّا سَخَّرْنَا الْجِبَالَ مَعَهُ يُسَبِّحْنَ بِالْعَشِيِّ وَالإشْرَاقِ (١٨ )وَالطَّيْرَ مَحْشُورَةً كُلٌّ لَهُ أَوَّابٌ (١٩) وَشَدَدْنَا مُلْكَهُ وَآتَيْنَاهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ (٢٠)

 Terjemah Surat Shaad Ayat 17-20

17. Bersabarlah atas apa yang mereka katakan[8]; dan ingatlah[9] akan hamba Kami Dawud yang mempunyai kekuatan[10]; sungguh, dia sangat taat (kepada Allah)[11].

18. Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi,

19. dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul. Masing-masing[12] sangat taat (kepada Allah)[13].

20. Dan Kami kuatkan kerajaannya[14] dan Kami berikan hikmah kepadanya[15] serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.

Ayat 21-26: Seorang hamba diuji sesuai keimanannya, ujian bagi Nabi Dawud ‘alaihis salam, kisahnya terhadap dua orang yang bertengkar dan pengukuhannya di bumi.

وَهَلْ أَتَاكَ نَبَأُ الْخَصْمِ إِذْ تَسَوَّرُوا الْمِحْرَابَ (٢١) إِذْ دَخَلُوا عَلَى دَاوُدَ فَفَزِعَ مِنْهُمْ قَالُوا لا تَخَفْ خَصْمَانِ بَغَى بَعْضُنَا عَلَى بَعْضٍ فَاحْكُمْ بَيْنَنَا بِالْحَقِّ وَلا تُشْطِطْ وَاهْدِنَا إِلَى سَوَاءِ الصِّرَاطِ (٢٢) إِنَّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ (٢٣) قَالَ لَقَدْ ظَلَمَكَ بِسُؤَالِ نَعْجَتِكَ إِلَى نِعَاجِهِ وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَقَلِيلٌ مَا هُمْ وَظَنَّ دَاوُدُ أَنَّمَا فَتَنَّاهُ فَاسْتَغْفَرَ رَبَّهُ وَخَرَّ رَاكِعًا وَأَنَابَ (٢٤) فَغَفَرْنَا لَهُ ذَلِكَ وَإِنَّ لَهُ عِنْدَنَا لَزُلْفَى وَحُسْنَ مَآبٍ (٢٥) يَا دَاوُدُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الأرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلا تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ (٢٦)

  Terjemah Surat Shaad Ayat 21-26

21. [16]Dan apakah telah sampai kepadamu berita orang-orang yang berselisih ketika mereka memanjat dinding mihrab[17]?

22. Ketika mereka masuk (menemui) Dawud lalu dia terkejut karena (kedatangan) mereka. Mereka berkata, “Janganlah takut! (Kami) berdua sedang berselisih, sebagian dari kami berbuat zalim kepada yang lain; maka berilah keputusan di antara kami secara adil dan janganlah menyimpang dari kebenaran serta tunjukkanlah kami ke jalan yang lurus[18].

23. [19]Sesungguhnya saudaraku[20] ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina[21] dan aku mempunyai seekor saja, lalu dia berkata, “Serahkanlah (kambingmu) itu kepadaku! Dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan[22].”

24. Dia (Dawud) berkata, “Sungguh, dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Memang banyak di antara orang-orang yang bersekutu itu berbuat zalim kepada yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan[23]; dan hanya sedikitlah mereka yang begitu.” Dan Dawud menduga[24] bahwa Kami mengujinya[25]; maka dia memohon ampunan kepada Tuhannya lalu menyungkur sujud dan bertobat.

25. Lalu Kami mengampuni (kesalahannya) itu[26]. Dan sungguh, dia mempunyai kedudukan yang benar-benar dekat di sisi Kami dan tempat kembali yang baik.

26. (Allah berfirman), “Wahai Dawud! Sesungguhnya engkau Kami jadikan khalifah (penguasa) di bumi[27], maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil[28] dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu[29], karena akan menyesatkan engkau dari jalan Allah. Sungguh, orang-orang yang sesat dari jalan Allah[30] akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan[31].”


[1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menakut-nakuti mereka terhadap tindakan-Nya kepada umat-umat sebelum mereka yang mendustakan, di mana mereka lebih besar kekuatannya dan lebih banyak pasukannya.

[2] Yang dimaksud dengan penduduk Aikah ialah penduduk Madyan Yaitu kaum Nabi Syu’aib ‘alaihis salam.

[3] Namun usaha mereka sia-sia.

[4] Disebut mendustakan rasul-rasul karena mendustakan seorang rasul sama saja mendustakan semua rasul, di mana dakwah mereka sama, yaitu tauhid.

[5] Sedangkan mereka ini (orang-orang yang mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam), apa yang menyucikan dan membersihkan mereka sehingga mereka tidak tertimpa sesuatu yang menimpa umat-umat sebelum mereka.

[6] Satu teriakan itu adalah tiupan sangkakala yang ditiup oleh malaikat Israfil, di mana hal ini menunjukkan tibanya hari Kiamat, dan teriakan ini sangat keras dan cepat yang tidak memungkinkan mereka kembali dam menolaknya. Suara keras tersebut saking kerasnya membinasakan dan menghabiskan mereka yang hidup ketika itu.

[7] Yakni orang-orang yang mendustakan itu meminta disegerakan azab karena kebodohan mereka dan penolakan mereka kepada yang hak. Ada yang mengatakan, bahwa mereka mengucapkan kata-kata ini sebagai olok-olokkan. Hal ini melebihi sikap mendustakan. Mereka mendesak sekali meminta disegerakan azab dan menganggap bahwa jika memang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam itu benar, maka bukti kebenarannya adalah dengan mendatangkan azab yang diperuntukkan bagi mereka, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam ayat selanjutnya memerintahkan Beliau untuk bersabar.

[8] Yakni sebagaimana para rasul sebelummu bersabar. Hal itu, karena ucapan mereka tidaklah merugikan kebenaran sedikit pun dan mereka tidak merugikanmu sedikit pun, yang mereka rugikan adalah diri mereka sendiri.

[9] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan Rasul-Nya untuk bersabar terhadap sikap kaumnya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan Beliau untuk meminta bantuan agar dapat bersabar dengan beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala saja dan mengingat keadaan orang-orang yang ahli ibadah sebagaimana dalam ayat lain, “Maka bersabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, agar kamu merasa senang,” (Terj. Thaha: 130)

Di antara ahli ibadah yang mulia adalah Nabi Dawud ‘alaihis salam.

[10] Yakni kuat dalam beribadah baik dengan anggota badannya maupun dengan hatinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 أَحَبُّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ ، وَيَصُومُ يَوْماً وَيُفْطِرُ يَوْماً

“Shalat yang paling dicintai Allah adalah shalat Nabi Dawud ‘alaihis salam, dan puasa yang paling dicintai Allah adalah puasa Nabi Dawud. Beliau tidur di tengah malam, bangun di sepertiganya dan tidur di seperenamnya. Beliau berpuasa sehari dan berbuka sehari.” (HR. Bukhari dan Muslim).

[11] Kata “Awwaab” artinya banyak kembali kepada Allah dalam segala urusan, yaitu dengan kembali kepada-Nya, mencintai-Nya, beribadah kepada-Nya, takut dan berharap kepada-Nya, banyak bertadharru’ dan berdoa. Demikian pula kembali kepada-Nya ketika tergelincir, yaitu dengan berhenti melakukan dosa tersebut dan bertobat dengan tobat nasuha (yang murni).

[12] Baik gunung-gunung maupun burung-burung.

[13] Apa yang Allah sebutkan di atas merupakan nikmat Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada Nabi Dawud ‘alaihis salam untuk beribadah kepada-Nya. Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan nikmat-Nya kepadanya berupa kerajaan yang besar.

[14] Yakni Kami kuatkan dia dengan pemberian dari Kami berupa sebab-sebab untuk menguatkannya, banyaknya jumlah dan perlengkapan yang dengannya Allah Subhaanahu wa Ta’aala kuatkan kerajaan-Nya. Selanjutnya, Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan nikmat-Nya kepadanya dengan ilmu sebagaimana pada lanjutan ayat di atas.

[15] Yang dimaksud hikmah di sini ialah kenabian, kesempurnaan ilmu dan tepatnya dalam bertindak dan berbuat.

[16] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan bahwa Dia telah memberikan kepada Nabi-Nya Dawud ‘alaihis salam kebijaksanaan dalam memutuskan perkara di antara manusia, dan Beliau sudah terkenal dengan kebijaksanaannya dalam memberikan keputusan, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan berita dua orang yang bertengkar tentang suatu masalah di hadapan Nabi Dawud yang Allah Subhaanahu wa Ta’aala jadikan sebagai ujian bagi Nabi Dawud dan sebagai nasihat terhadap ketergelincirannya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerima tobatnya dan mengampuninya.

[17] Mihrab Dawud di sini maksudnya adalah masjidnya atau tempat ibadahnya atau tempat utama di rumahnya yang dia pakai untuk ibadah. Ketika itu, Beliau memerintahkan agar tidak ada yang masuk menemuinya pada hari itu, tetapi ada dua orang yang masuk tanpa meminta izin dan tidak melewati pintu, bahkan dengan memanjat dinding, sehingga Nabi Dawud ‘alaihis salam terkejut dan takut.

[18] Mereka berdua menerangkan maksud kedatangannya, dan bahwa maksudnya adalah baik, yaitu untuk mencari yang hak, dan keduanya akan menceritakan masalahnya. Setelah diberitahukan demikian, Nabi Dawud ‘alaihis salam menjadi tenang dan tidak memarahi keduanya.

[19] Al Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Di sini para mufassir menyebutkan kisah yang kebanyakan diambil dari cerita israiliyyat, dan tidak ada hadits shahih pun yang wajib diikuti tentang hal ini dari Rasul yang ma’shum shallallahu ‘alaihi wa sallam. Akan tetapi, Ibnu Abi Hatim meriwayatkan di sini sebuah hadits yang tidak shahih sanadnya karena melalui riwayat Yazid Ar Raqaasyi dari Anas radhiyallahu ‘anhu. Yazid meskipun termasuk orang-orang saleh, tetapi lemah haditsnya menurut para imam. Oleh karena itu, sebaiknya membatasi diri dengan membaca kisah ini dan mengembalikan pengetahuan tentang hal itu kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Karena Al Qur’an adalah hak dan kandungannya juga hak. Mereka (para mufassir) menyebutkan, bahwa orang yang bertengkar itu adalah malaikat Jibril dan Mikail, dan dhamir (kata ganti nama) jama’ pada kata “tasawwaruu” kembalinya kepada keduanya karena melihat lafaz khashm. Sedangkan kata na’jah (kambing betina) menurut mereka adalah kiasan untuk wanita, maksudnya adalah ibu Sulaiman, sedangkan sebelumnya ia adalah istri Auriya’ sebelum dinikahi Dawud dan perkataan lainnya yang disebutkan yang tidak sahih.”

[20] Yakni saudara seagama, senasab atau seperkawanan.

[21] Ini adalah kebaikan yang banyak yang seharusnya disikapi dengan qanaa’ah (diterima dengan apa adanya).

[22] Dari susunan perkataan mereka berdua dapat diketahui bahwa seperti itulah kenyataannya, oleh karena itu tidak perlu yang satu lagi berbicara sehingga tidak bisa dikatakan, “Mengapa Nabi Dawud ‘alaihis salam langsung memutuskan sebelum mendengar perkataan orang yang satunya lagi?”

[23] Yakni iman dan amal saleh yang mereka lakukan menghalangi mereka berbuat zalim.

[24] Yaitu ketika memberikan keputusan di antara keduanya.

[25] Yakni Kami mengujinya dan mengatur masalah itu untuknya agar ia sadar.

[26] Tidak disebutkan kesalahan Nabi Dawud ‘alaihis salam karena tidak perlu disebutkan. Oleh karena itu, berusaha mencarinya merupakan sikap berlebihan dan membebani diri. Yang penting adalah faedah dari kisah itu, yaitu kelembutan Allah kepadanya, demikian pula tobat Nabi Dawud dan kembalinya kepada-Nya, dan bahwa kedudukan Beliau tinggi di sisi Allah, dan setelah tobat keadaan Beliau menjadi lebih baik.

[27] Maksudnya, Beliau ditugaskan oleh Allah memberlakukan syariat-Nya dan mengatur siasat untuk memimpin umat.

[28] Hal ini tidak mungkin terlaksana kecuali dengan mengetahui yang wajib (mengetahui syariat), mengetahui realita dan memiliki kemampuan untuk mewujudkan yang hak (benar).

[29] Seperti memihak salah satunya karena hubungan kerabat, teman atau rasa suka, atau benci kepada yang lain.

[30] Khususnya dengan sengaja.

[31] Kalau mereka mengingat hari perhitungan dan rasa takut terhadapnya masuk ke dalam hati mereka, tentu mereka tidak akan menyimpang dari kebenaran mengikuti hawa nafsu.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *