Tafsir Al Kautsar

By | Maret 15, 2013

Surah Al Kautsar (Nikmat Yang Banyak)

Surah ke-108. 3 ayat. Makkiyyah[1]

  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-3: Karunia yang besar dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada Nabi-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, shalat dan berkurban merupakan tanda syukur kepada nikmat Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ (١)فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ (٢)إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأبْتَرُ (٣)

1. Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak[2].  

2. [3]Maka laksanakanlah shalat[4] karena Tuhanmu, dan berkurbanlah[5].

3. Sungguh, orang-orang yang membencimu[6] dialah yang terputus[7] (dari rahmat Allah).


[1] Sebagian besar para qari’ berpendapat bahwa surah ini Madaniyyah. Salah satu alasannya adalah hadits tentang Al Kautsar yang akan disebutkan sebentar lagi.

[2] Seperti kenabian, Al Qur’an, syafaat, dsb. Al Kautsar juga berarti sungai di surga yang dijanjikan Allah Subhaanahu wa Ta’aala untuk Beliau. Syaikh As Sa’diy berkata, “Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman kepada Nabi-Nya memberikan nikmat kepadanya, “Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) nikmat yang banyak.” Yakni kebaikan yang banyak dan karunia yang melimpah yang di antaranya adalah apa yang Allah berikan kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam pada hari Kiamat berupa sungai yang disebut dengan Al Kautsar, dan telaga yang panjangnya selama sebulan, lebarnya selama sebulan, airnya lebih putih daripada susu, lebih manis daripada madu, bejananya seperti bintang-bintang di langit karena banyak dan bersinarnya. Barang siapa yang meminumnya, maka dia tidak akan haus setelahnya selama-lamanya.”

Imam Muslim meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Anas bin Malik ia berkata:

بَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم ذَاتَ يَوْمٍ بَيْنَ أَظْهُرِنَا إِذْ أَغْفَى إِغْفَاءَةً ثُمَّ رَفَعَ رَأْسَهُ مُتَبَسِّمًا فَقُلْنَا مَا أَضْحَكَكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ « أُنْزِلَتْ عَلَىَّ آنِفًا سُورَةٌ » . فَقَرَأَ « بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ ( إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ * فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ * إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الأَبْتَرُ ) » . ثُمَّ قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْكَوْثَرُ » . فَقُلْنَا اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ . قَالَ « فَإِنَّهُ نَهْرٌ وَعَدَنِيهِ رَبِّى عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْهِ خَيْرٌ كَثِيرٌ هُوَ حَوْضٌ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ آنِيَتُهُ عَدَدُ النُّجُومِ فَيُخْتَلَجُ الْعَبْدُ مِنْهُمْ فَأَقُولُ رَبِّ إِنَّهُ مِنْ أُمَّتِى . فَيَقُولُ مَا تَدْرِى مَا أَحْدَثَتْ بَعْدَكَ » . زَادَ ابْنُ حُجْرٍ فِى حَدِيثِهِ بَيْنَ أَظْهُرِنَا فِى الْمَسْجِدِ .

“Suatu hari ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berada di antara kami, tiba-tiba Beliau tertidur sejenak, lalu Beliau mengangkat kepalanya sambil tersenyum. Maka kami berkata, “Apa yang membuatmu tersenyum wahai Rasulullah?” Beliau bersabda, “Baru saja diturunkan kepadaku satu surah.” Beliau pun membacakan surah itu, Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.– Sungguh, Kami telah memberimu (Muhammad) Al Kautsar– Maka laksanakanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah– Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus (dari rahmat Allah).” (Terj. Al Kautsar: 1-3) Kemudian Beliau bersabda, “Tahukah kamu apa Al Kautsar?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Sesungguhnya ia adalah sungai yang dijanjikan Tuhanku ‘Azza wa Jalla kepadaku, di atasnya terdapat kebaikan yang banyak; yaitu telaga yang akan didatangi umatku pada hari Kiamat, bejananya sejumlah bintang (di langit), lalu ada seorang hamba yang ditarik darinya, maka aku pun berkata, “Yaa Rabbi, sesunggunya ia termasuk umatku.” Allah berfirman, “Engkau tidak mengetahui apa yang mereka ada-adakan setelahmu.” Ibnu Hujr –salah seorang rawi- menambahkan dalam haditsnya, “(Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam) berada di antara kami di masjid.” (Hadits ini diriwayatkan pula oleh Abu Dawud dan Nasa’i)

[3] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan nikmat-Nya, maka Alah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan Beliau untuk mensyukurinya dengan firman-Nya di atas.

[4] Ada yang menafsirkan dengan shalat ‘Idul Adh-ha.

[5] Yang dimaksud berkurban di sini ialah menyembelih hewan Qurban dan mensyukuri nikmat Allah. Disebutkan secara khusus shalat dan kurban karena keduanya termasuk ibadah yang paling utama dan pendekatan diri yang paling mulia. Di samping itu, karena dalam shalat terdapat ketundukan hati dan anggota badan kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan mengalihkannya kepada ibadah-ibadah lainnya, sedangkan dalam shalat terdapat pendekatan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala dengan hewan kurban yang terbaik miliknya dan mengeluarkan harta yang dicintainya.

[6] Termasuk pula yang mencelamu dan merendahkanmu.

[7] Yakni terputus dari semua kebaikan, terputus namanya atau terputus keturunannya. Adapun Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka Beliau adalah seorang yang sempurna; yang memimiliki kesempurnaan yang mungkin pada makhluk berupa nama yang tinggi, banyak pembela dan pengikut.

Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, ayat ini turun berkenaan dengan ‘Aash bin Wa’il yang menyebut Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai abtar (yang terputus keturunannya) ketika wafat putera Beliau, yaitu Al Qaasim, wallahu a’lam.

Ibnu Katsir berkata: Al Bazzar berkata: Telah menceritakan kepada kami Ziyad bin Yahya Al Hassaaniy, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‘Addiy dari Dawud dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ka’ab bin Al Asyraf pernah datang ke Mekah, lalu orang-orang Quraisy berkata kepadanya, “Engkau adalah tokoh mereka, tidakkah engkau melihat kepada laki-laki hina ini yang terputus (keturunannya) dari kalangan kaumnya, ia mengatakan bahwa dirinya lebih baik daripada kita, padahal kita adalah orang-orang yang melakukan haji, para pelayan (Ka’bah) dan para pemberi minum (jamaah haji).” Maka Ka’ab berkata, “Kamu lebih baik darinya.” Maka turunlah ayat, Sungguh, orang-orang yang membencimu dialah yang terputus.” (HR. Al Bazzar dan isnadnya adalah shahih. Hadits ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir (30/330) dari jalan gurunya Muhammad bin Basysyar, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abi ‘Addiy, dst. Dan di sana ditambahkan, “Dan diturunkanlah kepada Beliau, “Alam tara ilalladziina uutuu nashiibam minal kitaab Sampai firman Allah Ta’ala, “nashiiraa.” (An Nisaa’: 51-52) Namun yang rajih menurut Syaikh Muqbil, bahwa hadits tersebut adalah mursal (Lihat Ash Shahiihul Musnad hal. 271).

Selesai tafsir surah Al Kautsar dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *