Tafsir Al Kahfi Ayat 99-110

By | Maret 21, 2013

Ayat 99-108: Peristiwa yang akan disaksikan pada hari Kiamat, ancaman azab dan kerugian bagi orang-orang kafir, dan batalnya amal jika pelakunya tidak di atas keimanan.

وَتَرَكْنَا بَعْضَهُمْ يَوْمَئِذٍ يَمُوجُ فِي بَعْضٍ وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَجَمَعْنَاهُمْ جَمْعًا (٩٩) وَعَرَضْنَا جَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لِلْكَافِرِينَ عَرْضًا (١٠٠) الَّذِينَ كَانَتْ أَعْيُنُهُمْ فِي غِطَاءٍ عَنْ ذِكْرِي وَكَانُوا لا يَسْتَطِيعُونَ سَمْعًا      (١٠١) أَفَحَسِبَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنْ يَتَّخِذُوا عِبَادِي مِنْ دُونِي أَوْلِيَاءَ إِنَّا أَعْتَدْنَا جَهَنَّمَ لِلْكَافِرِينَ نُزُلا (١٠٢) قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأخْسَرِينَ أَعْمَالا (١٠٣) الَّذِينَ ضَلَّ سَعْيُهُمْ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا (١٠٤) أُولَئِكَ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ وَلِقَائِهِ فَحَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فَلا نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا  (١٠٥) ذَلِكَ جَزَاؤُهُمْ جَهَنَّمُ بِمَا كَفَرُوا وَاتَّخَذُوا آيَاتِي وَرُسُلِي هُزُوًا (١٠٦) إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ كَانَتْ لَهُمْ جَنَّاتُ الْفِرْدَوْسِ نُزُلا (١٠٧)خَالِدِينَ فِيهَا لا يَبْغُونَ عَنْهَا حِوَلا (١٠٨)

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 99-108

99. Dan pada hari itu[1] Kami biarkan mereka (Ya’juj dan Ma’juj) berbaur antara satu dengan yang lain[2], dan (apabila) sangkakala ditiup (lagi)[3], akan Kami kumpulkan mereka semuanya,

100. dan Kami perlihatkan (neraka) Jahanam dengan jelas pada hari itu[4] kepada orang kafir,

101. (yaitu) orang yang mata(hati)nya dalam keadaan tertutup (tidak mampu) dari memperhatikan tanda-tanda kebesaran-Ku[5], dan mereka tidak sanggup mendengar[6].

102. Maka apakah orang kafir menyangka bahwa mereka (dapat) mengambil hamba-hamba-Ku[7] menjadi penolong[8] selain Aku[9]? Sungguh, Kami telah menyediakan (neraka) Jahanam sebagai tempat tinggal bagi orang-orang kafir.

103. Katakanlah (Muhammad), “Apakah perlu Kami beritahukan kepadamu tentang orang yang paling rugi perbuatannya?”  

104. (yaitu) orang yang sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia, sedangkan mereka mengira telah berbuat sebaik-baiknya.

 

105. Mereka itu adalah orang yang mengingkari ayat-ayat Tuhan mereka[10] dan (tidak percaya) terhadap pertemuan dengan-Nya[11]. Maka sia-sia amal mereka, dan Kami tidak memberikan penimbangan terhadap (amal) mereka pada hari kiamat[12].

106. Demikianlah[13], balasan mereka itu neraka Jahanam, karena kekafiran mereka, dan karena mereka menjadikan ayat-ayat-Ku dan rasul-rasul-Ku sebagai bahan olok-olok.

107. Sungguh, orang yang beriman[14] dan beramal saleh[15], untuk mereka disediakan surga Firdaus sebagai tempat tinggal[16],

108. mereka kekal di dalamnya, mereka tidak ingin pindah dari sana[17].

Ayat 109-110: Ilmu Allah tidak terbatas, dan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah seorang manusia yang menjadi Rasul dengan mendapatkan wahyu dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala; Beliau tidaklah mengetahui yang gaib.

قُلْ لَوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِكَلِمَاتِ رَبِّي لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ أَنْ تَنْفَدَ كَلِمَاتُ رَبِّي وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهِ مَدَدًا (١٠٩) قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا (١١٠

Terjemah Surat Al Kahfi Ayat 109-110

109. Katakanlah (Muhammad)[18], “Seandainya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, maka pasti habislah lautan itu sebelum selesai (penulisan) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula)[19].”

110. Katakanlah (Muhammad), “Sesungguhnya aku ini hanya seorang manusia seperti kamu[20], yang telah menerima wahyu[21], bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Maha Esa.” Maka barang siapa mengharap pertemuan dengan Tuhannya[22], maka hendaklah dia mengerjakan amal yang saleh[23] dan janganlah dia mempersekutukan dengan sesuatu pun dalam beribadah kepada Tuhannya[24].”


[1] Yakni pada hari keluarnya.

[2] Ada pula yang menafsirkan, bahwa pada hari kiamat semua makhluk berbaur dengan yang lain.

[3] Maksudnya, tiupan yang kedua yaitu tiupan tanda kebangkitan dari kubur dan pengumpulan manusia ke padang Mahsyar, sedangkan tiupan yang pertama adalah tiupan kehancuran alam semesta ini.

[4] Pada hari makhluk dikumpulkan di padang mahsyar.

[5] Ada yang menafsirkan, dari Al Qur’an.

[6] Mereka tidak sanggup mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apa yang Beliau bacakan karena benci kepada Beliau. Hal itu, karena orang yang benci tidak sanggup mendengarkan kata-kata orang yang dibencinya.

[7] Seperti malaikat, Nabi ‘Isa dan ‘Uzair.

[8] Yang menyelamatkan mereka dari azab Allah dan memberikan pahala-Nya.

[9] Maksud ayat ini adalah, apakah mereka mengira bahwa mengambil penolong atau tuhan selain Allah tidak membuat-Nya murka dan tidak akan dihukum oleh-Nya? Bahkan tidak demikian. Bisa juga maksudnya, apakah orang-orang kafir yang menentang para rasul mengira bahwa selain Allah ada yang bisa menolong mereka dan memberikan manfaat serta menghindarkan bahaya? Hal ini merupakan persangkaan yang batil, karena semua makhluk bukan di tangan mereka memberikan manfaat dan menimpakan madharrat (bahaya). Oleh karena itu, orang yang mencari penolong selain-Nya sungguh tersesat, kecewa dan rugi serta tidak mampu mencapaikan sebagian maksudnya.

[10] Yakni dalil-dalil tentang keesaan-Nya baik dari Al Qur’an maupun lainnya.

[11] Maksudnya, tidak beriman kepada kebangkitan di hari kiamat, hisab dan pembalasan.

[12] Yakni tidak ada beratnya sama sekali karena kosong dari kebaikan. Akan tetapi amal mereka tetap dihitung dan dijumlahkan, lalu dibuat mereka mengakuinya, kemudian mereka dipermalukan di hadapan banyak makhluk lalu diazab.

[13] Yakni perkara yang telah disebutkan tentang hapusnya amal mereka.

[14] Dengan hatinya.

[15] Dengan anggota badannya.

[16] Mereka ini –meskipun tingkatan imannya berbeda-beda- akan mendapatkan surga-surga Firdaus. Maksud surga-surga Firdaus bisa bagian atas surga dan tengahnya, dan bagian yang utamanya. Balasan ini diperuntukkan bagi orang yang menyempurnakan iman dan amal saleh, yaitu para nabi dan orang-orang yang didekatkan. Bisa juga maksudnya, semua tempat-tempat di surga. Oleh karena itu, balasan ini diperuntukkan kepada semua orang yang beriman meskipun berbeda-beda tingkatannya, baik orang-orang yang didekatkan, orang-orang yang berbakti, dan orang-orang yang pertengahan; masing-masing sesuai keadaannya. Makna seperti ini nampaknya lebih utama dipegang karena keumumannya, dan karena kata “jannah” (surga) disebutkan dengan bentuk jama’ (banyak). Di samping itu, kata firdaus biasa dipakai untuk kebun yang penuh dengan buah anggur atau pohon-pohon yang lebat, dan hal ini ada pada semua surga. Oleh karena itu, surga Firdaus merupakan jamuan untuk orang-orang yang beriman dan beramal saleh. Jamuan apakah yang lebih besar daripadanya, di mana jamuan tersebut penuh dengan kenikmatan, baik bagi hati, ruh maupun badan, di dalamnya terdapat apa saja yang disenangi jiwa dan dinikmati oleh mata seperti tempat-tempat yang indah, kebun-kebun yang segar, pohon-pohon yang berbuah, burung-burung yang berkicau, makanan yang lezat, minuman yang enak, wanita yang cantik, pemandangan yang menarik, pelayanan dari anak-anak yang tetap muda, sungai-sungai yang mengalir, kenikmatan yang kekal, dan yang lebih tinggi, lebih utama dan lebih besar dari itu adalah kenikmatan dekat dengan Ar Rahman, mendapatkan ridha-Nya, melihat wajah-Nya, dan mendengarkan firman-Nya. Jika sekiranya manusia mengetahui sebagian nikmat itu dengan pengetahuan yang hakiki, tentu hati mereka akan melayang kepadanya karena merindukannya, dan mereka tidak lagi mengutamakan dunia yang fana, dan tidak akan menyia-nyiakan waktu yang ada, bahkan akan mengisinya dengan amal yang dapat memasukkan dirinya ke surga, akan tetapi kelalaian yang memenuhi dirinya, iman yang lemah, ilmu yang kurang dan keinginan yang lemah, sehingga terjadilah apa yang terjadi, wa laa haula wa laa quwwata illa billah.

[17] Yang demikian karena mereka tidak melihat di surga selain yang menyenangkan mereka dan mereka tidak melihat kenikmatan yang lebih daripada itu.

[18] Kepada mereka tentang keagungan Allah, keluasan sifat-Nya dan bahwa manusia tidak mampu mencapainya.

[19] Dalam ayat lain disebutkan, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Terj. Luqman: 27) ayat di atas termasuk pendekatakan makna agar lebih mudah dicerna, karena semua yang disebutkan itu makhluk, sedangkan makhluk ada habisnya, adapun firman Allah, maka termasuk sifat-Nya, sedangkan sifat-Nya bukan makhluk dan tidak ada batasnya. Keluasan dan kebesaran apa saja yang dibayangkan hati, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala lebih dari itu, demikian pula semua sifat Allah Ta’ala, seperti ilmu-Nya, hikmah-Nya, qudrat(kekuasaan)-Nya dan rahmat-Nya. Oleh karena itu, jika pengetahuan makhluk terdahulu maupun yang datang kemudian dikumpulkan, baik yang terdiri dari penghuni langit maupun penghuni bumi, tentu jika dihubungkan kepada ilmu Allah, maka lebih kecil daripada air yang diteguk oleh seekor burung dengan paruhnya ke tengah-tengah lautan. Yang demikian adalah karena Allah Subhaanahu wa Ta’aala memiliki sifat-sifat yang agung lagi luas, dan bahwa kepada-Nya kembali semua kesudahan.

[20] Yakni aku bukanlah tuhan, dan tidak bersekutu dalam kerajaan-Nya, aku tidak mengetahui yang gaib dan tidak ada pada sisi-Ku perbendaharaan-perbendaharaan Allah. Inilah makna Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai hamba Allah..

[21] Yakni aku dilebihkan di atas kamu dengan memperoleh wahyu, yang isinya bahwa Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, di mana tidak ada yang berhak disembah dan ditujukan berbagai ibadah kecuali Dia, tidak ada sekutu bagi-Nya.

[22] Aku mengajak kamu untuk mengerjakan amal yang dapat mendekatkan dirimu kepada-Nya, mendapatkan pahala-Nya dan dijauhkan dari siksa-Nya, yaitu dengan mengerjakan amal saleh dan tidak berbuat syirk di dalamnya.

[23] Yaitu amal yang sesuai syari’at, baik yang wajib maupun yang sunat.

[24] Seperti berbuat riya. Ayat ini menerangkan syarat diterimanya amal, yaitu ikhlas karena Allah dan mutaba’ah (sesuai dengan sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam). Keduanya ibarat sayap burung, jika salah satunya tidak ada, maka burung tidak dapat terbang. Orang yang ikhlas dan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam amalnya, itulah yang memperoleh apa yang dia harapkan dan yang dia minta. Sedangkan selainnya, maka dia akan rugi di dunia dan akhirat, tidak memperoleh kedekatan dengan Tuhannya dan tidak mendapat ridha-Nya.

Selesai tafsir surah Al Kahfi dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, dan segala puji bagi Allah di awal dan di akhir.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *