Tafsir Ar Ruum Ayat 33-45

By | Maret 31, 2013

Ayat 33-36: Sifat-sifat manusia yang tercela.

وَإِذَا مَسَّ النَّاسَ ضُرٌّ دَعَوْا رَبَّهُمْ مُنِيبِينَ إِلَيْهِ ثُمَّ إِذَا أَذَاقَهُمْ مِنْهُ رَحْمَةً إِذَا فَرِيقٌ مِنْهُمْ بِرَبِّهِمْ يُشْرِكُونَ (٣٣) لِيَكْفُرُوا بِمَا آتَيْنَاهُمْ فَتَمَتَّعُوا فَسَوْفَ تَعْلَمُونَ (٣٤) أَمْ أَنْزَلْنَا عَلَيْهِمْ سُلْطَانًا فَهُوَ يَتَكَلَّمُ بِمَا كَانُوا بِهِ يُشْرِكُونَ (٣٥) وَإِذَا أَذَقْنَا النَّاسَ رَحْمَةً فَرِحُوا بِهَا وَإِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ بِمَا قَدَّمَتْ أَيْدِيهِمْ إِذَا هُمْ يَقْنَطُونَ (٣٦)

Terjemah Surat Ar Ruum Ayat 33-36

33. [1]Dan apabila manusia ditimpa oleh suatu bahaya[2], mereka menyeru Tuhannya dengan kembali (bertobat) kepada-Nya[3], kemudian apabila Dia memberikan sedikit rahmat-Nya[4] kepada mereka, tiba-tiba sebagian mereka mempersekutukan Tuhannya[5],

34. Biarkan mereka mengingkari rahmat yang telah Kami berikan. Dan bersenang-senanglah kamu, maka kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu).

35. Atau pernahkah Kami menurunkan kepada mereka keterangan, yang menjelaskan (membenarkan) apa yang selalu mereka persekutukan dengan Tuhan[6]?

36. [7]Dan apabila Kami berikan sesuatu rahmat kepada manusia, niscaya mereka bergembira dengan rahmat itu. Tetapi apabila mereka ditimpa suatu musibah (bahaya) karena kesalahan mereka sendiri, seketika itu mereka berputus asa (dari rahmat-Nya)[8].

Ayat 37-41: Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengatur pemberian rezeki dan penggunaannya, keutamaan infak dan sedekah untuk mencari keridhaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, penjelasan bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala Dialah Yang sendiri menciptakan alam semesta, dan penjelasan bahwa maksiat merupakan sebab kerusakan di bumi.

  أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ يَبْسُطُ الرِّزْقَ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَقْدِرُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٣٧) فَآتِ ذَا الْقُرْبَى حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ ذَلِكَ خَيْرٌ لِلَّذِينَ يُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ   (٣٨) وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَ فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلا يَرْبُو عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ (٣٩)اللَّهُ الَّذِي خَلَقَكُمْ ثُمَّ رَزَقَكُمْ ثُمَّ يُمِيتُكُمْ ثُمَّ يُحْيِيكُمْ هَلْ مِنْ شُرَكَائِكُمْ مَنْ يَفْعَلُ مِنْ ذَلِكُمْ مِنْ شَيْءٍ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (٤٠) ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ (٤١)

Terjemah Surat Ar Ruum Ayat 37-41

37. Dan tidakkah mereka memperhatikan bahwa Allah yang melapangkan rezeki bagi siapa yang Dia kehendaki dan Dia (pula) yang membatasi (bagi siapa yang Dia kehendaki)[9]. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang beriman[10].

38. Maka berikanlah haknya kepada kerabat dekat[11], juga kepada orang miskin[12] dan orang-orang yang dalam perjalanan[13]. Itulah yang lebih baik[14] bagi orang-orang yang mencari keridhaan Allah. Dan mereka[15] itulah orang-orang beruntung[16].

39. [17]Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar harta manusia bertambah[18], maka tidak bertambah dalam pandangan Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat[19] yang kamu maksudkan untuk memperoleh keridhaan Allah, maka itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya)[20].

40. [21]Allah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu yang demikian itu?[22] Mahasuci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan.

41. Telah tampak kerusakan di darat dan di laut[23] disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka[24], agar mereka kembali (ke jalan yang benar)[25].

Ayat 42-45: Mengambil pelajaran dari kesudahan umat-umat terdahulu; bagaimana mereka dibinasakan dan bahwa balasan disesuaikan jenis amalan.

  قُلْ سِيرُوا فِي الأرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الَّذِينَ مِنْ قَبْلُ كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُشْرِكِينَ (٤٢) فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ الْقَيِّمِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا مَرَدَّ لَهُ مِنَ اللَّهِ يَوْمَئِذٍ يَصَّدَّعُونَ (٤٣) مَنْ كَفَرَ فَعَلَيْهِ كُفْرُهُ وَمَنْ عَمِلَ صَالِحًا فَلأنْفُسِهِمْ يَمْهَدُونَ (٤٤) لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّهُ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ (٤٥)

Terjemah Surat Ar Ruum Ayat 42-45

42. Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah[26] di bumi lalu perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah)[27].”

43. Oleh karena itu, hadapkanlah wajahmu kepada agama yang lurus (Islam)[28] sebelum datang dari Allah suatu hari (Kiamat) yang tidak dapat ditolak[29], pada hari itu mereka terpisah-pisah[30].

44. Barang siapa kafir maka dia sendirilah yang menanggung (akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh[31] maka mereka menyiapkan untuk diri mereka sendiri (tempat yang menyenangkan)[32],

45. agar Allah memberi balasan (pahala) kepada orang-orang yang beriman dan beramal saleh dari karunia-Nya. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar (kafir).


[1] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan kembali kepada-Nya, dan kembali tersebut adalah perkara ikhtiyari (pilihan), yang bisa dilakukan ketika keadaan susah maupun lapang, luas maupun sempit, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan kembali yang sifatnya mendesak, di mana keadaan ini biasanya dilakukan semua manusia ketika kondisi dalam bahaya, namun sayangnya, biasanya ketika bahaya itu hilang, ternyata mereka malah membuang sikap kembali itu ke belakang punggungnya, dan kembali seperti sebelumnya. Sikap kembali seperti ini tidaklah bermanfaat apa-apa bagi pelakunya.

[2] Seperti sakit atau khawatir akan binasa.

[3] Mereka melupakan semua yang mereka sekutukan dengan Allah saat kondisi seperti itu, karena mereka mengetahui, bahwa tidak ada yang dapat menghilangkannya selain Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

[4] Yang dimaksudkan dengan rahmat disini ialah lepas dari bahaya itu atau dari sakit yang dideritanya.

[5] Mereka membatalkan sikap kembali itu yang timbul dari diri mereka, lalu menyekutukan Allah kembali dengan sesuatu yang tidak dapat menghilangkan bahaya dan memberikan manfaat. Ini semua merupakan sikap kufur terhadap nikmat Allah, di mana Dia telah menyelamatkan mereka dari kesulitan. Maka mengapa mereka tidak menyikapi nikmat itu dengan sikap syukur dan senantiasa ikhlas dalam semua keadaan?

[6] Yakni apakah ada keterangan yang turun kepada mereka; yang mengatakan, “Tetaplah kamu berbuat syirk, karena yang kamu pegang selama ini adalah hak dan yang diserukan para rasul adalah batil.” Adakah keterangan itu sehingga mengharuskan mereka berpegang dengan syirk? Bahkan yang ada dari wahyu dan akal sehat, dari kitab-kitab samawi (yang turun dari langit), dan dari para rasul serta panutan manusia, adalah melarang mereka berbuat syirk, melarang mereka menempuh jalan-jalan yang mengarah kepada syirk serta menghukumi rusaknya akal dan agama orang yang melakukan syirk. Dengan demikian, syirk yang mereka lakukan itu tidak didasari hujjah dan dalil, tetapi sekedar hawa nafsu dan bisikan setan.

[7] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan tabiat kebanyakan manusia ketika menghadapi kesenangan dan kesulitan, yaitu bahwa mereka ketika diberi Allah rahmat, seperti kesehatan, kekayaan, pertolongan, dsb. Mereka bergembira ria dengan sikap sombong, bukan bergembira dengan rasa syukur terhadap nikmat Allah. Tetapi ketika mereka mendapatkan musibah disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan, tiba-tiba mereka berputus asa dari harapan hilangnya sakit itu atau kefakiran itu. Hal ini merupakan kebodohan mereka dan tidak mengetahui.

[8] Berbeda dengan orang mukmin, saat mendapatkan nikmat, ia bersyukur, dan saat mendapatkan musibah dia bersabar dan tidak berputus asa, bahkan tetap berharap kepada Tuhannya.

[9] Sebagai ujian. Oleh karena itu, setelah mengetahui bahwa kebaikan dan keburukan ditetapkan oleh Allah, demikian pula rezeki, lapang dan sempitnya termasuk taqdir-Nya, maka berputus asa adalah hal sia-sia yang tidak ada kamusnya. Oleh karena itu, janganlah kamu wahai orang yang berakal melihat sebab saja, bahkan lihatlah siapa yang mengadakan sebab itu.

[10] Mereka dapat mengambil pelajaran dari pelapangan rezeki yang diberikan Allah dan penyempitan-Nya, dan dengan begitu mereka dapat pula mengetahui kebijaksanaan Allah, rahmat-Nya, dan kepemurahan-Nya, sehingga menarik hati mereka untuk selalu meminta kepada-Nya dalam semua kebutuhannya.

[11] Seperti diberikan kebaikan (nafkah, sedekah, hadiah, penghormatan, dan pemaafan terhadap ketergelincirannya) dan disambung silaturrahminya.

[12] Agar kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi, seperti diberikan makan, minum dan pakaian.

[13] Yakni musafir yang kehabisan bekal.

[14] Karena manfaatnya untuk orang lain, terlebih ketika disertai dengan niat ikhlas mencari keridhaan Allah, maka Allah memberikan kepadanya pahala yang besar.

[15] Yakni yang mengerjakan amal itu dan amal lainnya karena mencari keridhaan Allah.

[16] Karena akan memperoleh pahala Allah dan akan selamat dari siksa-Nya.

[17] Setelah Allah menyebutkan amal yang maksudnya mencari keridhaan Allah, seperti infak, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan amal yang maksudnya adalah untuk memperoleh keuntungan duniawi.

[18] Yakni ketika kamu memberikan harta dengan maksud agar orang yang kamu beri harta itu menggantikan dengan yang lebih banyak dari yang kamu berikan, maka balasannya tidaklah berkembang di sisi Allah, karena hilangnya syarat untuk diterima, yaitu ikhlas. Amal yang maksudnya memperoleh keuntungan duniawi, seperti agar kedudukannya tinggi, atau karena riya’ kepada manusia, maka semua itu tidaklah bertambah di hadapan Allah.

[19] Atau sedekah.

[20] Pahala mereka dilipatgandakan, infak mereka bertambah di sisi Allah, dan Allah akan mengembangkannya untuk mereka sehingga menjadi jumlah yang sangat banyak.

[21] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan, bahwa Dia sendiri yang menciptakan, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan, dan tidak ada satu pun sesembahan kaum musyrik (seperti patung dan berhala) yang ikut serta dalam hal itu. Oleh karena itu, mengapa mereka menyekutukan sesuatu yang tidak berkuasa apa-apa dengan Allah yang mengurus semua itu (mencipta, memberi rezeki, menghidupkan dan mematikan) sendiri. Maka Mahasuci Allah dan Mahatinggi Dia dari syrik mereka, dan hal itu tidaklah merugikan-Nya, Karena akibat perbuatan mereka itu kembalinya kepada mereka.

[22] Jelas tidak ada.

[23] Yakni telah tampak kerusakan di darat dan lautan, seperti rusaknya penghidupan mereka, turunnya musibah, dan turunnya penyakit yang menimpa diri mereka, dan lain-lain disebabkan perbuatan buruk (maksiat) yang mereka lakukan.

[24] Yakni agar mereka mengetahui bahwa Allah memberikan balasan terhadap amal, Dia menyegerakan sebagiannya sebagai contoh pembalan terhadap amal.

[25] Maka Mahasuci Allah yang mengaruniakan nikmat dengan musibah dan memberikan sebagian hukuman agar manusia kembali sadar, sekiranya Allah menimpakan hukuman kepada mereka terhadap semua perbuatan buruk mereka, niscaya tidak ada satu pun makhluk yang tinggal di bumi.

[26] Dengan badan dan hatimu untuk memperhatikan akibat yang menimpa orang-orang terdahulu, engkau akan mendapati mereka memperoleh kesudahan yang paling buruk dan tempat kembali mereka adalah tempat yang paling buruk. Mereka dibinasakan oleh azab yang menghabiskan mereka, mendapatkan celaan, dan laknat dari makhluk Allah, serta memperoleh kehinaan yang terus-menerus. Oleh karena itu, berhati-hatilah jangan sampai melakukan perbuatan yang sama dengan mereka, sehingga kamu ditimpa azab seperti mereka, karena keadilan Allah dan hikmah-Nya berlaku di setiap zaman dan setiap tempat.

[27] Mereka dibinasakan karena perbuatan syirknya.

[28] Yakni hadapkanlah hatimu, wajahmu dan badanmu untuk menegakkan agama yang lurus (Islam), mengerjakan perintahnya dan menjauhi larangannya dengan sungguh-sungguh, serta kerjakanlah kewajibanmu baik ibadah yang tampak maupun yang tersembunyi, dan manfaatkanlah segera waktu luangmu, hidupmu dan masa mudamu.

[29] Hari Kiamat apabila sudah datang tidak mungkin ditolak, dan ketika itu tidak ada lagi kesempatan untuk beramal, yang ada adalah pembalasan terhadap amal.

[30] Yakni mereka terpisah-pisah setelah dihisab, sebagian mereka masuk ke surga dan sebagian lagi masuk ke neraka.

[31] Baik terkait dengan hak Allah maupun hak hamba, demikian pula yang wajib maupun yang sunat.

[32] Di samping itu, mereka tidak diberi balasan hanya sebatas yang mereka kerjakan, bahkan Allah akan menambahkan lagi dari karunia-Nya dan kepemurahan-Nya yang tidak dicapai oleh amal mereka. Hal itu, karena Allah mencintai mereka, dan apabila Dia mencintai seorang hamba, maka Dia melimpahkan ihsan dan pemberian yang membanggakan, serta memberikan nikmat yang banyak, baik nikmat zahir (lahir) maupun batin. Berbeda dengan orang kafir, maka Allah membenci dan murka kepada mereka, Dia akan menghukum dan mengazab mereka. Oleh karena itu pada lanjutan ayatnya, Allah berfirman, “Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang ingkar (kafir).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *