Tafsir Az Zumar Ayat 32-42

By | April 7, 2013

Juz 24

Ayat 32-37: Manusia paling zalim adalah orang yang berdusta terhadap Allah Subhaanahu wa Ta’aala, ia akan memperoleh azab yang pedih, sedangkan orang-orang mukmin akan memperoleh kenikmatan yang kekal, dan bagaimana orang-orang mukmin bertawakkal kepada Tuhan mereka dengan sebenar-benar tawakkal.

 

  فَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللَّهِ وَكَذَّبَ بِالصِّدْقِ إِذْ جَاءَهُ أَلَيْسَ فِي جَهَنَّمَ مَثْوًى لِلْكَافِرِينَ (٣٢) وَالَّذِي جَاءَ بِالصِّدْقِ وَصَدَّقَ بِهِ أُولَئِكَ هُمُ الْمُتَّقُونَ (٣٣) لَهُمْ مَا يَشَاءُونَ عِنْدَ رَبِّهِمْ ذَلِكَ جَزَاءُ الْمُحْسِنِينَ (٣٤) لِيُكَفِّرَ اللَّهُ عَنْهُمْ أَسْوَأَ الَّذِي عَمِلُوا وَيَجْزِيَهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ الَّذِي كَانُوا يَعْمَلُونَ (٣٥) أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ وَيُخَوِّفُونَكَ بِالَّذِينَ مِنْ دُونِهِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ هَادٍ (٣٦)وَمَنْ يَهْدِ اللَّهُ فَمَا لَهُ مِنْ مُضِلٍّ أَلَيْسَ اللَّهُ بِعَزِيزٍ ذِي انْتِقَامٍ (٣٧)

Terjemah Surat Az Zumar Ayat 32-37

32. [1]Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat kebohongan terhadap Allah[2] dan mendustakan kebenaran yang datang kepadanya[3]? Bukankah di neraka Jahannam tempat tinggal bagi orang-orang kafir[4]?

33. [5]Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad)[6] dan orang yang membenarkannya[7], mereka itulah orang-orang yang bertakwa.

34. Mereka memperoleh apa yang mereka kehendaki di sisi Tuhannya[8]. Demikianlah balasan bagi orang-orang yang berbuat baik[9],

35. [10]Agar Allah menghapus perbuatan mereka yang paling buruk yang pernah mereka lakukan[11] dan memberi pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan[12].

36. Bukankah Allah yang mencukupi hamba-Nya[13]. Mereka menakut-nakutimu dengan sesembahan yang selain Dia[14]? Barang siapa dibiarkan sesat oleh Allah maka tidak seorang pun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.

37. Dan barang siapa diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak seorang pun yang dapat menyesatkannya[15]. Bukankah Allah Mahaperkasa[16] dan mempunyai (kekuasaan untuk) menghukum[17]?

Ayat 38-40: Pengakuan kaum musyrik bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala adalah Al Khaliq (Maha Pencipta), akan tetapi anehnya mereka malah menyembah selain-Nya, dan ancaman untuk mereka dengan kehinaan di akhirat.

وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلْ أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ أَوْ أَرَادَنِي بِرَحْمَةٍ هَلْ هُنَّ مُمْسِكَاتُ رَحْمَتِهِ قُلْ حَسْبِيَ اللَّهُ عَلَيْهِ يَتَوَكَّلُ الْمُتَوَكِّلُونَ (٣٨) قُلْ يَا قَوْمِ اعْمَلُوا عَلَى مَكَانَتِكُمْ إِنِّي عَامِلٌ فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (٣٩) مَنْ يَأْتِيهِ عَذَابٌ يُخْزِيهِ وَيَحِلُّ عَلَيْهِ عَذَابٌ مُقِيمٌ (٤٠)

 Terjemah Surat Az Zumar Ayat 38-40

38. Dan sungguh, jika engkau tanyakan kepada mereka[18], “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Niscaya mereka menjawab, “Allah.” Katakanlah[19], “Kalau begitu beritahukanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan bencana kepadaku, apakah mereka (berhala-berhalamu) itu mampu menghilangkan bencana itu[20], atau jika Allah hendak memberi rahmat kepada-Ku[21], apakah mereka dapat mencegah rahmat-Nya[22]?” Katakanlah[23], “Cukuplah Allah bagiku[24].” kepada-Nyalah orang-orang yang bertawakkal berserah diri[25].

39. Katakanlah (Muhammad), “Wahai kaumku! Berbuatlah menurut kedudukanmu[26], aku pun berbuat pula[27]. Kelak kamu akan mengetahui,

40. Siapa yang mendapat siksa yang menghinakan[28] dan ditimpa azab yang kekal[29].”

Ayat 41-42: Al Qur’anul Karim adalah kitab yang penuh hidayah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang penyampai risalah dan penjelasan tentang hakikat kematian.

إِنَّا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ لِلنَّاسِ بِالْحَقِّ فَمَنِ اهْتَدَى فَلِنَفْسِهِ وَمَنْ ضَلَّ فَإِنَّمَا يَضِلُّ عَلَيْهَا وَمَا أَنْتَ عَلَيْهِمْ بِوَكِيلٍ (٤١) اللَّهُ يَتَوَفَّى الأنْفُسَ حِينَ مَوْتِهَا وَالَّتِي لَمْ تَمُتْ فِي مَنَامِهَا فَيُمْسِكُ الَّتِي قَضَى عَلَيْهَا الْمَوْتَ وَيُرْسِلُ الأخْرَى إِلَى أَجَلٍ مُسَمًّى إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (٤٢)

 Terjemah Surat Az Zumar Ayat 41-42

41. [30]Sungguh, Kami menurunkan kepadamu kitab (Al Quran) dengan membawa kebenaran untuk manusia; barang siapa mendapat petunjuk[31] maka (petunjuk itu) untuk dirinya sendiri, dan barang siapa yang sesat[32] maka sesungguhnya kesesatan itu untuk dirinya sendiri[33], dan engkau bukanlah orang yang bertanggung jawab terhadap mereka[34].

42. [35]Allah memegang nyawa (seseorang) pada saat kematiannya[36] dan nyawa (seseorang) yang belum mati ketika dia tidur[37]; maka Dia tahan nyawa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia lepaskan nyawa yang lain sampai waktu yang ditentukan[38]. Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berpikir[39].


[1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman memberikan peringatan dan memberitahukan bahwa tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang mengadakan kedustaan terhadap Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

[2] Seperti menisbatkan sekutu dan anak kepada-Nya atau menisbatkan sesuatu yang tidak layak lainnya kepada-Nya. Termasuk pula mengaku menjadi nabi atau memberitahukan bahwa Allah berfirman begini dan begitu atau memutuskan ini dan itu, padahal ia dusta. Hal ini termasuk ke dalam firman Allah Ta’ala “Wa antaquuluu ‘alallahi maa laa ta’lamuun” (dan (termasuk dosa besar) kamu berkata terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui).

[3] Yakni tidak ada yang lebih zalim daripada orang yang mendustakan kebenaran ketika datang dengan membawa bukti-buktinya, karena sama saja ia menolak kebenaran setelah jelas baginya, dan jika ia menggabung antara berdusta terhadap Allah dan mendustakan yang hak, maka berarti zalim ditambah zalim.

[4] Di sana hak Allah akan diambil dari orang zalim dan kafir.

[5] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan orang yang berdusta lagi mendustakan kebenaran serta kejahatannya dan hukuman terhadapnya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan orang yang benar lagi membenarkan dan balasan baginya.

[6] Baik dalam ucapannya maupun amalnya. Kebenarannya menunjukkan keilmuan dan keadilannya.

[7] Yaitu kaum mukmin. Pembenarannya menunjukkan ketawadhu’an dan tidak sombong.

[8] Berbagai kesenangan yang mereka inginkan akan mereka peroleh dan telah disiapkan.

[9] Yaitu mereka yang beribadah kepada Allah seakan-akan mereka melihat-Nya, jika mereka tidak merasakan begitu, maka sesungguhnya Dia melihat mereka. Di samping berbuat ihsan dalam beribadah, mereka juga berbuat ihsan kepada hamba-hamba Allah.

[10] Amal yang dikerjakan manusia ada tiga macam; buruk, baik, dan yang bukan baik dan bukan buruk, yaitu amal yang mubah (boleh) dimana tidak ada pahala dan siksa terhadapnya. Yang buruk adalah semua maksiat, yang baik adalah semua ketaatan.

[11] Karena ihsan dan ketakwaan mereka.

[12] Dalam ayat lain Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar.” (Terj. An Nisaa’: 40)

[13] Yakni bukankah Allah Subhaanahu wa Ta’aala karena kemurahan dan perhatian-Nya kepada hamba-Nya Dia yang mencukupkan hamba-Nya baik urusan agama maupun dunianya serta menghindarkan bahaya dari orang yang memusuhinya. Terlebih hamba di sini adalah hamba yang paling sempurna kehambaannya kepada Tuhannya, yaitu Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[14] Yaitu bahwa sesembahan-sesembahan tersebut akan menimpakan bahaya atau bencana. Anggapan ini muncul karena kesesatan dan kebodohan mereka.

[15] Hal itu, karena di Tangan Allah-lah hak memberi hidayah dan menyesatkan, dimana apa yang Dia kehendaki pasti terjadi dan yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi.

[16] Dia memiliki keperkasaan yang sempurna, dimana dengan keperkasaan-Nya Dia tundukkan segala sesuatu dan dengan keperkasaan-Nya Dia cukupkan hamba-Nya dan memberikan perlindungan kepadanya.

[17] Kepada orang-orang yang durhaka kepada-Nya. Oleh karena itu, berhati-hatilah terhadap sesuatu yang menyebabkan hukuman-Nya datang.

[18] Yakni bertanya kepada mereka yang sesat itu yang menakut-nakutimu dengan sesembahan selain-Nya dan engkau ingin menegakkan dalil kepada mereka dari diri mereka sendiri.

[19] Kepada mereka yang berbuat syirk sambil menetapkan kelemahan sesembahan mereka setelah jelas kemahakuasaan Allah.

[20] Secara keseluruhan atau hanya sedikit saja.

[21] Seperti manfaat yang terkait dengan agama maupun dunia.

[22] Tentu mereka (sesembahan-sesembahan) itu tidak akan mampu menghindarkan bencana dan tidak akan dapat menahan rahmat-Nya.

[23] Yakni katakanlah kepada mereka setelah jelas dalilnya bahwa Allah yang berhak disembah, dan bahwa Dia Pencipta semua makhluk, yang memberi manfaat dan berkuasa menimpakan madharat, sedangkan selain-Nya lemah dari berbagai sisi, baik menciptakan, memberi manfaat dan menimpakan madharat sambil meminta kepada Allah pencukupan-Nya dan meminta kepada-Nya agar dihindarkan makar dan tipu daya mereka.

[24] Dalam menyelesaikan masalah yang membuatku sedih dan gelisah.

[25] Yakni kepada-Nya orang-orang yang bertawakkal bersandar dalam menghasilkan maslahat dan menghindarkan madharat.

[26] Maksudnya menurut keadaan kamu yang kamu ridhai untuk dirimu, seperti menyemba sesuatu yang tidak berhak diibadahi dan tidak berkuasa apa-apa.

[27] Yakni mengerjakan apa yang aku serukan kepadamu, yaitu mengikhlaskan ibadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala saja.

[28] Di dunia.

[29] Di akhirat. Ayat ini merupakan ancaman keras untuk mereka, sedangkan mereka mengetahui bahwa mereka berhak mendapatkan azab yang kekal, akan tetapi kezaliman dan pembangkangan itulah yang menghalangi mereka dari beriman.

[30] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan, bahwa Dia menurunkan kepada Rasul-Nya kitab yang mengandung kebenaran, baik pada beritanya, perintah maupun larangan. Di dalamnya terdapat materi hidayah dan penyampai bagi orang yang ingin sampai kepada Allah dan tempat istimewa-Nya (surga), dan dengan Al Qur’an tegaklah hujjah kepada alam semesta.

[31] Dari cahaya Al Qur’an dan mengikutinya.

[32] Setelah jelas petunjuk baginya.

[33] Hal itu, tidaklah merugikan Allah sedikit pun.

[34] Yakni engkau (Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) bukanlah yang menjaga dan menghisab amal mereka atau memaksa mereka kepada yang engkau inginkan. Engkau hanyalah penyampai yang menyampaikan apa yang diperintahkan kepadamu.

[35] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan bahwa Dia yang sendiri mengurus hamba-hamba-Nya baik saat mereka jaga maupun tidur, baik saat mereka hidup dan mati.

[36] Ini adalah kematian kubra (besar). Syaikh As Sa’diy berkata, “Pemberitahuan Allah bahwa Dia memegang nyawa manusia pada saat kematiannya, dan perbuatan itu disandarkan kepada Diri-Nya tidaklah menafikan bahwa Dia telah menyerahkan pekerjaan itu kepada malaikat maut dan para pembantunya sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Katakanlah: “Malaikat maut yang diserahi untuk (mencabut nyawa)mu akan mematikanmu,” (Terj. As Sajdah: 11), dan “Sehingga apabila datang kematian kepada salah seorang di antara kamu, ia diwafatkan oleh malaikat-malaikat Kami, dan malaikat-malaikat Kami itu tidak melalaikan kewajibannya.” (Terj. Al An’aam: 61) Karena Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyandarkan berbagai perkara kepada Diri-Nya karena melihat sisi Dia sebagai Pencipta dan Pengaturnya, dan Dia menyandarkannya kepada sebab-sebabnya karena melihat sisi termasuk sunnah Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan hikmah-Nya Dia mengadakan sebab untuk semua perkara.”

[37] Ini adalah kematian shughra (kecil), Dia menahan nyawa orang yang belum mati ketika tidurnya.

[38] Maksudnya, orang-orang yang mati itu ruhnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, ruhnya dilepaskan sehingga dapat kembali lagi kepadanya dan terus hidup sampai sempurna rezeki dan ajalnya.

[39] Dari sana mereka dapat mengetahui, bahwa yang kuasa melakukan hal itu, maka berarti kuasa pula membangkitkan manusia yang telah mati, namun orang-orang kafir tidak memikirkan hal itu.

Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa ruh atau nyawa adalah tubuh yang berdiri sendiri berbeda dengan tubuh badan (lahiriah/jasmani manusia), dan bahwa ruh tersebut diciptakan dan diatur Allah. Allah bertindak padanya pada saat wafat, pada saat memegangnya dan pada saat melepaskannya, dan bahwa ruh orang yang hidup dan orang yang mati dapat saling bertemu di alam barzakh, sehingga berkumpul dan berbincang-bincang, lalu Allah melepaskan ruh orang yang masih hidup dan menahan ruh orang yang telah mati.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *