Tafsir Al Waqiah Ayat 57-74

By | April 5, 2013

Ayat 57-74: Dalil terhadap kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang menunjukkan bahwa Dia berkuasa membangkitkan dan menghisab, serta menyebutkan nikmat Allah Subhaanahu wa Ta’aala dengan adanya tanaman, air dan sumber-sumber api.

نَحْنُ خَلَقْنَاكُمْ فَلَوْلا تُصَدِّقُونَ (٥٧) أَفَرَأَيْتُمْ مَا تُمْنُونَ (٥٨) أَأَنْتُمْ تَخْلُقُونَهُ أَمْ نَحْنُ الْخَالِقُونَ (٥٩) نَحْنُ قَدَّرْنَا بَيْنَكُمُ الْمَوْتَ وَمَا نَحْنُ بِمَسْبُوقِينَ    (٦٠) عَلَى أَنْ نُبَدِّلَ أَمْثَالَكُمْ وَنُنْشِئَكُمْ فِي مَا لا تَعْلَمُونَ (٦١) وَلَقَدْ عَلِمْتُمُ النَّشْأَةَ الأولَى فَلَوْلا تَذَكَّرُونَ (٦٢) أَفَرَأَيْتُمْ مَا تَحْرُثُونَ (٦٣) أَأَنْتُمْ تَزْرَعُونَهُ أَمْ نَحْنُ الزَّارِعُونَ (٦٤) لَوْ نَشَاءُ لَجَعَلْنَاهُ حُطَامًا فَظَلْتُمْ تَفَكَّهُونَ  (٦٥) إِنَّا لَمُغْرَمُونَ (٦٦) بَلْ نَحْنُ مَحْرُومُونَ (٦٧) أَفَرَأَيْتُمُ الْمَاءَ الَّذِي تَشْرَبُونَ (٦٨) أَأَنْتُمْ أَنْزَلْتُمُوهُ مِنَ الْمُزْنِ أَمْ نَحْنُ الْمُنْزِلُونَ (٦٩) لَوْ نَشَاءُ جَعَلْنَاهُ أُجَاجًا فَلَوْلا تَشْكُرُونَ (٧٠) أَفَرَأَيْتُمُ النَّارَ الَّتِي تُورُونَ (٧١) أَأَنْتُمْ أَنْشَأْتُمْ شَجَرَتَهَا أَمْ نَحْنُ الْمُنْشِئُونَ (٧٢) نَحْنُ جَعَلْنَاهَا تَذْكِرَةً وَمَتَاعًا لِلْمُقْوِينَ (٧٣) فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيمِ (٧٤)

Terjemah Surat Al Waqiah Ayat 57-74

57. [1]Kami telah menciptakan kamu, mengapa kamu tidak membenarkan (hari berbangkit)[2]?

58. Maka adakah kamu perhatikan tentang nutfah (mani) yang kamu pancarkan[3].

59. Kamukah yang menciptakannya[4], atau Kamikah penciptanya?

60. Kami telah menentukan kematian masing-masing kamu dan Kami tidak lemah,

61. untuk menggantikan kamu dengan orang-orang yang seperti kamu (di dunia) dan membangkitkan kamu kelak (di akhirat) dalam keadaan yang tidak kamu ketahui.

62. Dan sungguh, kamu telah tahu penciptaan yang pertama, mengapa kamu tidak mengambil pelajaran (untuk penciptaan yang kedua)[5]?

63. [6]Pernahkah kamu perhatikan benih yang kamu tanam?

64. Kamukah yang menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkan?[7]

 

65. Sekiranya Kami kehendaki, niscaya Kami hancurkan[8] sampai lumat[9]; maka kamu akan heran tercengang[10].

66. (sambil berkata), “Sungguh, kami benar-benar menderita kerugian,

67. bahkan kami tidak mendapat hasil apa pun[11].”

68. [12]Pernahkah kamu memperhatikan air yang kamu minum?

69. Kamukah yang menurunkannya dari awan ataukah Kami yang menurunkan?

70. Sekiranya Kami kehendaki, niscaya Kami menjadikannya asin, mengapa kamu tidak bersyukur?[13]

71. [14]Maka pernahkah kamu memperhatikan tentang api yang kamu nyalakan (dengan kayu)?  

72. Kamukah yang menumbuhkan kayu itu atau Kami yang menumbuhkan?  

73. Kami menjadikannya (api itu) untuk peringatan[15] dan bahan yang berguna bagi musafir[16].

74. [17]Maka bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Mahabesar[18].


[1] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan dalil ‘aqli (akal) yang menunjukkan adanya kebangkitan.

[2] Padahal yang mampu menciptakan pasti mampu mengulangi penciptaan kembali.

[3] Di rahim istri-istrimu. Maksudnya, tidakkah kamu perhatikan awal penciptaan kamu yang berasal dari mani, apakah kamu yang menciptakan mani itu dan apa yang terjadi setelahnya, yakni menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging dan menjadi manusia, ataukah Allah yang menciptakannya?

[4] Menjadi manusia.

[5] Yaitu bahwa yang menciptakan pertama kali tentu mampu menciptakan kembali setelah mereka mati.

[6] Apa yang disebutkan merupakan nikmat Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada hamba-hamba-Nya, Dia mengajak mereka dengan menyebutkan nikmat itu untuk mentauhidkan-Nya, beribadah dan kembali kepada-Nya karena Dia telah melimpahkan nikmat kepada mereka dengan memudahkan mereka menanam tanaman dan tumbuhan, dimana dari sana keluar makanan dan buah-buahan yang menjadi kebutuhan pokok mereka maupun kebutuhan pelengkap (sekunder) mereka, dan mendapatkan kenikmatan lainnya yang tidak bisa mereka jumlahkan, terlebih untuk mensyukurinya dan memenuhi haknya, maka Dia membuat mereka mengakuinya, Dia berfirman, “Kamukah yang menumbuhkannya ataukah kami yang menumbuhkan?

[7] Yakni apakah kamu yang megeluarkannya dari dalam bumi atau menumbuhkannya atau mengeluarkan tangkai dan buahnya sehingga menjadi biji yang dapat dipanena dan buah yang masak? Ataukah Allah yang sendiri melakukannya dan memberimu nikmat dengannya. Perbuatan kamu hanyalah menggarap tanah, menabur benih dan menyiraminya selanjutnya kamu tidak mengetahui apa yang terjadi dan kamu tidak berkuasa lagi setelahnya.

Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingatkan kita bahwa tanaman yang kita tanam sesungguhnya siap menerima bahaya jika Allah tidak menjaganya dan memeliharanya, agar menjadi bahan makanan bagi kita sampai waktu tertentu.

[8] Tanaman yang ditanam itu beserta buahnya.

[9] Sehingga tidak bermanfaat dan tidak menjadi rezeki.

[10] Yakni karena dijadikan-Nya hancur setelah kamu bersusah payah menanamnya dan mengeluarkan belanja untuknya, kamu pun menjadi menyesal dan kegembiraanmu menjadi hilang.

[11] Oleh karena itu, pujilah Allah Subhaanahu wa Ta’aala karena Dia telah menumbuhkannya untuk kamu, menjaganya dan memeliharanya hingga sempurna dan tidak mengirimkan musibah yang membuat kamu tidak dapat mengambil manfaat dan kebaikannya.

[12] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya berupa makanan, maka Dia menyebutkan nikmat-Nya kepada mereka yang berupa minuman yang segar, dan bahwa jika Allah tidak memudahkannya untuk mereka tentu mereka tidak akan bisa memperolehnya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang menurunkan air itu dari awan, dimana dari sana mengalirlah air di permukaan bumi dan di bawahnya.

[13] Termasuk nikmat-Nya adalah Dia menjadikan air itu segar yang menyegarkan peminumnya, kalau Dia menghendaki, bisa saja Dia jadikan air itu terasa asin sehingga tidak enak diminum. Oleh karena itu, mengapa kamu tidak bersyukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya yang dilimpahkan kepadamu?

[14] Apa yang disebutkan di ayat ini dan setelahnya juga termasuk bagian nikmat yang dikaruniakan-Nya kepada mereka, dimana nikmat ini tergolong nikmat dharuri (pokok), karena manusia butuh nyala api dalam banyak keperluan mereka, maka Dia membuat mereka mengakuinya dengan menerangkan bahwa Dia yang menumbuhkan pohon yang hijau yang dari sana mereka bisa menyalakan api untuk kebutuhan mereka, setelah itu mereka memadamkannya.

[15] Terhadap nikmat-nikmat Allah dan terhadap neraka Jahanam yang Dia siapkan untuk orang-orang yang bermaksiat dan sebagai cemeti untuk menggiring hamba-hamba-Nya menuju negeri yang penuh kenikmatan (surga)..

[16] Disebutkan musafir secara khusus, karena musafir lebih banyak membutuhkannya daripada selainnya. Atau maksudnya, karena dunia ini tempat safar, bukan tempat menetap, maka seorang hamba dari sejak dilahirkan maka dia sedang mengadakan perjalanan menuju Tuhannya. Nah, api itu Allah siapkan untuk musafir tersebiut sebagai bahan berguna baginya dan sebagai peringatan baginya terhadap negeri yang kekal (akhirat).

[17] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan nikmat-nikmat-Nya kepada mereka yang menghendaki agar Dia dipuji oleh hamba-hamba-Nya, disyukuri dan diibadahi, maka Dia memerintahkan mereka untuk bertasbih dan memuji-Nya.

[18] Yakni sucikanlah Tuhanmu Yang Mahabesar, yang sempurna nama dan sifat-Nya, banyak ihsan dan kebaikan-Nya. Dan pujilah Dia dengan hatimu, lisanmu dan anggota badanmu, karena Dia layak memilikinya, Dia berhak disyukuri tidak dikufuri, Dia berhak disebut nama-Nya tidak dilupakan dan Dia berhak ditaati dan tidak didurhakai. Menurut Ibnu Jarir, “Maka sucikanlah dengan menamai Tuhanmu Yang Mahabesar dengan nama-nama-Nya yang indah (Asmaa’ul Husna).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *