Tafsir An Najm Ayat 19-30

By | April 5, 2013

Ayat 19-30: Batilnya menyembah patung-patung dan berhala-berhala, dimana mereka tidak dapat memberikan manfaat dan menghindarkan bahaya serta celaan keras bagi para penyembahnya.

أَفَرَأَيْتُمُ اللاتَ وَالْعُزَّى (١٩) وَمَنَاةَ الثَّالِثَةَ الأخْرَى (٢٠) أَلَكُمُ الذَّكَرُ وَلَهُ الأنْثَى (٢١) تِلْكَ إِذًا قِسْمَةٌ ضِيزَى (٢٢) إِنْ هِيَ إِلا أَسْمَاءٌ سَمَّيْتُمُوهَا أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمْ مَا أَنْزَلَ اللَّهُ بِهَا مِنْ سُلْطَانٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَمَا تَهْوَى الأنْفُسُ وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنْ رَبِّهِمُ الْهُدَى (٢٣) أَمْ لِلإنْسَانِ مَا تَمَنَّى (٢٤)فَلِلَّهِ الآخِرَةُ وَالأولَى (٢٥) وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى (٢٦) إِنَّ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ لَيُسَمُّونَ الْمَلائِكَةَ تَسْمِيَةَ الأنْثَى (٢٧) وَمَا لَهُمْ بِهِ مِنْ عِلْمٍ إِنْ يَتَّبِعُونَ إِلا الظَّنَّ وَإِنَّ الظَّنَّ لا يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئًا (٢٨) فَأَعْرِضْ عَنْ مَنْ تَوَلَّى عَنْ ذِكْرِنَا وَلَمْ يُرِدْ إِلا الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (٢٩) ذَلِكَ مَبْلَغُهُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اهْتَدَى (٣٠)

Terjemah Surat An Najm Ayat 19-30

19. [1]Maka apakah patut kamu (orang-orang musyrik) menganggap (berhala) Al Lata dan Al Uzza,

20. dan Manat, yang ketiga yang paling kemudian (sebagai anak perempuan Allah)[2]?

21. Apakah (pantas) untuk kamu yang laki-laki dan untuk-Nya yang perempuan?

22. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil[3].

23. Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu mengada-adakannya; Allah tidak menurunkan suatu keterangan apa pun untuk (menyembah)nya. Mereka hanya mengikuti dugaan[4], dan apa yang diingini oleh keinginannya[5]. Padahal sungguh, telah datang petunjuk dari Tuhan mereka[6].

24. [7]Atau apakah manusia akan mendapat segala yang dicita-citakannya?

25. Tidak! Maka milik Allah-lah kehidupan akhirat dan kehidupan dunia[8].

 

26. [9]Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat (pertolongan) mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali apabila Allah telah mengizinkan (dan hanya) bagi siapa yang dikehendaki dan diridhai[10].

27. [11]Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sungguh mereka menamakan para malaikat dengan nama perempuan.

28. Dan mereka tidak mempunyai ilmu tentang itu. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti dugaan, dan sesungguhnya dugaan itu tidak berfaedah sedikit pun terhadap kebenaran.

29. [12]Maka tinggalkanlah (Muhammad) orang yang berpaling dari peringatan Kami (Al Qur’an), dan dia hanya mengingini kehidupan dunia.

30. Itulah kadar ilmu mereka[13]. Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk[14].


[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala mentazkiyah (menjelaskan kebersihan) apa yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam berupa petunjuk dan agama yang benar serta perintah untuk beribadah kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan mengeesakan-Nya, maka Allah menyebutkan batilnya apa yang dipegang kaum musyrik yang menyembah sesuatu yang tidak memiliki sifat kesempurnaan sedikit pun, tidak mampu memberikan manfaat dan tidak mampu menimpakan madharat (bahaya), tetapi hanya sekedar nama-nama yang kosong dari makna yang diberi nama oleh orang-orang musyrik yang tidak tahu lagi tersesat sehingga mereka tertipu dan orang lain pun ikut tertipu dengannya.

Berhala-berhala yang mereka (kaum musyrik) beri nama dengan nama-nama ini (Laata, Uzza dan Manaat) berasal dari kata Ilaah (bagi Laata), ‘Aziz (bagi ‘Uzza) dan Mannan (bagi Manaat) sebagai sikap ilhaad (penyimpangan) terhadap nama-nama Allah dan menjadikan mereka sebagai sekutu bagi-Nya, Subhaanallah.

[2] Al Lata, Al Uzza dan Manah adalah nama berhala-berhala yang disembah orang Arab Jahiliyah dan dianggapnya sebagai perantara antara mereka dengan Allah dan dianggap sebagai anak-anak perempuan Allah, Subhaanallah (Mahasuci Allah).

[3] Pembagian apa yang lebih zalim daripada pembagian yang menghendaki diutamakannya makhluk di atas Khaliq (Pencipta)? Mahasuci dan Mahatinggi Allah dari perkataan mereka itu.

[4] Dalam menyembahnya, bukan di atas ilmu, keterangan dan petunjuk.

[5] Yang telah dihias oleh setan, berupa syirk dan bid’ah-bid’ah yang sejalan dengan hawa nafsu mereka.

[6] Melalui lisan Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang diperkuat dengan dalil dan bukti yang qath’i (pasti); yang menerangkan kepada mereka ‘aqidah yang benar dan segala tuntutan yang dibutuhkan hamba, dimana Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah menerangkannya secara jelas dan gamblang, namun mereka tetap saja tidak mau mengikuti.

[7] Jika sudah jelas bahwa apa yang dipegang oleh kaum musyrik adalah dugaan dan bukan ilmu, dimana hal ini berakibat kepada kesengsaraan abadi dan azab yang kekal, maka tetap berada di atasnya merupakan kedunguan yang sangat dalam dan kezaliman yang paling batil. Namun anehnya, mereka (kaum musyrik) malah memiliki banyak angan-angan dan tertipu olehnya. Oleh karena itulah, dalam ayat di atas Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingkari orang yang merasa akan mendapatkan apa yang diangan-angankan itu dan bahwa mereka dusta.

[8] Dia akan memberikan sesuai yang Dia kehendaki dan akan menghalangi sesuai yang Dia kehendaki. Keadaannya tidak mengikuti apa yang mereka angan-angankan itu dan tidak mengikuti keinginan mereka. Hal itu, karena tidak ada yang terjadi di dunia dan akhirat kecuali apa yang dikehendaki-Nya.

[9] Di ayat ini Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingkari orang yang menyembah selain-Nya baik berupa malaikat maupun selainnya dan menyangka bahwa sembahannya itu bermanfaat baginya dan dapat memberinya syafaat di sisi Allah Subhaanahu wa Ta’aala pada hari Kiamat.

[10] Oleh karena itu, syafaat hanyalah akan diberikan setelah terpenuhi dua syarat:

– Izin dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala untuk memberi syafaat

– Ridha Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada orang yang diberi syafaat.

[11] Orang-orang yang menyekutukan Allah lagi mendustakan Rasul-Nya yang tidak beriman kepada akhirat, karena mereka tidak beriman kepada akhirat, maka mereka berani melakukan tindakan yang menentang Allah dan Rasul-Nya baik yang berupa ucapan maupun yang berupa perbuatan. Yang berupa ucapan seperti mengatakan bahwa para malaikat adalah puteri Allah, subhaanallah. Mereka tidak membersihkan Allah dari sifat melahirkan dan tidak memuliakan para malaikat sehingga menamai mereka dengan anak-anak perempuan, padahal mereka tidak memiliki ilmu baik berasal dari Allah maupun dari Rasul-Nya, dan tidak pula didukung oleh fitrah dan akal. Bahkan ilmu malah menunjukkan sebaliknya, yaitu bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan bagaimana Dia mempunyai anak sedangkan Dia tidak mempunyai istri, bahkan Dia Mahaesa, Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu, Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia. Sedangkan para malaikat-Nya, mereka adalah makhluk-Nya yang mulia yang didekatkan dengan Allah yang selalu menjalankan perintah-Nya dan tidak mendurhakai-Nya. Oleh karena itu, tidak ada yang dijadikan dasar oleh orang-orang musyrik dalam ucapan dan tindakan mereka selain mengikuti dugaan dan sangkaan yang tidak membuahkan sedikit pun kebenaran, karena kebenaran harus ada keyakinan dan hal itu hanya dapat dihasilkan dari dalil-dalil yang qath’i (pasti) dan bukti-bukti yang jelas.

[12] Sebagaimana yang disebutkan di atas seperti itulah kebiasaan mereka, yakni tidak ada tujuan mereka untuk mengikuti kebenaran, bahkan tujuan mereka hanyalah mengikuti apa yang diingini keinginan mereka, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan Rasul-Nya untuk berpaling dari orang-orang yang berpaling dari peringatan-Nya; peringatan yang merupakan peringatan yang bijaksana, Al Qur’anul ‘Azhiim dan berita yang mulia. Mereka berpaling dari ilmu yang bermanfaat dan tidak menginginkan selain kehidupan dunia. Inilah kadar atau batas ilmu dan keinginan mereka. Sudah menjadi maklum, bahwa seseorang tidaklah mengerjakan selain yang dia inginkan. Oleh karena yang diinginkan hanyalah kehidupan dunia, maka usaha mereka hanya terbatas pada kehidupan dunia, kenikmatan dan kesenangannya.

[13] Yakni inilah batas ilmu dan tujuan mereka, sehingga mereka lebih mengutamakan dunia daripada akhirat. Adapun orang-orang yang beriman kepada akhirat, maka harapan mereka tertuju kepada akhirat, ilmu mereka adalah ilmu yang paling utama dan paling mulia, yaitu ilmu yang diambil dari Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengetahui siapa yang berhak memperoleh hidayah sehingga diberi-Nya hidayah dengan orang yang tidak berhak mendapatkannya sehingga Allah Subhaanahu wa Ta’aala serahkan kepada dirinya sendiri dan menelantarkannya, maka jadilah ia sebagai orang yang tersesat dari jalan Allah. Oleh karena itulah, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, Sungguh, Tuhanmu, Dia lebih mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pula yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.”

[14] Maka Dia meletakkan karunia-Nya ke tempat yang Dia ketahui bahwa ia layak memperolehnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *