Tafsir Al Qamar Ayat 1-22

By | April 5, 2013

Surah Al Qamar (Bulan)

Surah ke-54. 55 ayat. Makkiyyah

  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-8: Mukjizat terbelahnya bulan, pendustaan orang-orang Quraisy terhadap mukjizat tersebut, ancaman azab kepada mereka, dan bahwa musuh-musuh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengalami kehancuran sebagaimana musuh-musuh para nabi terdahulu.

  اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ (١) وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ (٢) وَكَذَّبُوا وَاتَّبَعُوا أَهْوَاءَهُمْ وَكُلُّ أَمْرٍ مُسْتَقِرٌّ (٣) وَلَقَدْ جَاءَهُمْ مِنَ الأنْبَاءِ مَا فِيهِ مُزْدَجَرٌ (٤) حِكْمَةٌ بَالِغَةٌ فَمَا تُغْنِ النُّذُرُ (٥) فَتَوَلَّ عَنْهُمْ يَوْمَ يَدْعُو الدَّاعِ إِلَى شَيْءٍ نُكُرٍ (٦) خُشَّعًا أَبْصَارُهُمْ يَخْرُجُونَ مِنَ الأجْدَاثِ كَأَنَّهُمْ جَرَادٌ مُنْتَشِرٌ (٧) مُهْطِعِينَ إِلَى الدَّاعِ يَقُولُ الْكَافِرُونَ هَذَا يَوْمٌ عَسِرٌ (٨)

Terjemah Surat Al Qamar Ayat 1-8

1. [1] [2]Saat[3] (hari Kiamat) semakin dekat, bulan pun terbelah.

2. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus[4].”

3. Dan mereka mendutakan (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan mengikuti keinginannya[5], padahal setiap urusan telah ada ketetapannya[6].

4. [7]Dan sungguh, telah datang kepada mereka beberapa kisah[8] yang di dalamnya terdapat ancaman (terhadap kekafiran)[9],

5. (itulah) suatu hikmah yang sempurna[10], tetapi peringatan-peringatan itu tidak berguna (bagi mereka)[11],

6. [12]maka berpalinglah engkau (Muhammad) dari mereka[13]. (Ingatlah) hari (ketika) seorang penyeru (malaikat)[14] mengajak (mereka) kepada sesuatu yang tidak menyenangkan (hari pembalasan),

7. pandangan mereka tertunduk[15], ketika mereka keluar dari kuburan, seakan-akan mereka[16] belalang yang beterbangan[17],

8. dengan patuh mereka segera datang kepada penyeru itu. Orang-orang kafir berkata, “Ini adalah hari yang sulit[18].”

Ayat 9-22: Kebinasaan kaum Nuh dan kaum ‘Aad.

كَذَّبَتْ قَبْلَهُمْ قَوْمُ نُوحٍ فَكَذَّبُوا عَبْدَنَا وَقَالُوا مَجْنُونٌ وَازْدُجِرَ (٩) فَدَعَا رَبَّهُ أَنِّي مَغْلُوبٌ فَانْتَصِرْ (١٠) فَفَتَحْنَا أَبْوَابَ السَّمَاءِ بِمَاءٍ مُنْهَمِرٍ (١١) وَفَجَّرْنَا الأرْضَ عُيُونًا فَالْتَقَى الْمَاءُ عَلَى أَمْرٍ قَدْ قُدِرَ (١٢) وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ (١٣) تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَاءً لِمَنْ كَانَ كُفِرَ (١٤) وَلَقَدْ تَرَكْنَاهَا آيَةً فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (١٥) فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ (١٦) وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (١٧) كَذَّبَتْ عَادٌ فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ (١٨) إِنَّا أَرْسَلْنَا عَلَيْهِمْ رِيحًا صَرْصَرًا فِي يَوْمِ نَحْسٍ مُسْتَمِرٍّ (١٩)تَنْزِعُ النَّاسَ كَأَنَّهُمْ أَعْجَازُ نَخْلٍ مُنْقَعِرٍ (٢٠) فَكَيْفَ كَانَ عَذَابِي وَنُذُرِ (٢١)وَلَقَدْ يَسَّرْنَا الْقُرْآنَ لِلذِّكْرِ فَهَلْ مِنْ مُدَّكِرٍ (٢٢)

Terjemah Surat Al Qamar Ayat 9-22

9. [19]Sebelum mereka, kaum Nuh juga telah mendustakan (Rasul), maka mereka mendustakan hamba Kami (Nuh) dan mengatakan, “Dia orang gila![20] Lalu diusirnya dengan ancaman[21].

10. Maka dia (Nuh) mengadu kepada Tuhannya, “Sesungguhnya aku telah dikalahkan[22], maka tolonglah (aku)[23].”

11. Lalu Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah.

12. Dan Kami jadikan bumi menyemburkan mata-mata air[24], maka bertemulah (air-air) itu[25] sehingga (meluap menimbulkan) keadaan (bencana) yang telah ditetapkan.

13. Dan Kami angkut dia (Nuh) ke atas (kapal) yang terbuat dari papan dan pasak,

14. Yang berlayar dengan pemeliharaan (pengawasan) Kami[26] sebagai balasan bagi orang yang telah diingkari kaumnya[27].

15. Dan sungguh, kapal itu telah Kami jadikan sebagai tanda (pelajaran)[28]. Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?

16. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku![29]

17. Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran[30], maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?

18. Kaum ‘Aad pun telah mendustakan[31]. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku!

19. Sesungguhnya Kami telah menghembuskan angin yang sangat kencang kepada mereka pada hari nahas yang terus menerus,

20. yang membuat manusia bergelimpangan, mereka bagaikan pohon-pohon kurma yang tumbang dengan akar-akarnya[32].

21. Maka betapa dahsyatnya azab-Ku dan peringatan-Ku!

22. Dan sungguh, telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?[33]


[1] Tirmidzi meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Ma’mar dari Qatadah dari Anas ia berkata, “Penduduk Mekah pernah meminta bukti kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bulan pun terbelah di Mekah dua kali, ketika itu turunlah ayat, “Iqtarabatis saa’atu wan syaqqal qamar.” Sampai ayat, “sihrum mustamir.”yakni sihir yang akan hilang. (Tirmidzi berkata, “Hadits ini hasan shahih.”)

Syaikh Muqbil berkata, “Hadits ini asalnya ada dalam dua kitab shahih; Bukhari juz 6 hal. 631 dan Muslim juz 4 hal. 2159, namun pada keduanya tidak disebutkan secara tegas turunnya ayat tersebut. Demikian pula diriwayatkan oleh Ahmad juz 3 hal. 165, Thabari juz 27 hal. 85, Hakim dalam Mustadraknya juz 2 hal. 471, ia berkata, “Sesuai syarat Bukhari-Muslim,” dan didiamkan oleh Adz Dzahabi, ia berkata, “Asalnya ada dalam dua kitab dari hadits Ibnu Mas’ud yang sama seperti itu.”

Kesimpulannya, penyebutan sebab turunnya ayat adalah syadz, berikut penjelasannya:

Hadits ini diriwayatkan oleh Tirmidzi dengan disebutkan turunnya ayat, ‘Abd bin Humaid juga meriwayatkan dalam Al Muntakhab juz 3 hal. 93 dari jalan Ma’mar dari Qatadah dari Anas. Zhahir hadits ini adalah shahih, tetapi disebutkan kata “turunnya ayat” dianggap syadz, dimana Ma’mar menyendiri dalam hal ini dengan menyelisihi.

Syu’bah bin Hajjaj dalam Bukhari juz 8 hal. 617, Muslim juz 4 hal. 2159, Ahmad dalam Musnadnya juz 3 hal. 275 dan 278, Abu Dawud, Thayalisi dalam Musnadnya hal. 365, Abu Ya’la dalam Musnadnya juz 5 hal. 306-307, dan pada juz 6 hal. 22, Ibnu Jarir dalam tafsirnya juz 27 hal. 84, Thahawi dalam Musykilul Aatsar juz 2 hal. 182, Al Laalikaa’iy dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah juz 4 hal. 794, dan Baihaqi dalam Dalaa’ilun Nubuwwah juz 2 hal. 42.

Sa’id bin Abi ‘Arubah dalam Bukhari juz 7 hal. 182, juz 8 hal. 617, Ahmad dalam Musnadnya juz 3 hal. 220, Ibnu Jarir dalam Jaami’ul Bayan juz 27 hal. 85, Al Laalikaa’iy dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah juz 4 hal. 795, dan Baihaqi dalam Dalaa’ilun Nubuwwah juz 2 hal. 42.

Syaiban bin Abdurrahman An Nahwiy dalam Shahih Bukhari juz 8 hal. 617, Muslim juz 4 hal. 2159, Ahmad dalam Musnadnya juz 3 hal. 207, Abu Ya’la dalam Musnadnya juz 5 hal. 424, dan Baihaqi juz 2 hal. 41.

Semuanya meriwayatkan dari Qatadah dari Anas tanpa menyebutkan turunnya ayat.

Ditambah juga, bahwa Ma’mar meriwayatkan dari Qatadah tanpa menyebutkan turunnya ayat, dan hal itu terdapat dalam Muslim juz 4 hal. 2159, Ahmad dalam Musnadnya juz 3 hal. 165, Hakim dalam Mustadraknya juz 2 hal. 472, dan Baihaqi dalam Dalaa’ilun Nubuwwah juz 2 hal. 42.

Dengan demikian, disebutkan kata ‘turunnya ayat’ adalah syadz, wallahu a’lam.

Yang dijadikan pegangan tentang sebab turunnya ayat adalah hadits Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Thabrani dalam Al Kabir juz 11 hal. 250 no. 11642 ia berkata: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Amr Al Bazzar, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Yahya Al Qath’iy, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Bakar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Juraij dari Amr bin Dinar dari ‘Ikrimah dari Ibnu Abbas ia berkata, “Telah terjadi gerhana bulan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka (kaum musyrikin) berkata, “Bulan telah tersihir.” Ketika itu turunlah ayat, “Iqtarabatis saa’atu wan syaqqal qamar” sampai, “Sihrum mustamir.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Mardawaih sebagaimana dalam Ad Durrul Mantsur juz 6 hal. 133, Ibnu Katsir berkata, “Sanadnya jayyid,” sebagaimana dalam Al Bidayah, dan telah datang pula dari jalan ‘Araak bin Maalik dari Ubaidullah bin ‘Abdullah bin ‘Uqbah dari Ibnu Abbas yang diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya juz 7 hal. 183, juz 8 hal. 617, Muslim juz 4 hal. 2159, Ibnu Jarir dalam tafsirnya juz 27 hal. 86, Al Laalikaa’iy dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah juz 4 hal. 796, Hakim juz 2 hal. 472, Abu Nu’aim dalam Dalaa’ilun Nubuwwah juz 1 hal. 368 dan 369, dan Baihaqi dalam Dalaa’ilun Nubuwwah juz 2 hal. 44.)

Telah datang pula sebab turunnya ayat ini dari hadits Ibnu Mas’ud. Hakim rahimahullah berkata: Telah memberitakan kepada kami Abu Zakariya Al ‘Anbariy, telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdussalam, telah menceritakan kepada kami Ishaq, telah memberitakan kepada kami ‘Abdurrazzaq bin ‘Uyaynah dan Muhammad bin Muslim dari Ibnu Abi Najih dari Mujahid dari Abu Ma’mar dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Aku melihat bulan dua kali terbelah menjadi dua bagian di Mekah sebelum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar, dimana bagian yang satu berada di (gunung) Abu Qubais, sedangkan bagian yang lain di As Suwaida’, lalu mereka berkata, “Bulan telah tersihir.” Maka turunlah ayat, “Iqtarabatis saa’atu wan syaqqal qamar.” Beliau bersabda, “Sebagaimana kamu melihat bulan terbelah, maka yang aku beritahukan kepada kamu tentang dekatnya hari Kiamat adalah benar.” (Hakim berkata, “Hadits ini adalah shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, namun keduanya tidak meriwayatkan.”) Adz Dzahabiy mendiamkannya. Syaikh Muqbil berkata, “Hadits tersebut sebagaimana yang dikatakn Al Hakim, hadits itu diriwayatkan oleh Baihaqi dalam Ad Dalaa’il dari Hakim.”

Hadits tersebut tanpa disebutkan kata ‘turunnya ayat’ diriwayatkan oleh Bukhari dalam Shahihnya juz 8 hal. 617, Nasa’i dalam Al Kubra juz 6 hal. 476, Tirmidzi juz 5 hal. 398, Sufyan bin ‘Uyaynah dalam tafsirnya hal. 328, Nasa’i dalam Musnadnya 2/189, Abu Ya’la dalam Musnadnya juz 8 hal. 378, Al Laalikaa’iy dalam Syarh Ushul I’tiqad Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah juz 4 hal. 793, Thahaawiy dalam Musykilul Aatsaar juz 2 hal. 178, semuanya dari jalan Ibnu Abi Najih dari Mujahid dari Abu Ma’mar dari Abdullah bin Mas’ud.

Telah datang pula dari jalan Simak dari Ibrahim dari Al Aswad dari Abdullah yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnadnya juz 1 hal. 413, Ibnu Jarir juz 25 hal. 85, dan Thayaalisi hal. 37.

Telah disebutkan secara tegas kata ‘turunnya ayat’ dalam Ath Thabari, ia rahimahullah berkata: Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Uwanah dari Mughirah dari Abudh Dhuha dari Masruq dari Abdullah ia berkata, “Telah terbelah bulan pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka orang-orang Quraisy berkata, “Ini adalah sihir Ibnu Abi Kabsyah, dia telah menyihir kamu, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang bersafar, lalu mereka bertanya dan mereka menjawab, “Ya, kami telah melihatnya (terbelah).” Maka Allah Tabaaraka wa Ta’aala menurunkan ayat, “Iqtarabatis saa’atu wan syaqqal qamar.” Syaikh Muqbil berkata, “Saya tidak menemukan biografi Al Hasan bin Yahya. Hadits ini dari jalan Abudh Dhuha dari Masruq dari Abdullah tanpa menyebutkan kata ‘turunnya ayat’, dan Bukhari telah meriwayatkannya secara mu’allaq juz 7 hal. 183, Thayaalisiy hal. 38, Al Laalikaa’iy juz 4 hal. 794, Thahaawiy dalam Musykilul Aatsar juz 2 hal. 177, dan Baihaqi dalam Ad Dalaa’il juz 2 hal. 43, walahu a’lam.” (Lihat Ash Shahihul Musnad Min Asbaabin Nuzuul oleh Syaikh Muqbil, hal. 229-232).

[2] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan bahwa Kiamat telah dekat dan hampir tiba, namun mereka yang mendustakan itu tetap saja mendustakannya tidak mempersiapkan diri untuk menghadapi kedatangannya. Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah memperlihatkan kepada mereka ayat (mukjizat) yang biasanya diimani oleh manusia. Di antara ayat (mukjizat) yang besar yang menunjukkan kebenaran apa yang dibawa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ketika orang-orang yang mendustakan Beliau meminta diperlihatkan sesuatu yang menyelisihi kebiasaan yang menunjukkan kebenaran apa yang Beliau bawa, maka Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menunjuk ke bulan dengan izin Allah Ta’ala, maka terbelahlah bulan menjadu dua bagian; bagian yang satu berada di gunung Abu Qubais, sedangkan bagian yang satu lagi berada di gunung Qu’aiqi’aan. Orang-orang musyrik dan selain mereka ketika itu menyaksikan mukjizat yang besar ini, mereka tercengang terhadapnya, namun iman tetap tidak masuk ke dalam hati mereka, bahkan mereka malah berkata, “Muhammad telah menyihir kita. Untuk mengetahuinya adalah kamu bertanya kepada orang yang datang kepada kamu, dia (Muhammad) tidak mampu menyihir orang yang tidak menyaksikannya seperti kamu.” Maka mereka bertanya kepada setiap orang yang datang, lalu mereka memberitahukan bahwa hal itu memang terjadi, dan mereka tetap saja berkata, “ (Ini adalah) sihir yang terus menerus.”

[3] Yang dimaksud dengan ‘saat’ di sini ialah terjadinya hari kiamat atau saat kehancuran kaum musyrikin. Adapun “terbelahnya bulan” ialah suatu mukjizat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[4] Ucapan dusta mereka ini hanyalah laris di tengah-tengah orang yang kurang akal dan tersesat dari petunjuk, dan sesungguhnya hal ini bukanlah pengingkaran terhadap ayat (mukjizat) itu saja, bahkan setiap ayat yang datang kepada mereka, mereka telah mempersiapkan diri untuk menghadapinya dengan kebatilan dan penolakan terhadapnya. Oleh karena itulah Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman di ayat selanjutnya, Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, “(Ini adalah) sihir yang terus menerus.”Allah Subhaanahu wa Ta’aala tidak menyebutkan, “Wa iy yarauhaa” tetapi menyebutkan, “Wa iy yarau aayat…dst.” Yang menunjukkan bahwa setiap ayat yang datang kepada mereka, maka mereka berpaling darinya, dan hal ini menunjukkan bahwa tidak ada maksud mereka untuk mencari yang hak dan mencari petunjuk, akan tetapi maksud mereka adalah mengikuti hawa nafsunya sebagaimana firman-Nya di ayat selanjutnya, “Dan mereka mendutakan (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan mengikuti keinginannya,”

[5] Hal ini seperti dalam firman Allah Ta’ala di surah Al Qashas ayat 50, “Maka jika mereka tidak menjawab (tantanganmu) ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikit pun. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Terj. Al Qashash: 50)

Kalau seandainya maksud mereka adalah mengikuti petunjuk, tentu mereka akan beriman dan mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena Allah telah memperlihatkan kepada mereka melalui tangan Beliau petunjuk, bukti dan keterangan yang nyata yang menunjukkan kepada semua tuntutan ilahi dan maksud syariat.

[6] Maksudnya bahwa segala urusan itu pasti berjalan sampai waktu yang telah ditetapkan terjadinya, seperti urusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam meninggikan kalimat Allah pasti sampai pada akhirnya, yaitu kemenangan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, sedangkan urusan orang yang mendustakannya pasti sampai pula pada akhirnya, yaitu kekalahan di dunia dan siksaan di akhirat.

[7] Allah Subhaanahu wa Ta’aala juga berfirman menerangkan bahwa mereka tidak memiliki maksud yang baik dan keinginan mengikuti petunjuk.

[8] Yaitu kisah dibinasakannya umat-umat yang mendustakan rasul mereka.

[9] Sehingga mereka tidak berbuat kafir lagi.

[10] Agar hujjah menjadi tegak terhadap orang-orang yang meyelisihi, dan tidak ada seorang pun yang dapat beralasan lagi di hadapan Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

[11] Ayat ini seperti firman Allah Ta’ala di surah Yunus: 97: “Meskipun datang kepada mereka segala macam keterangan, hingga mereka menyaksikan azab yang pedih.”

[12] Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman kepada Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa orang-orang yang mendustakan itu sudah tidak bisa lagi diharapkan keimanannya, maka tinggallah sikap yang terakhir, yaitu berpaling dari mereka.

[13] Dan tunggulah untuk mereka hari yang besar, yaitu hari dimana malaikat Israfil mengajak kepada sesuatu yang tidak menyenangkan, dimana tidak ada suatu pemandangan yang lebih buruk dan menyakitkan daripadanya. Ketika itu, malaikat Israfil meniup sangkakala yang kedua kalinya, maka manusia yang telah mati keluar dari kuburnya untuk menghadapi persidangan pada hari Kiamat.

[14] Yaitu malaikat Israfil.

[15] Karena peristiwa yang dahsyat dan mengerikan yang masuk sampai ke hati, sehingga diri mereka menjadi tunduk, demikian pula pandangan mata mereka.

[16] Karena banyaknya jumlah mereka dan ramainya.

[17] Mereka tidak mengetahui ke mana mereka pergi karena takut dan bingung.

[18] Bagi orang-orang kafir. Mafhum ayat ini adalah, bahwa hari itu ringan dan mudah bagi orang-orang mukmin.

[19] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan keadaan orang-orang yang mendustakan Rasul-Nya, dan bahwa semua ayat tidaklah bermanfaat bagi mereka, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memperingatkan mereka dengan azab yang menimpa umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul, bagaimana Allah Subhaanahu wa Ta’aala membinasakan mereka. Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebutkan kaum Nuh, dimana Dia mengutus kepada mereka Nuh seorang rasul pertama yang diutus kepada orang-orang yang menyembah patung, dia mengajak mereka mentauhidkan Allah dan beribadah kepada-Nya saja, namun mereka engggan meninggalkan syirk dan berkata kepada sesama mereka, “Janganlah kamu meninggalkan sembahan kamu dan jangan pula meninggalkan Wad, Suwa’, Yaghuts, Ya’uuq dan Nasr.” Semua itu adalah nama patung yang mereka sembah. Nabi Nuh ‘alaihis salam tetap berdakwah mengajak mereka kepada Allah di malam dan siang, sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, namun dakwah Beliau tidak menambah mereka selain tetap sikap membangkang, melampaui batas dan mencela Nabi mereka.

[20] Mereka menganggap bahwa apa yang dipegang oleh mereka dan nenek moyang mereka selama ini berupa syirk dan kesesatan adalah sesuatu yang didukung oleh akal, dan bahwa apa yang dibawa Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah kejahilan dan kesesatan; yang tidak muncul kecuali dari orang-orang gila. Mereka telah berdusta dalam hal itu dan memutarbalikkan hakikat yang telah tetap berdasarkan syara’ maupun akal, yaitu bahwa apa yang dibawa Nabi Nuh ‘alaihis salam adalah kebenaran yang membimbing akal kepada petunjuk, cahaya dan jalan yang lurus, sedangkan yang mereka pegang selama ini adalah kebodohan dan kesesatan yang nyata.

[21] Kaumnya menyanggahnya dan bersikap keras terhadapnya saat Beliau mengajak mereka kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Mereka tidak hanya menolak beriman dan mendustakannya, bahkan sampai menimpakan kepada Beliau gangguan yang mereka sanggup lakukan. Demikianlah keadaan musuh-musuh para rasul. Saat itulah Nabi Nuh ‘aaihis salam berdoa, “Sesungguhnya aku telah dikalahkan, maka tolonglah (aku).”

[22] Yakni tidak ada kemampuan pada Beliau untuk membela diri, karena tidak ada yang mengikuti Beliau kecuali sedikit sekali.

[23] Dalam ayat lain Nabi Nuh ‘alaihis salam berdoa, “Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorangpun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas bumi.” (Terj. Nuh: 26) Maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengabulkan doanya dan menolongnya terhadap kaumnya.

[24] Langit menurunkan air yang di luar kebiasaan dan bumi pun menyemburkan air sampai bagian dapur yang biasanya tidak ada air karena menjadi tempat api malah memancarkan air.

[25] Baik air dari langit maupun air dari bumi.

[26] Yakni berlayar membawa Nabi Nuh ‘alaihis salam dan orang-orang yang beriman bersamanya serta membawa hewan yang berpasang-pasangan dengan pengawasan dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan penjagaan-Nya, dan Dia sebaik-baik Pemelihara dan Penjaga.

[27] Yaitu Nuh ‘alaihis salam. Yakni Allah Subhaanahu wa Ta’aala melakukan hal itu; menyelamatkan dia (Nabi Nuh) dari banjir yang merata adalah sebagai balasan untuknya karena dia telah didustakan kaumnya, namun ia tetap bersabar dengannya dan tetap berada di atas perintah Alah Subhaanahu wa Ta’aala meskipun orang-orang menghalangi dan mencegahnya.

[28] Yakni Kami tinggalkan pada kisah Nuh bersama kaumnya ayat bagi orang-orang yang mengambil pelajaran, bahwa orang-orang yang mendurhakai Rasul dan membangkang terhadapnya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan membinasakan mereka dengan azab yang merata lagi keras. Atau dhamir (kata ganti nama) dari kata “Haa” kembalinya kepada kapal yang dibuat Nabi Nuh ‘alaihis salam, dan bahwa asal pembuatannya adalah pengajaran dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada hamba-Nya Nuh ‘alaihis salam untuk menunjukkan rahmat-Nya kepada makhluk-Nya dan perhatian-Nya, sempurnanya kekuasaan-Nya dan indah-Nya ciptaan-Nya.

[29] Yakni betapa kamu lihat azab Allah begitu dahsyat dan bagaimana peringatan-Nya tidak menyisakan sedikit pun hujjah/alasan bagi seorang pun.

[30] Yakni untuk dibaca, dihapal, dipahami, dipelajari dan direnungi. Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah memudahkan lafaznya untuk dibaca dan dihapal, maknanya untuk dipahami dan diiketahui. Hal itu, karena Al Qur’an adalah sebaik-baik perkataan, paling benar maknanya dan paling jelas keterangannya. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Kalau bukan karena Allah telah memudahkan Al Qur’an pada lisan manusia, tentu tidak satu pun makhluk yang dapat berbicara dengan firman Allah ‘Azza wa Jalla.”

Oleh karena itu, siapa saja yang mendatanginya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan memudahkan maksudnya itu semudah-mudahnya.

Adz Dzikr (pelajaran atau peringatan) di ayat ini mencakup semua yang diingat dan dipelajari oleh orang-orang yang berilmu seperti halal-haram, hukum-hukum perintah dan larangan, hukum-hukum jaza’i (pembalasan), nasihat, pelajaran, aqidah yang bermanfaat dan berita-berita yang benar. Sebagian kaum salaf berkata tentang ayat ini, “Adakah orang yang ingin mengetahui ilmu lalu dibantu untuk memperolehnya?” Oleh karena itulah Allah mengajak hamba-hamba-Nya untuk mendatangi Al Qur’an dan mempelajarinya dengan firman-Nya, “Maka adakah orang yang mau mengambil pelajaran?

[31] Yaitu Nabi mereka Hud ‘alaihis salam. Kaum ‘Aad adalah sebuah kabilah yang tinggal di Yaman, Allah mengutus kepada mereka Nabi Hud ‘alaihis salam mengajak mereka untuk beribadah kepada Allah, tetapi mereka malah mendustakannya, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengirimkan kepada mereka angin yang sangat kencang selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus yang membuat mereka terangkat ke udara lalu mereka dijatuhkan ke bumi di atas kepalanya sehingga kepala mereka pecah dan mereka mati dengan kepala terpisah dari jasad.

[32] Sungguh lemah keadaan mereka, padahal sebelumnya mereka (kaum ‘Aad) mengatakan, “Siapakah yang lebih kuat daripada kami?” Mereka tidak menyadari, bahwa Allah yang menciptakan mereka tentu lebih kuat dari mereka.

[33] Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengulangi lagi ayat ini sebagai rahmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya dan perhatian-Nya kepada mereka, dimana Dia mengajak mereka kepada sesuatu yang di sana terdapat kebaikan bagi dunia dan akhirat mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *