Tafsir Thaha Ayat 114-123

By | Maret 25, 2013

Ayat 114: Bersihnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala dari segala cacat dan kekurangan dan perintah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam agar tidak tergesa-gesa membaca Al Qur’an, dan perintah kepada Beliau agar meminta ditambahkan ilmu.

فَتَعَالَى اللَّهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ وَلا تَعْجَلْ بِالْقُرْآنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُقْضَى إِلَيْكَ وَحْيُهُ وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا (١١٤

Terjemah Surat Thaha Ayat 114

114. [1]Maka Mahatinggi Allah[2] Raja[3] yang sebenar-benarnya[4]. Dan janganlah engkau (Muhammad) tergesa-gesa membaca Al Qur’an sebelum selesai diwahyukan kepadamu[5], dan katakanlah, “Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku[6].”

Ayat 115-123: Kisah Nabi Adam ‘alaihis salam, perintah Allah kepada para malaikat agar sujud kepada Adam dan bagaimana mereka melaksanakan perintah Allah, berbeda dengan Iblis yang malah enggan dan bersikap sombong, serta peringatan agar tidak tertipu oleh rayuan Iblis.

وَلَقَدْ عَهِدْنَا إِلَى آدَمَ مِنْ قَبْلُ فَنَسِيَ وَلَمْ نَجِدْ لَهُ عَزْمًا (١١٥) وَإِذْ قُلْنَا لِلْمَلائِكَةِ اسْجُدُوا لآدَمَ فَسَجَدُوا إِلا إِبْلِيسَ أَبَى (١١٦) فَقُلْنَا يَا آدَمُ إِنَّ هَذَا عَدُوٌّ لَكَ وَلِزَوْجِكَ فَلا يُخْرِجَنَّكُمَا مِنَ الْجَنَّةِ فَتَشْقَى  (١١٧) إِنَّ لَكَ أَلا تَجُوعَ فِيهَا وَلا تَعْرَى (١١٨) وَأَنَّكَ لا تَظْمَأُ فِيهَا وَلا تَضْحَى (١١٩) فَوَسْوَسَ إِلَيْهِ الشَّيْطَانُ قَالَ يَا آدَمُ هَلْ أَدُلُّكَ عَلَى شَجَرَةِ الْخُلْدِ وَمُلْكٍ لا يَبْلَى (١٢٠) فَأَكَلا مِنْهَا فَبَدَتْ لَهُمَا سَوْآتُهُمَا وَطَفِقَا يَخْصِفَانِ عَلَيْهِمَا مِنْ وَرَقِ الْجَنَّةِ وَعَصَى آدَمُ رَبَّهُ فَغَوَى (١٢١) ثُمَّ اجْتَبَاهُ رَبُّهُ فَتَابَ عَلَيْهِ وَهَدَى     (١٢٢)قَالَ اهْبِطَا مِنْهَا جَمِيعًا بَعْضُكُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلا يَضِلُّ وَلا يَشْقَى             (١٢٣)

Terjemah Surat Thaha Ayat 115-123

115. Dan sungguh, telah Kami pesankan[7] kepada Adam dahulu, tetapi dia lupa[8], dan Kami tidak dapati kemauan yang kuat[9] padanya[10].

116. [11]Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Lalu mereka pun sujud kecuali iblis[12]; dia menolak[13].

 

117. Kemudian Kami berfirman, “Wahai Adam! Sungguh ini (Iblis) musuh bagimu dan bagi istrimu, maka sekali-kali jangan sampai dia mengeluarkan kamu berdua dari surga[14], nanti kamu sengsara[15].

118. Sungguh, ada (jaminan) untukmu di sana, engkau tidak akan kelaparan dan tidak akan telanjang,

119. Dan sungguh, di sana engkau tidak akan merasa dahaga dan tidak akan ditimpa panas matahari.”

120. [16]Kemudian setan membisikkan pikiran jahat kepadanya, dengan berkata, “Wahai Adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian[17] dan kerajaan yang tidak akan binasa?”

121. Lalu keduanya memakannya, lalu tampaklah oleh keduanya aurat mereka dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun (yang ada di) surga[18], dan telah durhakalah Adam kepada Tuhannya dan sesatlah dia[19].  

122. [20]Kemudian Tuhannya memilih dia[21], maka Dia menerima tobatnya dan memberinya petunjuk[22].

123. [23]Dia (Allah) berfirman, “Turunlah kamu berdua[24] dari surga bersama-sama, sebagian kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain[25]. Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, maka ketahuilah barang siapa mengikut petunjuk-Ku[26], dia tidak akan sesat[27] dan tidak akan celaka[28].


[1] Setelah Allah menyebutkan hukum jaza’i(pembalasan)nya terhadap hamba-hamba-Nya, hukum syar’i-Nya yang ada dalam kitab-Nya, di mana hal ini termasuk kerajaan-Nya, Dia berfirman, “Maka Mahatinggi Allah Raja yang sebenar-benarnya.”

[2] Yakni dari apa yang dikatakan orang-orang musyrik atau dari segala kekurangan.

[3] Di mana kerajaan adalah sifat-Nya, semua makhluk adalah milik-Nya, hukum-hukum kerajaan, baik yang qadari (terhadap alam semesta) maupun yang syar’i berlaku pada mereka.

[4] Wujud-Nya hak (benar), kerajaan-Nya hak dan kesempurnaan-Nya hak. Sifat-sifat kesempurnaan tidak ada yang hakiki kecuali bagi Allah Yang Memiliki Keagungan. Contohnya adalah kerajaan, meskipun di antara makhluk-Nya ada yang menjadi raja pada sebagian waktu dan terhadap orang-orang tertentu, namun kerajaannya terbatas dan akan sirna, adapun Allah, maka Dia senantiasa sebagai Raja, Mahahidup, Maha Berdiri Sendiri lagi Maha Mulia.

[5] Maksudnya, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dilarang Allah menirukan bacaan Jibril ‘alaihis salam kalimat demi kalimat, sebelum Jibril ‘alaihis salam selesai membacakannya, karena Allah menjamin untuk mengumpulkan Al Qur’an di dalam dadanya dan membacakannya. Oleh karena tergesa-gesanya Beliau untuk segera menghapal wahyu itu menunjukkan kecintaan yang sempurna kepada ilmu, maka Allah memerintahkan kepadanya agar meminta kepada Allah tambahan ilmu, karena ilmu adalah kebaikan, dan banyaknya kebaikan perlu dicari, dan hal itu berasal dari Allah. Tentunya, cara untuk memperolehnya adalah dengan bersungguh-sungguh, rindu kepada ilmu, memintanya kepada Allah, meminta pertolongan-Nya serta butuh kepadanya di setiap waktu. Dari ayat ini dapat diambil kesimpulan tentang adab mencari ilmu, yaitu bahwa orang yang mendengarkan ilmu sepatutnya bersabar tidak langsung mencatat sampai pengajar atau pengimla’ (pendikte) menyelesaikan kata-katanya yang masih berkaitan. Jika telah selesai, ia boleh bertanya jika ia memiliki pertanyaan dan tidak segera bertanya dan memotong pembicaraan guru, karena hal itu merupakan sebab terhalangnya ilmu. Demikian pula orang yang ditanya, sebaiknya meminta dijabarkan pertanyaan dan mengetahui maksudnya terlebih dahulu sebelum menjawab, karena hal itu merupakan sebab agar menjawab benar.

[6] Dengan Al Qur’an. Oleh karena itu, setiap kali diturunkan ayat Al Qur’an, maka bertambahlah ilmu Beliau.

[7] Pesan Allah ini tersebut dalam ayat 35 surat Al Baqarah, di mana pada pesan itu, Beliau (Adam) dilarang memakan sebuah pohon.

[8] Yakni ia meninggalkan pesan Allah.

[9] Yakni keteguhan hati dan kesabaran dari perkara yang Kami larang.

[10] Apa yang dialaminya menjadi pelajaran bagi keturunannya. Tabiat keturunannya sama seperti tabiat bapak mereka; Adam. Adam lupa, keturunannya pun lupa, Adam berbuat salah, keturunannya pun berbuat salah, Adam tidak teguh hatinya, anak keturunannya pun tidak teguh hatinya. Namun kemudian Adam segera bertobat dari kesalahannya, mengakui kesalahannya, lalu dosa-dosanya diampuni. Setelah disebutkan kisah Adam secara garis besar, maka di ayat selanjutnya disebutkan kisah Adam secara lebih rinci.

[11] Setelah Allah menyempurnakan kejadian Adam dengan Tangan-Nya, mengajarkan nama-nama benda kepadanya, melebihkan dan memuliakannya, maka Allah memerintahkan kepada para malaikat untuk sujud memuliakan dan menghormati Adam, maka mereka pun sujud mengikuti perintah Allah. Ketika itu di tengah-tengah mereka ada Iblis, ia bersikap sombong terhadap perintah Allah dan enggan bersujud kepada Adam, dia berkata, “Aku lebih baik darinya. Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.” Ketika itu jelaslah permusuhannya kepada Adam dan istrinya, dan tampaklah hasadnya yang menjadi sebab permusuhan, maka Allah memperingatkan Adam dan istrinya terhadap gangguan Iblis sebagaimana diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[12] Dia adalah nenek moyang jin, dia sebelumnya tinggal bersama malaikat dan beribadah kepada Allah bersama mereka.

[13] Dia menolak sujud kepada Adam dan berkata, “Saya lebih baik daripadanya.”

[14] Karena di surga kamu memperoleh rezeki yang banyak dan nikmat tanpa susah payah serta istirahat yang sempurna.

[15] Yakni kamu akan kelelahan ketika keluar dari surga, di mana untuk makan, kamu harus menggarap tanah, menanaminya dengan tumbuhan, memetiknya, memasaknya dsb. Berbeda dengan di surga semua yang diinginkan ada di hadapan.

[16] Iblis datang kepada Adam sebagai seorang penasehat dan berbicara dengan lembut sehingga Adam dan istrinya (Hawa) tertipu, keduanya akhirnya memakan pohon yang terlarang itu dan keduanya pun menyesal, pakaiannya lepas dan tampaklah auratnya setelah sebelumnya tertutup, dan keduanya pun menutupi auratnya dengan daun-daun (yang ada di) surga dan merasa malu.

[17] Pohon itu dinamakan Syajaratulkhuldi (pohon keabadian), karena kata setan, orang yang memakan buahnya akan kekal di surga, tidak akan mati. Pohon yang dilarang Allah mendekatinya tidak dapat dipastikan apa namanya, sebab Al Quran dan Hadits tidak menerangkannya.

[18] Untuk menutupi auratnya.

[19] Yang dimaksud dengan durhaka di sini adalah melanggar larangan Allah karena lupa, dengan tidak sengaja, sebagaimana disebutkan dalam ayat 115 surat ini. Sedangkan yang dimaksud dengan sesat adalah mengikuti apa yang dibisikkan setan. kesalahan Adam ‘alaihis salam meskipun tidak begitu besar menurut ukuran manusia biasa sudah dinamakan durhaka dan sesat, karena tingginya martabat Adam ‘alaihis salam dan untuk menjadi teladan bagi orang besar dan pemimpin agar menjauhi perbuatan-perbuatan yang terlarang meskipun kecil.

[20] Setelah itu Adam dan Hawa’ segera bertobat dan berdoa, “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya kami termasuk orang-orang yang rugi.”

[21] Maksudnya, Allah memilih Adam ‘alaihis salam untuk menjadi orang yang dekat kepada-Nya.

[22] Oleh karena itu, keadaannya setelah tobat menjadi lebih baik daripada sebelumnya, namun musuhnya kembali melakukan tipu daya terhadapnya, akan tetapi tipu dayanya kalah karena hidayah Allah kepadanya, maka sempurnalah nikmat untuk Adam dan keturunannya, mereka harus bersyukur terhadap nikmat itu, serta tetap waspada terhadap musuh yang senantiasa memantau dan mencari celah untuk menggelincirkan anak Adam di siang dan malam. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Wahai anak Adam! Janganlah sekali-kali kamu dapat ditipu oleh setan sebagaimana ia telah mengeluarkan kedua ibu bapakmu dari surga, ia menanggalkan dari keduanya pakaiannya untuk memperlihatkan kepada keduanya auratnya. Sesungguhnya dia dan pengikut-pengikutnya melihat kamu dan suatu tempat yang kamu tidak bisa melihat mereka. Sesungguhnya Kami telah menjadikan setan-setan itu pemimpin-pemimpin bagi orang-orang yang tidak beriman.” (Al A’raaf: 27)

[23] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memerintahkan kepada Adam, Hawa’ dan Iblis untuk turun ke bumi, dan agar Adam dan keturunannya menjadikan setan sebagai musuhnya, selalu bersikap waspada terhadapnya, dan bahwa Dia akan menurunkan kepada mereka kitab-kitab-Nya, dan akan mengutus kepada mereka para rasul untuk menerangkan jalan yang lurus yang menghubungkan ke kampung halaman mereka yang sesungguhnya (surga) dan memperingatkan mereka terhadap musuh yang satu ini (Iblis dan keturunannya atau setan).

[24] Yakni Adam dan Hawa atau Adam dan Iblis.

[25] Seperti melakukan kezaliman antara yang satu dengan yang lain, atau maksudnya, bahwa Adam dan keturunannya menjadi musuh bagi Iblis dan keturunannya.

[26] Yaitu dengan melaksanakan yang diperintahkan dan menjauhi yang dilarang.

[27] Dalam meniti hidup di dunia.

[28] Di akhirat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *