Tafsir Al Ma’aarij Ayat 1-18

By | April 4, 2013

Surah Al Ma’aarij (Tempat-tempat naik)

Surah ke-70. 44 ayat. Makkiyyah

  بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.

Ayat 1-7: Sikap melampaui batas orang-orang kafir dan bagaimana mreka mengolok-olok peringatan dan azab yang diancamkan.

  سَأَلَ سَائِلٌ بِعَذَابٍ وَاقِعٍ (١) لِلْكَافِرينَ لَيْسَ لَهُ دَافِعٌ (٢) مِنَ اللَّهِ ذِي الْمَعَارِجِ (٣) تَعْرُجُ الْمَلائِكَةُ وَالرُّوحُ إِلَيْهِ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ (٤) فَاصْبِرْ صَبْرًا جَمِيلا (٥) إِنَّهُمْ يَرَوْنَهُ بَعِيدًا   (٦) وَنَرَاهُ قَرِيبًا (٧)

Terjemah Surat Al Ma’aarij Ayat 1-7

1. [1]Seseorang bertanya[2] tentang azab yang pasti terjadi,

2. Bagi orang-orang kafir[3], yang tidak seorang pun dapat menolaknya[4],

3. (azab) dari Allah, yang memiliki tempat-tempat naik[5].

4. Para malaikat dan Jibril[6] naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun[7].

5. Maka bersabarlah engkau (Muhammad) dengan kesabaran yang baik[8].

6. Mereka memandang (azab) itu[9] jauh (mustahil)[10].

7. Sedang Kami memandangnya dekat (pasti terjadi).

Ayat 8-18: Peristiwa pada hari Kiamat dan keadaan orang-orang yang berdosa pada hari itu.

  يَوْمَ تَكُونُ السَّمَاءُ كَالْمُهْلِ (٨) وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ (٩) وَلا يَسْأَلُ حَمِيمٌ حَمِيمًا (١٠) يُبَصَّرُونَهُمْ يَوَدُّ الْمُجْرِمُ لَوْ يَفْتَدِي مِنْ عَذَابِ يَوْمِئِذٍ بِبَنِيهِ (١١) وَصَاحِبَتِهِ وَأَخِيهِ (١٢) وَفَصِيلَتِهِ الَّتِي تُؤْوِيهِ (١٣) وَمَنْ فِي الأرْضِ جَمِيعًا ثُمَّ يُنْجِيهِ (١٤) كَلا إِنَّهَا لَظَى (١٥) نَزَّاعَةً لِلشَّوَى (١٦) تَدْعُو مَنْ أَدْبَرَ وَتَوَلَّى (١٧) وَجَمَعَ فَأَوْعَى (١٨)

Terjemah Surat Al Ma’aarij Ayat 8-18

8. [11](Ingatlah) pada hari ketika langit menjadi bagaikan cairan tembaga[12],

9. dan gunung-gunung bagaikan bulu (yang beterbangan)[13],

10. Dan tidak ada seorang teman karib pun menanyakan temannya[14],

11. Sedang mereka saling melihat[15]. Pada hari itu, orang yang berdosa[16] ingin sekiranya dia dapat menebus (dirinya) dari azab dengan anak-anaknya,

12. dan istrinya dan saudaranya,

13. dan keluarganya yang melindunginya (di dunia)[17],

14. dan orang-orang di bumi seluruhnya, kemudian mengharapkan (tebusan) itu dapat menyelamatkannya.

15. Sama sekali tidak![18] Sungguh, neraka itu api yang bergejolak,

16. yang mengelupaskan kulit kepala[19],

17. Yang memanggil orang yang membelakangi (kebenaran) dan yang berpaling (dari agama),

18. dan orang yang mengumpulkan (harta benda) lalu menyimpannya[20].


[1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman menerangkan tentang bodohnya orang-orang yang menentang Rasul-Nya, dimana mereka meminta disegerakan azab sambil mengolok-olok, menyusahkan diri dan berusaha untuk melemahkan.

[2] Yakni meminta disegerakan azab. Orang ini adalah An Nadhr bin Al Haarits Al Qurasyi atau orang musyrik lainnya yang berkata, “Ya Allah, jika betul (Al Quran) ini, ia benar dari sisi Engkau, maka hujanilah kami dengan batu dari langit, atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih.”

[3] Karena mereka berhak mendapatkannya.

[4] Oleh karena itu, azab dari Allah akan menimpa mereka, bisa saja Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyegerakan untuk mereka di dunia dan bisa saja Allah Subhaanahu wa Ta’aala menunda di akhirat. Kalau sekiranya mereka mengenal Allah Subhaanahu wa Ta’aala, mengenal keagungan-Nya, luasnya kekuasaan-Nya, sempurnanya nama dan sifat-Nya, tentu mereka tidak akan meminta disegerakan azab dan tentu mereka akan tunduk serta beradab terhadap-Nya. Oleh karena itulah, Allah Subhaanahu wa Ta’aala di ayat selanjutnya memberitahukan tentang keagungan-Nya yang bertentangan dengan kata-kata mereka yang buruk.

[5] Yakni tempat para malaikat naik, yaitu langit-langit. Ada pula yang menafsirkan dengan yang mempunyai ketinggian kebesaran dan keagungan serta kepengurusan terhadap semua makhluk.

[6] Ar Ruh di ayat ini ada yang menafsirkan dengan malaikat Jibril, dan ada pula yang menafsirkan dengan semua ruh, baik ruh orang baik maupun ruh orang jahat, yaitu ketika wafat. Ruh orang-orang yang baik naik kepada Allah, lalu ia diizinkan melewati langit yang satu ke langit berikutnya dan seterus sampai ke langit yang di sana ada Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Adapun ruh orang-orang kafir, maka ia naik ke atas langit sampai di langit pertama ternyata tidak diizinkan untuk melewati langit tersebut dan dilepaslah ruhnya oleh para malaikat yang membawanya sehingga ia jatuh dari langit seperti yang difirmankan oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala, “Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (Terj. Al Hajj: 31)

[7] Maksudnya, para malaikat dan ruh jika menghadap Allah Subhaanahu wa Ta’aala memakan waktu satu hari yang apabila dilakukan oleh manusia, memakan waktu lima puluh ribu tahun. Ada pula yang berpendapat, bahwa maksudnya adalah hari Kiamat yang Allah jadikan bagi orang-orang kafir seukuran lima puluh ribu tahun, berbeda dengan orang-orang mukmin yang hanya sebentar.

Syaikh As Sa’diy berkata, “Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan jarak yang ditempuh para malaikat dan ruh ketika menghadap Allah, dan bahwa mereka naik dalam sehari dengan sebab dan bantuan yang Allah berikan kepada mereka berupa kehalusan, ringan dan cepat bergerak, padahal jarak tersebut biasanya ditempuh lamanya seukuran lima puluh ribu tahun dari mulai naik sampai tiba di tempatnya yang ditentukan untuknya dan menjadi tempat terakhir penghuni langit yang tinggi. Ini adalah kerajaan yang besar, alam yang besar, baik bagian atas maupun bawahnya; semuanya diurus ciptaan dan pengaturannya oleh Allah Subhaanahu wa Ta’aala Yang Mahatinggi. Dia mengetahui keadaan mereka yang tampak maupun yang tersembunyi, mengetahui tempat menetap (dunia) dan tempat penyimpanannya (akhirat), Dia menyampaikan kepada mereka rahmat-Nya, kebaikan-Nya dan rezeki-Nya yang merata dan menyeluruh kepada mereka serta memberlakukan hukum qadari-Nya terhadap mereka, hukum syar’inya dan hukum jaza’i(pembalasan)nya. Maka sungguh sengsara mereka yang tidak mengetahui keagungan-Nya, tidak mengagungkan-Nya dengan pengagungan yang semestinya sehingga mereka meminta disegerakan azab sambil melemahkan dan hendak menguji coba, dan Mahasuci Allah Yang Mahasantun yang menunda mereka dan tidak membiarkan, mereka menyakiti-Nya namun Dia sabar terhadap mereka, menjaga mereka dan mengaruniakan rezeki. Ini adalah salah satu tafsir terhadap ayat yang mulia tersebut, sehingga naik ke atas ini maksudnya di dunia karena susunan yang pertama menunjukkan demikian. Bisa juga maksudnya, bahwa hal ini pada hari Kiamat dan bahwa Allah Tabaaraka wa Ta’aala pada hari Kiamat memperlihatkan kepada hamba-hamba-Nya di antara keagungan dan kebesaran-Nya yang menjadi dalil terbesar untuk mengenal-Nya karena mereka menyaksikan naiknya para malaikat dan ruh ke atas dan ke bawah dengan pengaturan ilahi dan urusan-urusan terhadap makhluk, pada hari itu yang ukurannya lima puluh ribu tahun karena lama dan dahsyatnya, akan tetapi Allah Subhaanahu wa Ta’aala meringankannya untuk orang mukmin.”

[8] Yakni bersabarlah dalam mendakwahi kaummu dengan kesabaran yang baik yang tidak ada sikap bosan di sana. Tetaplah di atas perintah Allah dan ajaklah manusia mentauhidkan-Nya dan janganlah menghalangimu untuk berdakwah sikap mereka tidak mau tunduk terhadap dakwahmu karena bersabar terhadapnya terdapat kebaikan yang besar.

[9] Bisa juga dhamir (k. ganti nama) pada kata “huu” di ayat tersebut kembalinya kepada kebangkitan, dimana pada saat itu terjadi azab terhadap orang-orang yang memintanya itu.

[10] Keadaan mereka adalah keadaan orang-orang yang mengingkarinya sehingga menganggap jauh apa yang ada di hadapannya berupa kebangkitan, padahal Allah Subhaanahu wa Ta’aala memandangnya dekat karena Dia Mahalembut, Mahasantun dan tidak cepat-cepat, dan Dia mengetahui bahwa hal itu pasti terjadi dan sesuatu yang pasti terjadi adalah dekat.

[11] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan huru-hara pada hari Kiamat dan apa yang akan terjadi ketika itu.

[12] Karena terbelahnya dan peristiwa ketika itu sedemikian dahsyat.

[13] Selanjutnya menjadi debu yang berterbangan. Jika kecemasan menimpa benda-benda langit yang besar dan kuat, lalu bagaimana dengan manusia yang lemah yang punggungnya dibebani oleh dosa-dosa? Apa tidak membuat jantungnya berdebar-debar dan membuatnya lupa kepada setiap orang? Oleh karena itulah, Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Dan tidak ada seorang teman karib pun menanyakan temannya.” Meskipun ia melihat temannya, sehingga dalam hatinya tidak terpikir untuk bertanya kepada temannya dan tidak ada yang dipikirkannya selain dirinya.

[14] Karena masing-masing sibuk dengan keadaannya.

[15] Namun tidak bercakap-cakap.

[16] Yaitu orang yang berhak mendapatkan azab.

[17] Pada hari Kiamat seseorang tidak bisa memberikan manfaat kepada seorang pun dan tidak dapat memberi syafaat kecuali dengan izin Allah Subhaanahu wa Ta’aala, bahkan kalau ia (orang yang berdosa) menebus dirinya dari azab dengan semua orang yang ada di bumi agar ia dapat diselamatkan dari azab tentu tidak diterima tebusannya.

[18] Sebagai penolakan terhadap harapan dan keinginannya.

[19] Ada pula yang menafsirkan dengan anggota badan luar dan dalam karena sangat dahsyatnya.

[20] Maksudnya, orang yang menyimpan hartanya dan tidak mau mengeluarkan zakat serta tidak pula menafkahkannya ke jalan yang benar, maka neraka akan memanggil dan melahapnya. Na’uudzu billahi min dzaalik tsumma na’uudzu billah.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *