Tafsir Saba’ Ayat 1-14

By | April 2, 2013

Surah Saba’

Surah ke-34. 54 ayat. Makkiyyah

  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-5: Penjelasan bahwa yang berhak mendapatkan pujian secara mutlak adalah Allah Subhaanahu wa Ta’aala, dan bahwa Dia Yang Mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi, bantahan terhadap orang-orang yang mengingkari kedatangan hari Kiamat, serta penjelasan tentang balasan untuk kaum mukmin dan hukuman bagi orang-orang kafir.

  الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي لَهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي الآخِرَةِ وَهُوَ الْحَكِيمُ الْخَبِيرُ (١) يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الأرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ الرَّحِيمُ الْغَفُورُ (٢) وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَأْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّي لَتَأْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْبِ لا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلا فِي الأرْضِ وَلا أَصْغَرُ مِنْ ذَلِكَ وَلا أَكْبَرُ إِلا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ (٣)لِيَجْزِيَ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أُولَئِكَ لَهُمْ مَغْفِرَةٌ وَرِزْقٌ كَرِيمٌ (٤) وَالَّذِينَ سَعَوْا فِي آيَاتِنَا مُعَاجِزِينَ أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مِنْ رِجْزٍ أَلِيمٌ (٥)

Terjemah Surat Saba’ Ayat 1-5

1. Segala puji[1] bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi[2] dan segala puji di akhirat bagi Allah[3]. Dan Dialah Yang Mahabijaksana[4] lagi Mahateliti[5].

2. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi[6], apa yang keluar darinya[7], apa yang turun dari langit[8] dan apa yang naik kepadanya[9]. [10]Dan Dialah Yang Maha Penyayang lagi Maha Pengampun.

3. [11]Dan orang-orang yang kafir[12] berkata, “Hari Kiamat itu tidak akan datang kepada kami[13].” Katakanlah, “Pasti datang, demi Tuhanku yang mengetahui yang gaib, Kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya sekalipun sebesar zarrah[14] baik yang di langit dan yang di bumi, yang lebih kecil dari itu atau yang lebih besar, semuanya (tertulis) dalam kitab yang jelas (Lauh Mahfuzh)[15],”

4. [16]agar Dia (Allah) memberi balasan kepada orang-orang yang beriman[17] dan mengerjakan kebajikan[18]. Mereka memperoleh ampunan[19] dan rezeki yang mulia (surga)[20].

5. Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab kami)[21], mereka itu akan memperoleh azab, yaitu azab yang sangat pedih[22].

Ayat 6-9: Menetapkan bahwa Al Qur’an adalah hak (benar) tidak ada keraguan padanya, dan ancaman untuk orang-orang kafir karena mengolok-olok Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

  وَيَرَى الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ الَّذِي أُنْزِلَ إِلَيْكَ مِنْ رَبِّكَ هُوَ الْحَقَّ وَيَهْدِي إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ (٦) وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا هَلْ نَدُلُّكُمْ عَلَى رَجُلٍ يُنَبِّئُكُمْ إِذَا مُزِّقْتُمْ كُلَّ مُمَزَّقٍ إِنَّكُمْ لَفِي خَلْقٍ جَدِيدٍ (٧) أَفْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا أَمْ بِهِ جِنَّةٌ بَلِ الَّذِينَ لا يُؤْمِنُونَ بِالآخِرَةِ فِي الْعَذَابِ وَالضَّلالِ الْبَعِيدِ (٨) أَفَلَمْ يَرَوْا إِلَى مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأرْضِ إِنْ نَشَأْ نَخْسِفْ بِهِمُ الأرْضَ أَوْ نُسْقِطْ عَلَيْهِمْ كِسَفًا مِنَ السَّمَاءِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَةً لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ (٩)

 

Terjemah Surat Saba’ Ayat 6-9

6. [23]Dan orang-orang yang diberi ilmu (Ahli Kitab)[24] berpendapat bahwa (wahyu) yang diturunkan kepadamu (Muhammad) dari Tuhanmu itulah yang benar dan [25]memberi petunjuk (bagi manusia) kepada jalan (Allah) Yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji.

7. Dan orang-orang kafir berkata (kepada teman-temannya)[26]. “Maukah kami tunjukkan kepadamu seorang laki-laki[27] yang memberitahukan kepadamu bahwa apabila badanmu telah hancur sehancur-hancurnya, kamu pasti (akan dibangkitkan kembali) dalam ciptaan yang baru.

8. Apakah dia mengada-adakan kebohongan terhadap Allah atau sakit gila?”[28] (Tidak), tetapi orang-orang yang tidak beriman[29] kepada akhirat itu[30] berada dalam siksaan dan kesesatan yang jauh[31].

9. [32]Maka apakah mereka tidak memperhatikan langit dan bumi yang ada di hadapan dan di belakang mereka[33]? Jika Kami menghendaki, niscaya Kami benamkan mereka di bumi atau Kami jatuhkan kepada mereka kepingan-kepingan dari langit[34]. Sungguh, pada yang demikian itu[35] benar-benar terdapat tanda (kekuasaan Allah)[36] bagi setiap hamba yang kembali (kepada-Nya)[37].

Ayat 10-14: Nikmat-nikmat Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada Nabi Dawud dan Nabi Sulaiman ‘alaihimas salam, sebagian mukjizat yang Allah berikan kepada keduanya dan pentingnya bersyukur kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala.

  وَلَقَدْ آتَيْنَا دَاوُدَ مِنَّا فَضْلا يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ (١٠) أَنِ اعْمَلْ سَابِغَاتٍ وَقَدِّرْ فِي السَّرْدِ وَاعْمَلُوا صَالِحًا إِنِّي بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ (١١) وَلِسُلَيْمَانَ الرِّيحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَرَوَاحُهَا شَهْرٌ وَأَسَلْنَا لَهُ عَيْنَ الْقِطْرِ وَمِنَ الْجِنِّ مَنْ يَعْمَلُ بَيْنَ يَدَيْهِ بِإِذْنِ رَبِّهِ وَمَنْ يَزِغْ مِنْهُمْ عَنْ أَمْرِنَا نُذِقْهُ مِنْ عَذَابِ السَّعِيرِ (١٢)يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ اعْمَلُوا آلَ دَاوُدَ شُكْرًا وَقَلِيلٌ مِنْ عِبَادِيَ الشَّكُورُ   (١٣) فَلَمَّا قَضَيْنَا عَلَيْهِ الْمَوْتَ مَا دَلَّهُمْ عَلَى مَوْتِهِ إِلا دَابَّةُ الأرْضِ تَأْكُلُ مِنْسَأَتَهُ فَلَمَّا خَرَّ تَبَيَّنَتِ الْجِنُّ أَنْ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ الْغَيْبَ مَا لَبِثُوا فِي الْعَذَابِ الْمُهِينِ (١٤)

Terjemah Surat Saba’ Ayat 10-14

10. Dan sungguh, telah Kami berikan kepada Dawud karunia dari kami[38]. (Kami berfirman), “Wahai gunung-gunung dan burung-burung! Bertasbihlah berulang-ulang bersama Dawud,” dan Kami telah melunakkan besi untuknya[39],

11. [40](yaitu) buatlah baju besi yang besar-besar dan ukurlah anyamannya; dan kerjakanlah amal yang saleh. Sungguh, Aku Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.

12. [41]Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula)[42] dan Kami alirkan cairan tembaga baginya[43]. [44]Dan sebagian dari jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan barang siapa yang menyimpang di antara mereka dari perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.

13. Mereka (para jin itu) bekerja untuk Sulaiman sesuai dengan apa yang dikehendakinya di antaranya (membuat) gedung-gedung yang tinggi, patung-patung[45], piring-piring yang (besarnya) seperti kolam[46] dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). [47]Bekerjalah wahai keluarga Dawud[48] untuk bersyukur (kepada Allah)[49]. Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur[50].

14. [51]Maka ketika Kami telah menetapkan kematian atasnya (Sulaiman), tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka ketika dia telah tersungkur, tahulah jin itu bahwa sekiranya mereka mengetahui yang gaib[52] tentu mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan[53].


[1] Yakni segala puji bagi Allah karena sifat-sifat-Nya yang terpuji dan perbuatan-Nya yang baik, karena semua sifat-Nya terpuji, di mana semua sifat-Nya adalah sifat sempurna, dan perbuatan-perbuatan-Nya juga terpuji karena berjalan di antara karunia-Nya yang patut dipuji dan disyukuri serta di antara keadilan yang patut dipuji dan diakui hikmah-Nya. Dalam ayat ini, Allah Subhaanahu wa Ta’aala memuji Diri-Nya karena milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi.

[2] Yakni milik-Nya, hamba-Nya dan ciptaan-Nya, Dia bertindak kepada mereka dengan segala pujian untuk-Nya.

[3] Karena di akhirat jelas sekali terpujinya Dia melebihi ketika di dunia. Oleh karena itu, ketika Allah Subhaanahu wa Ta’aala memutuskan masalah di antara makhluk, lalu manusia semua melihat keputusan-Nya, sempurnanya keadilan-Nya dan hikmah (kebijaksanaan)-Nya, maka mereka semua memuji-Nya karena hal tersebut, bahkan orang-orang yang berhak mendapatkan siksa, tidaklah mereka memasuki neraka kecuali hati mereka dipenuhi pujian untuk-Nya, dan bahwa hal itu merupakan balasan terhadap amal mereka, dan bahwa Dia Maha Adil dalam ketetapan-Nya memberi mereka hukuman. Adapun tampak jelas pujian untuk-Nya di surga, maka sudah masyhur dan sesuai dalil sam’i (naqli) dan ‘aqli (akal), karena penghuni surga ketika melihat nikmat Allah yang datang bertutur-turut dan melimpahnya kebaikan-Nya, banyak keberkahan-Nya dan luas pemberian-Nya, di mana tidak ada satu pun angan-angan dan harapan penghuni surga kecuali segera diberikan, bahkan diberikan melebihi angan-angan dan harapannya. Mereka diberi kebaikan yang tidak terbatas sesuai dengan yang mereka angan-angankan dan yang belum pernah terlintas di hati mereka. Lalu bagaimana menurutmu tentang pujian mereka kepada Tuhan mereka dalam menikmati kesenangan yang hakiki itu? Dan lagi, di surga telah hilang segala penghalang dan pemisah yang memisahkan penghuninya dari mengenal Allah, mencintai-Nya dan memuji-Nya. Tentu saja, yang demikian lebih dicintai mereka daripada setiap kenikmatan. Oleh karena itulah, ketika mereka melihat Allah Ta’ala, mendengarkan firman-Nya saat Dia berbicara kepada mereka, membuat mereka lupa dari semua kenikmatan. Bahkan dzikrullah di surga seperti bernafas dan berlanjut terus sepanjang waktu, di samping itu ketika di surga jelas sekali keagungan Allah, kemuliaan-Nya, keindahan-Nya dan luasnya kesempurnaan-Nya yang menghendaki sempurnanya pujian dan sanjungan untuk-Nya.

[4] Dalam kerajaan dan pengaturan-Nya, serta bijaksana dalam perintah dan larangan-Nya.

[5] Yakni yang mengetahui perkara yang rahasia dan tersembunyi. Oleh karena itulah di ayat selanjutnya disebutkan lebih rinci pengetahuan-Nya.

[6] Seperti air, biji, hewan yang tinggal di dalam tanah dan lainnya.

[7] Seperti tumbuhan, hewan yang keluar dari sarangnya di bawah tanah dan lainnya.

[8] Seperti hujan dan lainnya.

[9] Seperti malaikat, ruh dan amal saleh.

[10] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan makhluk-makhluk-Nya dan kebijaksanaan-Nya terhadap mereka serta pengetahuan-Nya terhadap keadaan-keadaan mereka, maka Dia menyebutkan ampunan dan rahmat-Nya untuk makhluk-Nya. Ampunan dan rahmat-Nya adalah sifat-Nya, dan atsar (pengaruhnya) senantiasa turun kepada hamba-hamba-Nya di setiap waktu sesuai yang mereka kerjakan dari penghendaknya (sebabnya).

[11] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerangkan keagungan diri-Nya dengan menyebutkan sifat diri-Nya, di mana hal ini mengharuskan Dia untuk dibesarkan, disucikan dan dan diimani, maka Dia menyebutkan, bahwa di antara manusia ada segolongan orang yang tidak mengagungkan Tuhannya dengan pengagungan yang semestinya, bahkan mereka kafir kepada-Nya, mengingkari kekuasaan-Nya untuk mengembalikan orang-orang yang sudah mati, dan mengingkari adanya hari Kiamat. Di samping itu, mereka juga menentang para rasul-Nya.

[12] Kepada Allah, Rasul-Nya, dan kepada apa yang mereka bawa dari sisi Allah.

[13] Maksud mereka, tidak ada kehidupan selain kehidupan dunia, di mana kita hidup kemudian mati setelah itu selesai. Maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan Rasul-Nya membantah ucapan mereka dan bersumpah tentang benarnya kebangkitan, dan bahwa Kiamat akan datang kepada mereka. Untuk menguatkannya dipakai dalil di mana orang yang mengakuinya, mesti membenarkan kebangkitan, yaitu ilmu (pengetahuan) Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang luas lagi merata, Dia berfirman, “Yang mengetahui yang gaib,” yakni perkara-perkara yang gaib dari penglihatan dan pengetahuan kita. Jika yang gaib saja diketahuinya, lalu bagaimana dengan yang tampak. Selanjutnya diperkuat pengetahuan-Nya, bahwa tidak ada yang tersembunyi bagi-Nya seberat dzarrah pun di langi maupun di bumi, semuanya diketahui-Nya.

[14] Yaitu semut terkecil.

[15] Ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, penanya lebih dulu berjalan, dan tertulis dalam kitab yang jelas, yaitu Lauh Mahfuzh. Oleh karena itu, Tuhan yang mengetahui segala yang tersembunyi meskipun seberat dzarrah pun dan mengetahui orang-orang yang telah mati serta bagian mana saja yang masih tersisa dari jasadnya tentu mampu membangkitkan mereka, dan hal itu tidaklah mengherangkan bagi Tuhan yang ilmu-Nya meliputi segala sesuatu.

[16] Selanjutnya Allah menjelaskan maksud dari kebangkitan.

[17] Dengan hati mereka, mereka membenarkan Allah dan Rasul-Nya dengan pembenaran yang pasti.

[18] Sebagai bentuk pembenaran terhadap iman mereka.

[19] Terhadap dosa-dosa mereka, disebabkan iman dan amal mereka. Dengan ampunan-Nya semua keburukan dan hukuman terhindar.

[20] Karena ihsan mereka. Semua yang diharapkan dan dicita-citakan oleh mereka, mereka memperolehnya.

[21] Yakni untuk melemahkan orang yang membawanya dan Tuhan yang menurunkannya, sebagaimana mereka menganggap Dia tidak mampu membangkitkan manusia setelah mati.

[22] Baik bagi badan maupun hati mereka.

[23] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan keingkaran orang-orang yang mengingkari kebangkitan, di mana mereka berpendapat, bahwa apa yang diturunkan kepada rasul-Nya tidak benar, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan tentang orang-orang yang diberi taufik oleh Allah di antara hamba-hamba-Nya. Mereka inilah Ahli Ilmu. Mereka berpendapat, bahwa apa yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya adalah benar, demikian pula kandungannya, sedangkan yang menyelisihinya dan bertentangan dengannya adalah batil. Pengetahuan mereka telah mencapai derajat yakin. Di samping itu, mereka (Ahli ilmu) juga berpendapat, bahwa perintah dan larangannya menunjukkan kepada jalan Tuhan yang Mahaperkasa lagi Maha Terpuji. Yang demikian adalah karena mereka membenarkannya karena berbagai sisi; sisi pengetahuan mereka tentang benarnya yang memberitakannya, sisi kesesuaiannya dengan kenyataan, sisi kesesuaiannya dengan kitab-kitab terdahulu, sisi berita yang mereka saksikan yang terjadi di hadapan mereka secara langsung, sisi ayat-ayat yang besar yang mereka saksikan yang menunjukkan kebenarannya baik di berbagai ufuk maupun dalam diri mereka sendiri, dan dari sisi kesesuaiannya dengan yang ditunjukkan oleh nama-nama dan sifat-Nya.

[24] Menurut sebagian mufassir, yang dimaksud orang-orang yang diberi ilmu di sini adalah orang-orang yang beriman dari kalangan Ahli Kitab, seperti Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya.

[25] Mereka (Ahli Ilmu) juga berpendapat tentang perintah dan larangan, bahwa perintah dan larangannya menunjukkan ke jalan yang lurus, mengandung perintah kepada setiap sifat yang menyucikan jiwa, menumbuhkan pahala, memberi faedah bagi orang yang mengamalkannya dan selainnya, seperti perintah bersikap jujur, ikhlas, berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silauturrahim, berbuat ihsan kepada semua makhluk, dsb. Demikian pula melarang setiap sifat tercela yang menodai jiwa, menghapuskan pahala, menghendaki dosa, seperti syirk, zina, riba, berlaku zalim terhadap darah, harta dan kehormatan. Ini adalah keutamaan Ahli ilmu dan kelebihannya serta tandanya, di mana setiap kali ilmu seseorang semakin dalam dan selalu membenarkan berita yang dibawa rasul serta semakin dalam pengetahuannya terhadap perintah dan larangan, maka ia termasuk Ahli Ilmu yang Allah jadikan sebagai hujjah terhadap yang dibawa Rasul, di mana Allah menjadikan mereka sebagai hujjah terhadap orang-orang yang mendustakan lagi membangkang sebagaimana dalam ayat ini.

[26] Dengan maksud mendustakan, mengolok-olok, menganggap mustahil dan menyebutkan sisi kemustahilannya.

[27] Yang dimaksud dengan seorang laki-laki oleh orang-orang kafir itu ialah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Menurut mereka, Beliau telah datang membawa sesuatu yang aneh bagi mereka sehingga Beliau menjadi bahan olok-olokan mereka, mereka mengatakan, “Mengapa ia mengatakan, “Bahwa kalian akan dibangkitkan setelah mati dan telah terpisah anggota badan kalian.”

[28] Semua ini sebenarnya karena pembangkangan dan kezaliman mereka. Sesungguhnya mereka mengetahui, bahwa Beliau adalah manusia yang paling benar dan paling berakal. Termasuk hal yang menunjukkan bahwa mereka tahu tentang kebenaran Beliau adalah bahwa mereka menampakkan permusahan dengan Beliau, mereka korbankan diri dan harta untuk menghalangi manusia dari Beliau. Jika seandainya Beliau adalah seorang pendusta atau orang gila tentu mereka tidak patut mendengarnya dan tidak akan mempedulikan dakwahnya, karena orang gila tidak pantas bagi orang yang berakal memperhatikannya. Kalau bukan karena pembangkangan mereka dan kezalimannya tentu mereka akan segera memenuhi panggilannya dan menyambut dakwahnya, akan tetapi ayat-ayat dan peringatan tidaklah berguna bagi orang-orang yang tidak beriman sebagaimana disebutkan pada lanjutan ayatnya.

[29] Seperti orang-orang yang mengatakan perkataan itu.

[30] Mencakup tidak beriman kepada kebangkitan dan azab pada hari Kiamat.

[31] Yakni dalam kesengsaraan yang besar dan kesesatan yang jauh dari kebenaran ketika di dunia. Padahal kesengsaraan dan kesesatan apa yang lebih besar daripada pengingkaran mereka kepada kekuasaan Allah dalam hal membangkitkan, demikian pula sikap mereka mendustakan Rasul-Nya, mengolok-oloknya dan memastikan bahwa yang mereka pegang adalah hak sedangkan yang Rasul-Nya bawa menurut mereka adalah batil, dan menganggap yang batil dan yang sesat sebagai kebenaran dan petunjuk.

[32] Selanjutnya Allah mengingatkan mereka terhadap dalil akal yang munjukkan tidak mustahilnya kebangkitan, dan bahwa jika mereka melihat langit dan bumi yang berada di atas dan di bawah mereka, tentu mereka akan mengetahui kekuasaan Allah yang membuat akan mereka tercengang, keagungan-Nya yang membuat lupa segalanya, dan bahwa penciptaan kedua langit dan bumi serta besarnya dan apa yang ada di antara keduanya lebih besar daripada penciptaan manusia setelah mereka matinya. Oleh karena itu, apa yang membuat mereka mendustakan, padahal mereka membenarkan sesuatu yang lebih besar lagi?

[33] Yakni di atas dan di bawah mereka.

[34] Sebagai azab, karena langit dan bumi berada dalam pengatuan Allah. Jika Allah memerintahkan demikian, niscaya keduanya tidak akan mendurhakai. Oleh karena itu, berhati-hatilah jika tetap terus mendustakan sehingga Dia mengazab kamu dengan azab yang keras.

[35] Yakni pada penciptaan langit dan bumi serta makhluk yang berada di antara keduanya.

[36] Yang menunjukkan bahwa Dia mampu membangkitkan.

[37] Oleh karena itu, setiap kali seorang hamba lebih besar kembalinya kepada Allah, maka lebih bisa mengambil manfaat dari ayat-ayat itu, karena orang yang kembali menghadap Tuhannya, keinginan dan perhatiannya tertuju kepada Tuhannya, dan kembali kepada-Nya dalam setiap masalah, sehingga ia pun dekat dengan Tuhannya dan tidak ada yang dipikirkannya selain mencari keridhaan-Nya. Oleh karena itu, pandangannya terhadap makhluk ciptaan-Nya adalah pandangan dengan penuh pemikiran dan mengambil pelajaran, bukan pandangan yang lalai dan tidak bermanfaat apa-apa.

[38] Yakni Kami telah memberikan nikmat kepada hamba dan Rasul Kami Dawud ‘alaihis salam dengan kenabian dan kitab. Kami telah memberikan karunia kepadanya ilmu yang bermanfaat dan amal yang saleh, nikmat agama dan dunia. Termasuk nikmat-Nya kepadanya adalah apa yang Allah istimewakan kepada Beliau berupa perintah-Nya kepada benda-benda mati, seperti gunung, dan makhluk hidup seperti burung-burung untuk mengulang-ulang tasbih dan tahmid bersama Beliau. Dalam hal ini terdapat nikmat kepada Beliau, karena termasuk keistimewaannya yang belum pernah diberikan kepada seorang pun sebelum Beliau dan seorang pun setelahnya dan bahwa hal itu dapat mendorongnya dan mendorong yang lain untuk bertasbih ketika melihat benda mati dan benda hidup ini saling bersahut-sahutan untuk bertasbih, bertahmid dan bertakbir, sehingga membantu dzikrullah. Di samping itu, sebagaimana dikatakan banyak ulama, bahwa hal itu karena gembira mendengarkan suara Dawud, di mana Alah telah memberinya suara yang indah yang melebihi orang lain. Oleh karena itu, apabila Beliau mengulang-ulang tasbih, tahlil (ucapan Laailaahaillallah) dan tahmid dengan suara yang merdu itu, maka bergembiralah dengan riang setiap yang mendengarnya, baik manusia, jin, bahkan burung-burung dan gunung-gunung. Mereka bertasbih dengan memuji Tuhannya. Bisa juga agar Beliau memperoleh pahala tasbihnya, karena ia yang menjadi sebab, sehingga yang lain mengikuti tasbihnya.

[39] Termasuk keutamaan yang Allah berikan untuk Beliau adalah dilunakkan-Nya besi untuk Beliau untuk membuat baju besi yang besar-besar. Alah juga mengajarkan kepada Beliau bagaimana cara membuatnya dan mengukur anyamannya. Oleh karena itu, menurut sebagian mufassir, besi di tangan Beliau seperti adonan.

[40] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan nikmat-Nya kepada Dawud dan keluarganya, Allah memerintahkan mereka untuk bersyukur dan beramal saleh, merasakan pengawasan dari Allah dengan memperbaiki dan menjaga amalnya dari hal yang merusak, karena Dia melihat amal mereka, mengetahuinya dan tidak ada sesuatu pun yang samar bagi-Nya.

[41] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan keutamaan Dawud ‘alaihis salam, Dia menyebutkan keutamaan putranya yaitu Nabi Sulaiman ‘alaihis salam, dan bahwa Allah telah menundukkan angin untuknya yang berhembus mengikuti perintahnya dan dapat membawanya serta membawa apa yang bersamanya, bahkan perjalanan yang jauh hanya ditempuh dalam waktu sebentar, sehingga dalam sehari Beliau dapat menempuh jarak perjalanan yang biasa memakan waktu dua bulan.

[42] Maksudnya, jika Sulaiman mengadakan perjalanan dari pagi sampai tengah hari maka jarak yang ditempuhnya sama dengan jarak perjalanan unta yang cepat dalam sebulan. Begitu pula jika ia mengadakan perjalanan dari tengah hari sampai sore, maka kecepatannya sama dengan perjalanan sebulan.

[43] Yakni kami tundukkan untuknya cairan tembaga dan Kami mudahkan segala sebab untuk menghasilkan barang-barang darinya, seperti bejana dan lain-lain.

[44] Allah juga menundukkan setan dan jin kepada Beliau, sehingga mereka tidak sanggup mendurhakai perintahnya.

[45] Ketika itu tidak haram membuat patung. Adapun dalam syariat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hal itu diharamkan dengan tegas karena menjadi sarana kepada kesyirkkan.

[46] Mereka membuatnya untuk Sulaiman, yakni untuk makan, karena Beliau membutuhkan yang tidak dibutuhkan selain Beliau.

[47] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan nikmat-Nya kepada mereka, Dia memerintahkan mereka mensyukuri-Nya.

[48] Mereka adalah Dawud, keluarga dan istrinya, karena nikmat itu mengena kepada semuanya, dan maslahatnya kembali kepada mereka semua.

[49] Atas pemberian itu.

[50] Yakni kebanyakan mereka tidak bersyukur kepada Allah Ta’ala atas nikmat yang diberikan itu.

Syukur adalah mengakui dengan hatinya nikmat Allah, menerima karena butuh kepada-Nya, mengalihkannya untuk ketaatan kepada Allah dan menjaganya dari mengalihkan untuk maksiat.

[51] Setan senantiasa bekerja keras untuk Nabi Sulaiman ‘alaihis salam membuat bangunan dan lain-lain. Ketika itu, mereka menipu manusia dengan memberitahukan, bahwa mereka mengetahui yang gaib dan mengetahui hal-hal yang tersembunyi, maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala ingin memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya kedustaan dakwaan mereka, karena tidak tahu yang gaib mereka tetap bekerja keras padahal Allah telah menaqdirkan Nabi-Nya Sulaiman ‘alaihis salam wafat ketika shalat di mihrabnya dengan bersandar di atas tongkatnya, sehingga ketika mereka (para jin) melewati Beliau, mereka melihat bahwa Beliau sedang bersandar di atas tongkat, mereka mengira bahwa Beliau masih hidup dan mereka merasa takut kepadanya. Beliau wafat dalam keadaan bersandar dengan tongkatnya selama setahun, sedangkan jin bekerja keras sebagaimana biasanya tanpa menyadari wafatnya Beliau sampai rayap memakan tongkatnya, lalu jatuhlah jasad Beliau. Ketika itu setan berpencar dan manusia pun mengetahui bahwa jin itu tidak mengetahui yang gaib. Karena jika mereka mengetahui yang gaib, tentu mereka tidak tetap di atas siksaan atau kerja keras yang menghinakan itu.

[52] Maka tidaklah tersembunyi bagi mereka tentang wafatnya Beliau.

[53] Yani pekerjaan yang berat untuk kepentingan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *