Tafsir Al Ahzab Ayat 63-73

By | April 2, 2013

Ayat 63-68: Hari Kiamat adalah benar dan tidak ada keraguan padanya, hanya Allah yang mengetahui kapan terjadinya hari Kiamat, balasan bagi orang-orang kafir dan peringatan agar tidak mengikuti orang-orang yang menyimpang.

يَسْأَلُكَ النَّاسُ عَنِ السَّاعَةِ قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَمَا يُدْرِيكَ لَعَلَّ السَّاعَةَ تَكُونُ قَرِيبًا (٦٣) إِنَّ اللَّهَ لَعَنَ الْكَافِرِينَ وَأَعَدَّ لَهُمْ سَعِيرًا     (٦٤) خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا لا يَجِدُونَ وَلِيًّا وَلا نَصِيرًا        (٦٥) يَوْمَ تُقَلَّبُ وُجُوهُهُمْ فِي النَّارِ يَقُولُونَ يَا لَيْتَنَا أَطَعْنَا اللَّهَ وَأَطَعْنَا الرَّسُولا (٦٦) وَقَالُوا رَبَّنَا إِنَّا أَطَعْنَا سَادَتَنَا وَكُبَرَاءَنَا فَأَضَلُّونَا السَّبِيلا (٦٧) رَبَّنَا آتِهِمْ ضِعْفَيْنِ مِنَ الْعَذَابِ وَالْعَنْهُمْ لَعْنًا كَبِيرًا (٦٨

Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 63-68

63. [1]Manusia bertanya kepadamu (Muhammad) tentang hari Kiamat[2]. Katakanlah, “Ilmu tentang hari Kiamat itu hanya di sisi Allah[3].” Dan tahukah engkau (wahai Muhammad), boleh jadi hari Kiamat itu sudah dekat waktunya[4].

64. Sungguh, Allah melaknat orang-orang kafir[5] dan menyediakan bagi mereka api yang menyala-nyala (neraka)[6],

65. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; mereka tidak akan mendapatkan pelindung[7] dan penolong[8].

66. Pada hari (ketika) wajah mereka dibolak-balikan dalam neraka[9], mereka berkata, “Wahai, kiranya dahulu kami taat kepada Allah dan taat (pula) kepada Rasul[10].”

67. Dan mereka[11] berkata, “Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati para pemimpin dan para pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)[12].

68. [13]Ya Tuhan kami, timpakanlah kepada mereka azab dua kali lipat dan laknatlah mereka dengan laknat yang besar[14].”

Ayat 69-73: Takwa kepada Allah membawa kepada kebaikan amal dan ampunan dosa, sisi kezaliman dan kebodohan manusia adalah ketika mau menerima tugas, tetapi tidak mau melaksanakannya, dan pemberitahuan tentang besarnya tanggung jawab amanah.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لا تَكُونُوا كَالَّذِينَ آذَوْا مُوسَى فَبَرَّأَهُ اللَّهُ مِمَّا قَالُوا وَكَانَ عِنْدَ اللَّهِ وَجِيهًا (٦٩) يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلا سَدِيدًا (٧٠) يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا (٧١) إِنَّا عَرَضْنَا الأمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الإنْسَانُ إِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولا (٧٢) لِيُعَذِّبَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْمُشْرِكِينَ وَالْمُشْرِكَاتِ وَيَتُوبَ اللَّهُ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَحِيمًا (٧٣)

Terjemah Surat Al Ahzab Ayat 69-73

69. [15]Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu[16] seperti orang-orang yang menyakiti Musa; maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan[17]. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah.

70. [18]Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,

71. [19]niscaya Allah akan memperbaiki amal-amalmu[20] dan mengampuni dosa-dosamu[21]. Dan barang siapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia telah mendapat kemenangan yang besar.

72. [22]Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat[23] kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat)[24], lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh,

73. [25]Sehingga Allah mengazab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, orang-orang musyrik, laki-laki dan perempuan[26]; dan Allah akan menerima tobat orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan[27]. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang[28].


[1] Manusia bertanya kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang hari Kiamat dengan maksud meminta disegerakan, sedangkan sebagian lagi mendustakan kejadiannya dan mencoba melemahkan yang memberitahukannya.

[2] Yakni kapan terjadinya?

[3] Yakni tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah, aku dan selainku tidak mengetahui kapan terjadinya, namun kamu janganlah menganggapnya lambat.

[4] Dekat atau jauh kiamat tidak ada faedahnya, yang ada faedahnya adalah rugi atau beruntung, celaka atau bahagia, apakah seorang hamba berhak mendapatkan azab atau berhak mendapatkan pahala di hari itu? Inilah yang perlu diberitahukan. Maka di ayat selanjutnya disebutkan sifat orang yang berhak mendapatkan azab dan sifat azabnya, karena azab tersebut sesuai dengan mereka yang mendustakan kiamat.

[5] Yaitu yang kekafiran sudah menjadi kebiasaan mereka, di mana jalan mereka adalah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya serta kafir kepada kepada apa yang mereka (para rasul) bawa dari sisi Allah, maka Allah menjauhkan mereka di dunia dan akhirat dari rahmat-Nya, dan cukuplah yang demikian sebagai hukumannya.

[6] Api tersebut naik sampai ke hati dan mereka kekal di dalam azab itu, tidak keluar darinya dan tidak diringankan walau sesaat.

[7] Yang memberikan apa yang mereka minta.

[8] Yang menghindarkan azab dari mereka. Pelindung maupun penolong telah meninggalkan mereka, dan mereka diliputi oleh azab yang menyala-nyala serta terasa sampai ke hati saking dahsyatnya.

[9] Mereka pun merasakan panasnya, perkaranya semakin dahsyat dan mereka menyesali perbuatan yang mereka lakukan di masa lalu.

[10] Sehingga kami selamat dari azab ini dan kami mendapatkan pahala yang besar sebagaimana orang-orang yang taat. Akan tetapi waktunya telah lewat, sehingga tidak ada lagi gunanya, yang ada hanyalah penyesalan, kekecewaan, kesedihan dan rasa sakit.

[11] Yang menjadi pengikut.

[12] Ayat ini seperti yang disebutkan dalam surah Al Furqan: 27-29, yaitu: “Dan (ingatlah) hari (ketika itu) orang yang zalim menggigit dua tangannya, seraya berkata, “Wahai, kiranya (dulu) aku mengambil jalan bersama-sama Rasul.– Kecelakaan besarlah bagiku; sekiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku).– Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al Quran ketika Al Quran itu telah datang kepadaku. Dan setan itu tidak mau menolong manusia.”

[13] Mereka mengetahui, bahwa mereka dan para pemimpin mereka berhak mendapatkan azab, namun mereka ingin membalas orang yang menyesatkan mereka.

[14] Maka Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman sebagaimana dalam surah Al A’raaf: 38, “Masing-masing mendapatkan siksaan yang berlipat ganda, akan tetapi kamu tidak mengetahui.” Oleh karena mereka sama-sama melakukan kekafiran dan kemaksiatan, maka mereka sama-sama mendapatkan azab meskipun azab yang satu dengan yang lain berbeda sesuai tingkat kejahatannya.

[15] Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingatkan hamba-hamba-Nya yang mukmin agar tidak menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam; nabi yang mulia, yang memiliki sifat pengasih dan penyayang dengan bersikap kepada Beliau bertentangan dengan yang seharusnya, yaitu dimuliakan dan dihormati dan agar mereka tidak menyerupai orang-orang yang menyakiti Musa bin Imran, seorang yang diajak bicara oleh Allah, lalu Allah membersihkan Beliau dari tuduhan yang mereka lontarkan, yaitu dengan menunjukkan kebersihan Beliau. Padahal Musa ‘alaihis salam tidak pantas dijadikan sasaran tuduhan dan gangguan karena Beliau memiliki kedudukan terhormat di sisi Allah, dekat dengan-Nya, termasuk rasul pilihan dan termasuk hamba-hamba-Nya yang ikhlas. Keutamaan Beliau yang begitu banyak tidak membuat mereka berhenti dari menyakiti Beliau. Oleh karena itu, kamu wahai kaum mukmin berhati-hatilah jangan menyerupai mereka.

[16] Terhadap nabimu.

[17] Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Musa adalah seorang pemalu dan menutupi diri. Kulitnya sedikit pun tidak terlihat karena malu (ketika mandi), lalu di antara Bani Israil ada orang-orang yang menyakiti Beliau, mereka berkata, “Tidaklah Beliau menutup diri seperti ini kecuali karena cacat di kulitnya, entah itu sopak, udrah (bengkak biji kemaluannya), atau karena penyakit. Allah ingin membersihkan Beliau dari tuduhan yang mereka lontarkan kepada Musa itu. Maka pada suatu hari, Musa menyendiri, ia taruh pakaiannya di atas sebuah batu, kemudian mandi. Setelah selesai, ia datangi pakaiannya untuk mengambilnya, tetapi batu itu malah membawa lari pakaiannya, maka Musa mengambil tongkatnya dan mengejar batu itu sambil berkata, “Pakaianku hai batu, pakaianku hai batu.” Sehingga Beliau tiba di tengah kumpulan Bani Israil, lalu mereka melihat Beliau dalam keadaan telanjang ternyata fisiknya fisik terbaik yang diciptakan Allah. Allah membersihkan Beliau dari tuduhan yang mereka katakan itu, lalu batu itu berdiri, kemudian Musa mengambil pakaiannya dan memakainya, lalu dipukullah batu itu dengan tongkatnya. Demi Allah, sesungguhnya pada batu itu ada bekas pukulannya tiga, empat atau lima pukulan. Itulah maksud firman Allah Ta’ala, Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar,” (terj. Al Ahzaab: 70)

Imam Bukhari meriwayatkan dengan sanadnya yang sampai kepada Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Pada saat perang Hunain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengutamakan beberapa orang dalam pembagian (harta rampasan perang). Beliau memberikan Aqra’ bin Habis seratus ekor unta, memberikan kepada ‘Uyainah seperti itu dan memberikan juga kepada beberapa pemuka Arab. Ketika itu, Beliau melebihkan mereka dalam pembagian. Lalu ada seseorang yang berkata, “Demi Allah, sesungguhnya pembagian ini tidak ada keadilannya, dan tidak dimaksudkan untuk mencari wajah Allah.” Aku (Ibnu Mas’ud) berkata, “Demi Allah, saya akan laporkan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu aku mendatanginya dan memberitahukan hal itu. Maka Beliau bersabda, “Siapakah yang akan berbuat adil jika Allah dan Rasul-Nya tidak berbuat adil? Semoga Allah merahmati Musa. Sungguh, dia telah disakiti dengan yang lebih dari ini, namun ia bersabar.”

[18] Allah Subhaanahu wa Ta’aala menerintahkan kaum mukmin agar bertakwa kepada-Nya dalam setiap keadaan mereka, ketika sembunyi atau terang-terangan. Demikian pula mengajak mereka berkata benar, yakni perkataan yang sesuai kebenaran atau mendekatinya ketika sulit dipastikan. Termasuk ke dalam perkataan yang benar adalah membaca Al Qur’an, berdzikr, beramar ma’ruf dan bernahi mungkar, mempelajari ilmu dan mengajarkannya, berusaha sesuai dengan kebenaran dalam berbagai masalah ilmiah, menempuh jalan yang mengarah kepadanya serta sarana yang dapat membantu kepadanya. Termasuik perkataan yang benar pula adalah ucapan yang lembut dan halus ketika berbicara dengan orang lain dan ucapan yang mengandung nasihat serta isyarat kepada yang lebih bermaslahat.

[19] Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan manfaat dari bertakwa kepada-Nya dan mengucapkan perkataan yang benar.

[20] Yang demikian menjadi sebab baiknya amal yang dilakukan dan jalan agar diterima, karena menggunakan takwa menjadikan semua amal diterima, sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Sesungguhnya Allah hanya menerima dari orang-orang yang bertakwa.” (Terj. Al Maa’idah: 27) Di samping itu, dengan takwa, Allah akan memberi taufik kepada seseorang untuk beramal saleh, menjaga amal tersebut dari yang merusaknya, menjaga pahalanya dan melipatgandakannya, sebagaimana jika seseorang meremehkan ketakwaan dan perkataan yang benar menjadikan sebab rusaknya amal, tidak diterimanya dan tidak ada pengaruhnya.

[21] Dosa merupakan penyebab binasanya seseorang, maka dengan takwa Allah akan ampuni dosa-dosa itu, perkara menjadi lurus dan semua yang dikhawatirkan terjadi hilang.

[22] Allah Subhaanahu wa Ta’aala membesarkan masalah amanah yang dibebankannya kepada orang-orang mukallaf.

[23] Yang dimaksud dengan amanah di sini ialah tugas-tugas agama, yaitu mengerjakan perintah dan menjauhi larangan seperti shalat dan lainnya, di mana jika dikerjakan mereka akan mendapatkan pahala, dan jika ditinggalkan mereka akan mendapatkan siksa. Allah Subhaanahu wa Ta’aala menawarkannya kepada makhluk-makhluk yang besar, seperti langit, bumi dan gunung-gunung, penawaran pilihan bukan paksaan.

[24] Mereka khawatir tidak sanggup memikulnya dan malah mendurhakai Tuhannya, bukan karena tidak suka pahalanya. Lalu Allah menawarkannya kepada manusia, kemudian manusia menerimanya dan siap memikulnya dengan keadaannya yang zalim lagi jahil (bodoh).

[25] Dalam memkul tugas amanah itu, manusia terbagi menjadi tiga golongan:

Pertama, kaum munafik yang menampakkan dirinya bahwa mereka melaksanakannya baik lahir maupun batin, padahal tidak.

Kedua, kaum musyrik yang tidak melaksanakannya sama sekali, baik lahir maupun batin.

Ketiga, kaum mukmin yang melaksanakannya lahir maupun batin.

Maka di ayat tersebut Allah Subhaanahu wa Ta’aala menyebutkan amal ketiga golongan itu dan balasan kepada masing-masingnya.

[26] Yang tidak menjalankan amanah itu.

[27] Yang menjalankan amanah itu.

[28] Segala puji bagi Allah Ta’ala karena Dia mengakhiri ayat ini dengan dua nama-Nya yang mulia, yang menunjukkan sempurnanya ampunan Allah, luasnya rahmat-Nya dan meratanya kepemurahan-Nya, tetapi sayangnya kebanyakan mereka tidak mau mendapatkan ampunan dan rahmat-Nya karena perbuatan nifak dan syirknya.

Selesai tafsir surah Al Ahzaab dengan pertolongan Allah dan taufiq-Nya, wal hamdulillahi Rabbil ‘aalamin.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *