Tafsir Al Baqarah Ayat 253-255

By | Januari 9, 2013

Juz 3

Ayat 253-254: Menerangkan perbedaan derajat para rasul, perbedaan sikap manusia kepada para rasul, dan dorongan kepada mereka untuk berinfak

تِلْكَ الرُّسُلُ فَضَّلْنَا بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ مِنْهُمْ مَنْ كَلَّمَ اللَّهُ وَرَفَعَ بَعْضَهُمْ دَرَجَاتٍ وَآتَيْنَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ الْبَيِّنَاتِ وَأَيَّدْنَاهُ بِرُوحِ الْقُدُسِ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِنْ بَعْدِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُمْ مَنْ آمَنَ وَمِنْهُمْ مَنْ كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ (٢٥٣) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِمَّا رَزَقْنَاكُمْ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَ يَوْمٌ لا بَيْعٌ فِيهِ وَلا خُلَّةٌ وَلا شَفَاعَةٌ وَالْكَافِرُونَ هُمُ الظَّالِمُونَ (٢٥٤

Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 253-254

253. Rasul-rasul itu Kami lebihkan sebagian mereka dari sebagian yang lain.[1] Di antara mereka ada yang langsung Allah berfirman dengannya[2] dan sebagian lagi ada yang ditinggikan-Nya beberapa derajat[3]. Dan Kami berikan kepada Isa putera Maryam beberapa mukjizat[4] serta Kami perkuat dia dengan Ruhul Qudus[5]. Kalau Allah menghendaki, niscaya orang-orang setelah mereka tidak berbunuh-bunuhan setelah bukti-bukti sampai kepada mereka. Tetapi mereka berselisih[6], maka ada di antara mereka yang beriman dan ada (pula) yang kafir. Kalau Allah menghendaki, tidaklah mereka berbunuh-bunuhan. Tetapi Allah berbuat menurut kehendak-Nya.

 

254. Wahai orang-orang yang beriman! infakkanlah sebagian dari rizki yang telah Kami berikan kepadamu[7] sebelum datang hari ketika tidak ada lagi jual beli[8], tidak ada lagi persahabatan dan tidak ada lagi syafa’at[9]. Orang-orang kafir itulah orang-orang yang zalim[10].

Ayat 255: Ayat kursi, di sana Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyifati Diri-Nya dengan sifat kesempurnaan dan menyucikan Diri-Nya dari segala sifat kekurangan

 اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ وَلا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ (٢٥٥

Terjemah Surat Al Baqarah Ayat 255 (Ayat Kursi)

255.[11] Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Yang Maha yang hidup, yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya) [12], tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi[13]. Tidak ada yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa izin-Nya[14]. Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka[15], dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki[16]. Kursi-Nya[17] meliputi langit dan bumi. Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Mahatinggi[18] lagi Mahabesar[19].


[1] Seorang hamba di samping wajib mengenal Allah, hendaknya mengenal para rasul-Nya sifat wajib, mustahil dan yang ja’iz (boleh terjadi) pada diri mereka. Untuk mengetahuinya dapat kita peroleh dari dari penjelasan Allah Subhaanahu wa Ta’aala di beberapa ayat tentang sifat mereka. Di antaranya adalah bahwa mereka laki-laki bukan wanita, berasal dari penduduk tersebut, bukan dari pelosok (badui), mereka adalah orang-orang terpilih, Allah menghimpun pada dirinya semua sifat terpuji dan bahwa mereka selamat dari semua yang menodai risalah mereka, seperti dusta, khianat, sifat menyembunyikan dan sifat tercela lainnya. Mereka juga tidak keliru dalam hal risalah dan taklif (pembebanan syari’at), Allah Subhaanahu wa Ta’aala juga mengkhususkan mereka dengan wahyu-Nya. Oleh karena itu, kita wajib beriman dan mentaati mereka. Barang siapa yang tidak beriman kepada mereka, maka dia adalah kafir, mencacati mereka atau memaki meereka pun kafir. Dalil-dalil apa yang disebutkan di sini banyak sekali, dan barang siapa yang mentadabburi Al Qur’an, maka akan semakin jelas lagi.

[2] Seperti Nabi Musa ‘alaihis salam.

[3] Yakni Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan umumnya risalah Beliau, ditutupnya kenabian dengan Beliau, dilebihkan umatnya di atas umat-umat yang lain dll. Bahkan pada diri Beliau berkumpul keistimewaan yang terpisah-pisah pada diri yang lain.

[4] Seperti dapat menyembuhkan seorang yang buta sejak lahir, orang yang terkena penyakit sopak dan menghidupkan orang yang sudah mati. Semua itu dengan izin Allah. Hal tersebut untuk membuktikan kenabiannya, bahwa dia adalah hamba Allah dan rasul-Nya, kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam dan dengan tiupan ruh dari-Nya.

[5] Menurut jumhur musafirin, bahwa Ruhul Qudus itu ialah Malaikat Jibril. Malaikat Jibril berjalan bersama Nabi Isa di mana saja ia berjalan. Ada pula yang mengartikan Ruhul Qudus dengan “iman, keyakinan dan diberi kekuatan untuk menjalankan perintah yang dibebankan kepadanya”.

[6] Di antara mereka ada yang beriman dan ada yang tetap kafir. Akibatnya, terjadilah perpecahan, permusuhan dan peperangan. Meskipun begitu, jika Allah menghendaki tentu tidak akan terjadi saling membunuh.

Dalam ayat di atas terdapat dalil bahwa Allah Subhaanahu wa Ta’aala senantiasa berbuat sesuai yang dikehendaki-Nya dan sesuai hikmah-Nya. Di antara perbuatan-Nya adalah sebagaimana yang diberitakan Allah dan rasul-Nya, seperti: istiwa’ (bersemayam), turun ke langit dunia di sepertiga malam terakhir, berkata dan berbuat. Perbuatan tersebut disebut af’aal ikhtiyariyyah.

[7] Mencakup sedekah wajib (seperti zakat) maupun sedekah sunat agar mereka memiliki simpanan dan pahala yang besar di hari akhirat, hari di mana orang-orang sangat membutuhkan amal shalih meskipun seberat dzarrah (debu).

[8] Di akhirat tidak ada lagi jual beli untuk memperoleh laba atau keuntungan. Seseorang pun tidak dapat menebus dirinya dari azab Allah meskipun dengan mengeluarkan emas sepenuh bumi. Kawan pun tidak dapat memberikan manfaat baik dengan kedudukannya maupun dengan syafa’at (memberikan pertolongan).

[9] Syafa’at adalah usaha perantaraan dalam memberikan suatu manfaat bagi orang lain atau menghindarkan suatu madharat bagi orang lain. Syafa’at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa’at bagi orang-orang kafir.

[10] Pada hari itu kehinaan betul-betul menimpa orang-orang yang zalim, yaitu orang-orang yang tidak menempatkan sesuatu pada tempatnya atau tidak memberikan hak kepada yang memilikinya. Mereka tidak memenuhi hak Allah (untuk diibadati) dan hak hamba-hamba-Nya, berpaling dari yang halal kepada yang haram, dan kezaliman yang paling besar adalah kekafiran kepada Allah, yaitu dengan mengarahkan ibadah kepada selain-Nya, padahal selain Allah tidak memiliki hak diibadati. Oleh karena itulah, orang-orang kafir disebut orang-orang yang zhalim.

[11] Ayat ini merupakan ayat yang paling agung, paling utama dan paling mulia karena mengandung perkara-perkara besar dan sifat-sifat Allah yang mulia. Oleh karena itulah, banyak hadits-hadits yang menganjurkan kita untuk membacanya dan menjadikannya wirid harian yang dibaca di pagi dan sore hari, sebelum tidur dan sehabis shalat lima waktu. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan pada ayat tersebut tentang Diri-nya, bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Dia, karena kesempurnaan-Nya dan kesempurnaan sifat-sifat-Nya serta banyaknya nikmat yang dikaruniakan-Nya. Di samping itu, karena keadaan seorang hamba yang memang berhak menjadi hamba Allah Tuhannya dengan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Semua sesembahan yang disembah selain Allah adalah batil, hal itu karena selain Allah adalah makhluk, memiliki kekurangan, diatur dan bergantung dengan sesuatu sehingga tidak pantas disembah.

[12] Al Hayyu dan Al Qayyum adalah dua nama yang mulia, yang menunjukkan kepada semua Asma’ul Husna baik menunjukkan secara muthabaqah (bersamaan), tadhammun (terkandung di dalamnya) maupun iltizam (menghendaki adanya). Al Hayyu (Maha Hidup) adalah Yang memiliki hidup secara sempurna; menghendaki semua sifat pada zat-Nya seperti sifat mendengar, melihat, mengetahui, berkuasa, dsb. Sedangkan Al Qayyum adalah yang terus menerus mengurus makhluk-Nya. Nama-Nya Al Qayyum menghendaki adanya perbuatan pada Allah Subhaanahu wa Ta’aala sesuai kehendak-Nya, seperti istiwa’ (bersemayam), turun ke langit dunia, berbicara, mencipta, memberi rezeki, mematikan dan menghidupkan serta semua bentuk tadbir (mengurus) lainnya; semua itu termasuk ke dalam sifat qayyumiyyah Allah. Oleh karrena itu, para pentahqiq mengatakan bahwa keduanya adalah Al Ismul A’zham (nama teragung), di mana apabila seseorang berdo’a dengan nama itu akan dikabulkan Allah dan apabila diminta dengan nama itu akan diberikan. Di antara sempurnanya hidup dan qayyumiyyyah (kepengurusan) Allah adalah bahwa Dia tidak mengantuk dan tidak tidur.

[13] Allah-lah pemilik apa saja yang ada di langit dan di bumi, sedangkan selain-Nya milik-Nya. Allah-lah Pencipta, Pemberi rezeki dan Pengatur, sedangkan selain-Nya dicipta, diberi rezeki dan diatur.

[14] Tidak ada seorang yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Syafa’at itu semuanya milik Allah. Akan tetapi, Allah subhaanahu wa Ta’ala apabila hendak merahmati hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya, Dia mengizinkan kepada orang yang hendak dimuliakan-Nya untuk memberi syafa’at, dan yang akan memberi syafa’at tidak memulai memberi syafa’at sebelum mendapat izin-Nya.

[15] Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengetahui segala yang terjadi baik di masa lalu, sekarang dan yang akan datang. Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, baik yang besar maupun yang kecil, secara garis besar maupun secara tafshil (rinci), zhahir maupun batin, yang ghaib maupun yang nampak.

[16] Misalnya melalui berita-berita yang disampaikan oleh para rasul.

[17] Ibnu Abbas mengartikan kursi dengan, “Tempat Allah meletakkan kedua kaki-Nya- dan tidak ada yang mengetahui kaifiyat(bagaimana)nya selain Dia. Hal ini menunjukkan sempurnanya keagungan Allah dan luasnya kekuasaan-Nya; kursi-Nya saja meliputi langit dan bumi. Kursi bukanlah makhluk Allah yang terbesar, bahkan di sana masih ada lagi yang lebih besar, yaitu ‘Arsy, di mana tidak ada yang mengetahui besarnya selain Dia. Jika makhluk-Nya sudah sedemikian besarnya, lalu bagaimana dengan Penciptanya, yaitu Allah, yang menahan langit dan bumi agar tidak lenyap tanpa lelah, Allahu akbar.

[18] Allah Maha Tinggi zat-Nya di atas ‘arsyi-Nya, Maha Tinggi dengan kekuasaan-Nya di atas semua makhluk dan Maha Tinggi kedudukan-Nya karena sempurna sifat-Nya.

[19] Dia Maha Besar, di mana semua pembesar dan raja kecil di hadapan-Nya. Maha Suci Allah yang memiliki keagungan yang besar, keperkasaan dan mampu mengalahkan segala sesuatu.

Ayat kursi ini mengandung beberapa hal, di antaranya:

– Tauhid uluhiyyah (keberhakan Allah untuk diibadati), tauhid rububiyyah (Allah Pengurus alam semesta), dan mengandung tauhid asma’ wa shifat (nama-nama Allah dan sifat-Nya).

– Kerajaan Allah, ilmu-Nya dan kekuasaan-Nya meliputi segala sesuatu.

– Kebesaran, keagungan dan ketinggian-Nya di atas semua makhluk-Nya.

– Mengandung ‘aqidah tentang asma wa shifat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *