Tafsir Al Fajr

By | Maret 15, 2013

Surah Al Fajr (Waktu Fajar)

Surah ke-89. 30 ayat. Makkiyyah

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-14: Kisah sebagian umat yang mendustakan para rasul Allah dan azab yang menimpa mereka, dan di sana terdapat isyarat bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pasti binasa seperti umat-umat dahulu yang menentang Rasul-Nya.

وَالْفَجْرِ (١) وَلَيَالٍ عَشْرٍ (٢)وَالشَّفْعِ وَالْوَتْرِ (٣)وَاللَّيْلِ إِذَا يَسْرِ (٤)هَلْ فِي ذَلِكَ قَسَمٌ لِذِي حِجْرٍ (٥) أَلَمْ تَرَ كَيْفَ فَعَلَ رَبُّكَ بِعَادٍ (٦)إِرَمَ ذَاتِ الْعِمَادِ (٧) الَّتِي لَمْ يُخْلَقْ مِثْلُهَا فِي الْبِلادِ (٨) وَثَمُودَ الَّذِينَ جَابُوا الصَّخْرَ بِالْوَادِ (٩) وَفِرْعَوْنَ ذِي الأوْتَادِ (١٠) الَّذِينَ طَغَوْا فِي الْبِلادِ (١١) فَأَكْثَرُوا فِيهَا الْفَسَادَ (١٢) فَصَبَّ عَلَيْهِمْ رَبُّكَ سَوْطَ عَذَابٍ (١٣) إِنَّ رَبَّكَ لَبِالْمِرْصَادِ (١٤

Terjemah Surat Al Fajr Ayat 1-14

1. Demi fajar,

2. demi malam yang sepuluh,

3. demi yang genap dan yang ganjil,

4. demi malam apabila berlalu[1].

5. Adakah pada yang demikian itu terdapat sumpah (yang dapat diterima) bagi orang-orang yang berakal[2].

6. Tidakkah engkau (Muhammad) memperhatikan[3] bagaimana Tuhanmu berbuat terhadap (kaum) ‘Aad?

7. (yaitu) penduduk Iram[4] yang mempunyai bangunan-bangunan yang tinggi,

8. yang belum pernah dibangun (suatu kota) seperti itu, di negeri-negeri lain,

9. dan (terhadap) kaum Tsamud yang memotong batu-batu besar di lembah[5],

10. dan (terhadap kaum) Fir’aun yang mempunyai pasak-pasak (bangunan yang besar)[6],

 

11. yang berbuat sewenang-wenang dalam negeri[7],

12. lalu mereka banyak berbuat kerusakan dalam negeri itu[8],

13. Karena itu Tuhanmu menimpakan cemeti azab kepada mereka,

14. Sesungguh, Tuhanmu benar-benar mengawasi[9].

Ayat 15-20: Kekayaan dan kemiskinan adalah ujian dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada hamba-hamba-Nya.

فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ     (١٥) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (١٦) كَلا بَل لا تُكْرِمُونَ الْيَتِيمَ (١٧) وَلا تَحَاضُّونَ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِينِ (١٨) وَتَأْكُلُونَ التُّرَاثَ أَكْلا لَمًّا (١٩) وَتُحِبُّونَ الْمَالَ حُبًّا جَمًّا (٢٠

Terjemah Surat Al Fajr Ayat 15-20

15. [10]Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku”.

16. Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinakanku.”

17. Sekali-kali tidak![11] Bahkan kamu tidak memuliakan anak yatim[12],

18. dan kamu tidak saling mengajak[13] memberi makan orang miskin[14],

19. sedangkan kamu memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan (yang halal dan yang haram)[15],

20. dan kamu mencintai harta dengan kecintaan yang berlebihan.

Ayat 21-30: Kedahsyatan hari Kiamat, terbaginya manusia menjagi dua golongan; golongan yang berbahagia dan golongan yang celaka, dan penyesalan manusia yang tenggelam dalam kehidupan duniawi sampai tidak sempat beramal untuk akhirat serta penghargaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada manusia yang sempurna imannya.

كَلا إِذَا دُكَّتِ الأرْضُ دَكًّا دَكًّا (٢١) وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا (٢٢) وَجِيءَ يَوْمَئِذٍ بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ يَتَذَكَّرُ الإنْسَانُ وَأَنَّى لَهُ الذِّكْرَى (٢٣) يَقُولُ يَا لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي (٢٤) فَيَوْمَئِذٍ لا يُعَذِّبُ عَذَابَهُ أَحَدٌ (٢٥) وَلا يُوثِقُ وَثَاقَهُ أَحَدٌ (٢٦) يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧) ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَرْضِيَّةً (٢٨) فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (٢٩) وَادْخُلِي جَنَّتِي (٣٠

Terjemah Surat Al Fajr Ayat 21-30

21. Sekali-kali tidak![16] Apabila bumi diguncangkan berturut-turut[17],

22. dan datanglah Tuhanmu; dan malaikat berbaris-baris[18],

23. dan pada hari itu diperlihatkan neraka Jahanam[19]; pada hari itu sadarlah manusia, tetapi tidak berguna lagi baginya kesadaran itu.

24. Dia berkata, “Alangkah baiknya sekiranya dahulu aku mengerjakan (kebajikan) untuk hidupku ini[20].”

25. Maka pada hari itu tidak ada seorang pun yang mengazab seperti azab-Nya (yang adil)[21],

26. dan tidak ada seorang pun yang mengikat seperti ikatan-Nya[22].

27. Wahai jiwa yang tenang[23]!

28. Kembalilah kepada Tuhanmu[24] dengan hati yang ridha[25] dan diridhai-Nya.

29. Maka masuklah ke dalam golongan hamba-hamba-Ku,

30. dan masuklah ke dalam surga-Ku[26].


[1] Dengan membawa kegelapannya kepada hamba-hamba-Nya, sehingga mereka dapat beristirahat sebagai rahmat Allah Ta’ala dan hikmah-Nya.

Jawab atau isi sumpahnya menurut penyusun tafsir Al Jalaalain adalah, bahwa kamu wahai orang-orang kafir akan diazab. Tampaknya, penyusun tafsir Al Jalaalain melihat beberapa ayat setelahnya yang menerangkan tentang kebinasaan orang-orang kafir. Menurut Syaikh As Sa’diy, bahwa yang dipakai sumpah dengan isi sumpahnya adalah adalah sama. Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan fajar yang merupakan penutup malam dan permulaan siang karena pada pergantian malam dengan siang terdapat ayat-ayat yang menunjukkan sempurnanya kekuasaan Allah Ta’ala, dan bahwa Dia saja yang sendiri mengatur semua urusan, dimana tidak ada yang pantas ditujukan ibadah kecuali kepada-Nya. Di samping itu, pada waktu fajar terdapat shalat yang utama dan mulia sehingga sangat tepat jika Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengannya. Oleh karena itulah, setelahnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengan malam yang sepuluh, yaitu malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan menurut pendapat yang shahih, atau malam sepuluh pertama bulan Dzulhijjah, karena malam-malam tersebut adalah malam yang mulia yang banyak dilakukan ibadah tidak seperti pada malam-malam yang lain. Selain itu, pada malam yang sepuluh akhir bulan Ramadhan terdapat Lailatulqadr yang lebih baik dari seribu bulan, sedangkan di siangnya terdapat puasa Ramadhan yang merupakan salah satu rukun Islam. Sedangkan pada siang hari dari sepuluh Dzulhijjah terdapat wuquf di ‘Arafah (9 Dzulhijjah), dimana pada hari itu Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengampuni hamba-hamba-Nya dengan ampunan yang membuat setan bersedih, bahkan setan tidak pernah terlihat lebih hina dan lebih rendah daripada hari ‘Arafah karena mereka melihat para malaikat dan rahmat turun dari Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada hamba-hamba-Nya, dan karena pada hari-hari itu terdapat amalan haji dan umrah. Dengan demikian, semua itu merupakan perkara yang agung dan pantas jika Allah Subhaanahu wa Ta’aala bersumpah dengannya.

Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan lebih utama daripada malam 10 hari pertama bulan Dzulhijjah, sedangkan siang hari 10 pertama bulan Dzulhijjah lebih utama dari siang hari sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Dengan perincian ini kesamaran akan hilang. Yang menunjukkan demikian adalah karena malam 10 terakhir bulan Ramadhan memiliki kelebihan dengan lailatul qadrnya, di mana hal itu terjadi di malam hari, sedangkan 10 hari pertama bulan Dzulhijjah memiliki kelebihan di siang harinya, karena terdapat hari nahr, hari ‘Arafah dan hari tarwiyah (8 Dzulhijjah).”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ أَيَّامٍ الْعَمَلُ الصَّالِحُ فِيْهَا أَحَبُّ إِلىَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ – يَعْنِي أَيَّامَ الْعَشْرِ – قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ ؟ قَالَ “وَلاَ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ إِلاَّ رَجُلٌ خَرَجَ بِنَفْسِهِ وَمَالِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْجِعْ مِنْ ذَلِكَ بِشَيْءٍ

“Tidak ada hari di mana amal saleh pada hari itu lebih dicintai Allah ‘Azza wa Jalla daripada hari-hari ini –yakni sepuluh hari (pertama bulan Dzulhijjah)- para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, tidak juga jihad fii sabiilillah?” Beliau menjawab, “Tidak juga jihad fii sabiilillah, kecuali orang yang keluar (berjihad) dengan jiwa-raga dan hartanya, kemudian tidak bersisa lagi.” (HR. Bukhari)

[2] Ya, pada sebagainnya saja sudah cukup bagi yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.

[3] Dengan hati dan penglihatanmu.

[4] Iram ialah ibukota kaum ‘Aad.

[5] Lembah ini terletak di bagian utara Jazirah Arab antara kota Madinah dan Syam. Mereka memotong-motong batu gunung untuk membangun gedung-gedung tempat tinggal mereka dan ada pula yang melubangi gunung-gunung untuk tempat tinggal mereka dan tempat berlindung.

[6] Ada yang menafsirkan ‘pasak-pasak’ di sini dengan tentara-tentara yang mengokohkan kerajaannya.

[7] Sifat ini tertuju kepada kaum ‘Aad, Tsamud, Fir’aun dan orang-orang yang mengikuti mereka, karena mereka berbuat sewenang-wenang di negeri Allah dan menganggu hamba-hamba Allah baik agama mereka maupun dunia mereka.

[8] Yaitu melakukan kekafiran dengan segala macam cabang-cabangnya yang terdiri dari berbagai macam kemaksiatan, memerangi para rasul, menghalangi manusia dari jalan Allah dan lain-lain. Ketika mereka telah melampaui batas bertindak demikian, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengazab mereka sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[9] Dia mengawasi orang yang mendurhakai-Nya, Dia memberinya tangguh dan selanjutnya menghukumnya dengan hukuman dari Yang memiliki keperkasaan dan kekuasaan.

[10] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan tentang tabiat manusia dari sisi kemanusiaannya, yaitu bahwa ia (manusia itu) jahil (tidak tahu) dan zalim; ia tidak mengetahui akibat dari sesuatu. Ia mengira, bahwa keadaannya itu akan tetap langgeng dan tidak akan berubah, dan mengira bahwa nikmat yang diberikan Allah kepadanya menunjukkan kemuliaannya di sisi-Nya dan dekat dengan-Nya. Sebaliknya, ketika ia dibatasi rezekinya, menurutnya berarti Allah menghinakannya. Maka pada ayat selanjutnya (ayat ke-17) Allah Subhaanahu wa Ta’aala membantah persangkaan tersebut. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyalahkan orang-orang yang mengatakan bahwa kekayaan itu adalah suatu kemuliaan dan kemiskinan adalah suatu kehinaan seperti yang tersebut pada ayat 15 dan 16, padahal sebenarnya kekayaan dan kemiskinan adalah ujian dari Allah kepada hamba-hamba-Nya. Demikian pula bahwa kemuliaan dan kemiskinan bukanlah tergantung pada kaya atau miskin, bahkan tergantung pada taat (takwa) atau tidaknya seseorang, namun kebanyakan manusia tidak mengerti.

[11] Yakni tidak setiap orang yang diberi Allah nikmat berarti mulia di hadapan-Nya, dan tidak setiap orang yang dibatasi rezekinya berarti hina di hadapan-Nya. Bahkan sesungguhnya kaya dan miskin merupakan ujian dari Allah kepada hamba-hamba-Nya agar Dia melihat siap yang bersyukur kepada-Nya ketika mendapatkan nikmat, dan siapa yang bersabar ketika disempitkan rezekinya sehingga Allah akan memberinya pahala yang besar, atau bahkan ia mendapatkan azab karena tidak bersyukur atas nikmat itu dan tidak bersabar ketika disempitkan rezekinya. Di samping itu pula, sibuknya seorang hamba memikirkan kesenangan dirinya saja dan tidak peduli dengan keadaan orang lain yang membutuhkan merupakan perkara yang dicela Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebagaimana firman Allah Ta’ala pada lanjutan ayat tersebut.

[12] Seperti tidak memberikan hak-haknya dan tidak berbuat baik kepadanya, padahal ia telah kehilangan bapaknya. Hal ini menunjukkan hilangnya sifat rahmat (kasih-sayang) dalam hatimu dan tidak suka kepada kebaikan.

[13] Baik diri kamu maupun orang lain.

[14] Karena bakhil kepada harta dan cinta yang berlebihan kepadanya.

[15] Tidak menyisakan sedikit pun darinya.

[16] Yakni tidaklah semua harta yang kamu cintai itu akan kekal, bahkan di hadapanmu ada hari yang agung dan peristiwa yang dahsyat dimana bumi dan gunung diratakan sehingga menjadi rata tanpa ada tempat tinggi dan tanpa ada tempat rendah.

[17] Sehingga semua bangunan di atasnya hancur luluh.

[18] Allah Subhaanahu wa Ta’aala akan datang pada hari Kiamat untuk menyelesaikan permasalahan di antara hamba-hamba-Nya dalam naungan awan, namun kita tidak mengetahui bagaimana datangnya (mengimaninya wajib dan menanyakannya adalah bid’ah), wallahu a’lam. Demikian pula para malaikat dari setiap langit akan datang satu shaf-satu shaf dan mengepung manusia. Berbarisnya mereka ini adalah berbaris dengan sikap tunduk dan merendahkan diri kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala Raja Yang Mahaperkasa.

[19] Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

 يُؤْتَى بِجَهَنَّمَ يَوْمَئِذٍ لَهَا سَبْعُونَ أَلْفَ زِمَامٍ مَعَ كُلِّ زِمَامٍ سَبْعُونَ أَلْفَ مَلَكٍ يَجُرُّونَهَا

“Neraka Jahanam didatangkan pada hari itu dengan keadaannya mempunyai 70.000 kekang (tarikan), masing-masing kekang ditarik oleh tujuh puluh ribu malaikat.” (HR. Muslim)

[20] Dari ayat ini kita mengetahui, bahwa kehidupan yang lebih layak untuk diberikan kerja keras kepadanya adalah kehidupan di akhirat, karena kehidupannya adalah kehidupan yang kekal abadi.

[21] Bagi orang yang meremehkan hari itu dan tidak beramal untuk menghadapinya.

[22] Mereka diikat dengan rantai dan diseret di atas mukanya ke dalam air yang sangat panas kemudian dibakar dalam api (lihat surah Az Zumar: 71-72). Ini adalah balasan bagi orang-orang yang berdosa, adapun orang yang merasa tenang kepada Allah, beriman kepada-Nya dan membenarkan rasul-rasul-Nya, maka akan dikatakan kepadanya, “Wahai jiwa yang tenang!

[23] Yaitu orang mukmin. Ia tenang kepada dzikrullah dan tenang mencintai-Nya.

[24] Yang telah mengurus dan mendidikmu dengan nikmat-Nya serta melimpahkan ihsan-Nya kepadamu sehingga kamu termasuk wali-Nya.

[25] Kepada Allah dan karena pahala yang diberikan-Nya.

[26] Ucapan ini ditujukan kepada ruh orang mukmin pada hari Kiamat dan ditujukan pula kepadanya ketika ia mati.

Selesai tafsir surah Al Fajr dengan pertolongan Allah, taufiq-Nya dan kemudahan-Nya, wal hamdulillahi Rabbil ‘aalamiin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *