Tafsir At Taubah Ayat 50-61

By | Maret 9, 2013

Ayat 50-52: Gembiranya kaum munafik terhadap apa yang menimpa kaum mukmin berupa cobaan atau kekalahan, dan memperkuat hubungan kaum mukmin dengan Tuhan mereka

إِنْ تُصِبْكَ حَسَنَةٌ تَسُؤْهُمْ وَإِنْ تُصِبْكَ مُصِيبَةٌ يَقُولُوا قَدْ أَخَذْنَا أَمْرَنَا مِنْ قَبْلُ وَيَتَوَلَّوْا وَهُمْ فَرِحُونَ (٥٠) قُلْ لَنْ يُصِيبَنَا إِلا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَنَا هُوَ مَوْلانَا وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ (٥١) قُلْ هَلْ تَرَبَّصُونَ بِنَا إِلا إِحْدَى الْحُسْنَيَيْنِ وَنَحْنُ نَتَرَبَّصُ بِكُمْ أَنْ يُصِيبَكُمُ اللَّهُ بِعَذَابٍ مِنْ عِنْدِهِ أَوْ بِأَيْدِينَا فَتَرَبَّصُوا إِنَّا مَعَكُمْ مُتَرَبِّصُونَ (٥٢

Terjemah Surat At Taubah Ayat 50-52

50. Jika engkau (Muhammad) mendapat kebaikan[1], mereka tidak senang; tetapi jika engkau ditimpa bencana, mereka (kaum munafik) berkata, “Sungguh, sejak semula kami telah berhati-hati (tidak pergi perang).” Dan mereka berpaling dengan perasaan gembira.

51. Katakanlah (Muhammad), “Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami[2]. Dialah pelindung kami[3], dan hanya kepada Allah bertawakkallah orang-orang yang beriman[4].”

52. Katakanlah (Muhammad)[5], “Tidak ada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu dari dua kebaikan (menang atau mati syahid). Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menimpakan azab kepadamu dari sisi-Nya[6], atau (azab) melalui tangan kami[7]. Maka tunggulah[8], sesungguhnya kami menunggu (pula)[9] bersamamu.”

Ayat 53-54: Allah Subhaanahu wa Ta’aala tidak menerima sedekah kecuali yang ikhlas dan baik

قُلْ أَنْفِقُوا طَوْعًا أَوْ كَرْهًا لَنْ يُتَقَبَّلَ مِنْكُمْ إِنَّكُمْ كُنْتُمْ قَوْمًا فَاسِقِينَ (٥٣) وَمَا مَنَعَهُمْ أَنْ تُقْبَلَ مِنْهُمْ نَفَقَاتُهُمْ إِلا أَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَبِرَسُولِهِ وَلا يَأْتُونَ الصَّلاةَ إِلا وَهُمْ كُسَالَى وَلا يُنْفِقُونَ إِلا وَهُمْ كَارِهُونَ (٥٤

Terjemah Surat At Taubah Ayat 53-54

53. Katakanlah (Muhammad), “Infakkanlah[10] hartamu baik dengan sukarela maupun dengan terpaksa, namun infakmu tidak akan diterima. Sesungguhnya kamu adalah orang-orang yang fasik;

54. Dan yang menghalang-halangi infak mereka untuk diterima adalah karena mereka kafir (ingkar) kepada Allah dan Rasul-Nya[11] dan mereka tidak melaksanakan shalat, melainkan dengan malas dan tidak (pula) menginfakkan (harta) mereka, melainkan dengan rasa enggan (terpaksa)[12].

Ayat 55-59: Peringatan agar tidak merasa kagum dengan harta dan anak yang dimiliki kaum munafik serta tidak tertipu oleh mereka, dan bagaimana sikap mereka (orang-orang munafik) terhadap pembagian sedekah

فَلا تُعْجِبْكَ أَمْوَالُهُمْ وَلا أَوْلادُهُمْ إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ بِهَا فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَتَزْهَقَ أَنْفُسُهُمْ وَهُمْ كَافِرُونَ (٥٥) وَيَحْلِفُونَ بِاللَّهِ إِنَّهُمْ لَمِنْكُمْ وَمَا هُمْ مِنْكُمْ وَلَكِنَّهُمْ قَوْمٌ يَفْرَقُونَ (٥٦) لَوْ يَجِدُونَ مَلْجَأً أَوْ مَغَارَاتٍ أَوْ مُدَّخَلا لَوَلَّوْا إِلَيْهِ وَهُمْ يَجْمَحُونَ    (٥٧) وَمِنْهُمْ مَنْ يَلْمِزُكَ فِي الصَّدَقَاتِ فَإِنْ أُعْطُوا مِنْهَا رَضُوا وَإِنْ لَمْ يُعْطَوْا مِنْهَا إِذَا هُمْ يَسْخَطُونَ (٥٨) وَلَوْ أَنَّهُمْ رَضُوا مَا آتَاهُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ سَيُؤْتِينَا اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَرَسُولُهُ إِنَّا إِلَى اللَّهِ رَاغِبُونَ (٥٩

Terjemah Surat At Taubah Ayat 55-59

55. Maka janganlah harta dan anak-anak mereka membuatmu kagum[13]. Sesungguhnya maksud Allah dengan itu adalah untuk menyiksa mereka dalam kehidupan dunia[14] dan kelak akan mati dalam keadaan kafir[15].

56. Dan mereka (orang-orang munafik) bersumpah dengan (nama) Allah, bahwa sesungguhnya mereka termasuk golonganmu; namun mereka bukanlah dari golonganmu, tetapi mereka orang-orang yang sangat takut (kepadamu)[16].

57. Sekiranya mereka memperoleh tempat perlindungan, gua-gua atau lubang-lubang (dalam tanah), niscaya mereka pergi (lari) ke sana dengan secepat-cepatnya[17].

58.[18] Dan di antara mereka ada yang mencelamu tentang (pembagian) sedekah (zakat)[19]; jika mereka diberi bagian, mereka bersenang hati, dan jika mereka tidak diberi bagian, tiba-tiba mereka marah.

59. Dan sekiranya mereka benar-benar ridha dengan apa yang diberikan kepada mereka oleh Allah dan Rasul-Nya[20], dan berkata, “Cukuplah Allah bagi kami[21], Allah akan memberikan kepada kami sebagian dari karunia-Nya dan demikian (pula) Rasul-Nya[22]. Sesungguhnya kami orang-orang yang berharap kepada Allah[23].”

Ayat 60-61: Menjelaskan tentang tempat pengalihan zakat, dan menjelaskan bagaimana kaum munafik menyakiti Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik dengan mencela maupun memindahkan ucapan Beliau

إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاِبْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ (٦٠) وَمِنْهُمُ الَّذِينَ يُؤْذُونَ النَّبِيَّ وَيَقُولُونَ هُوَ أُذُنٌ قُلْ أُذُنُ خَيْرٍ لَكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَيُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِينَ وَرَحْمَةٌ لِلَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ رَسُولَ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٦١

Terjemah Surat At Taubah Ayat 60-61

60. Sesungguhnya sedekah (zakat)[24] itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang miskin, amil zakat, yang dilunakkan hatinya (mu’allaf), untuk (memerdekakan) hamba sahaya, untuk (membebaskan) orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk orang yang sedang dalam perjalanan[25], sebagai kewajiban dari Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana[26].

61. Di antara mereka (orang munafik) ada orang-orang yang menyakiti Nabi (Muhammad)[27] dan mengatakan[28], “Nabi mempercayai semua apa yang didengarnya[29].” Katakanlah, “Dia mempercayai semua yang baik bagi kamu[30], dia beriman kepada Allah, mempercayai orang-orang mukmin[31], dan menjadi rahmat bagi orang-orang yang beriman di antara kamu[32].” Dan orang-orang yang menyakiti Rasulullah[33] akan mendapat azab yang pedih[34].


[1] Seperti kemenangan dan ghanimah.

[2] Dalam Al Lauhul Mahfuzh.

[3] Yakni Pengatur urusan kami, baik yang terkait dengan agama maupun dunia. Oleh karena itu, sikap kami adalah ridha dengan qadar-Nya, dan kami tidak berkuasa apa-apa.

[4] Hanya kepada Alah kaum mukmin bersandar dalam menarik maslahat dan menghindarkan madharat serta mempercayakan kepada-Nya dalam mewujudkan apa yang mereka inginkan. Oleh karena itu, tidak akan kecewa orang-orang yang bertawakkal, sedangkan orang-orang yang tidak bertawakkal kepada-Nya, maka ia akan kecewa dan tidak memperoleh apa yang diharapkannya.

[5] Kepada orang-orang munafik.

[6] Dengan adanya bencana atau tanpa ada usaha melalui tangan kami.

[7] Dengan izin dari-Nya untuk memerangi kamu.

[8] Yakni kebaikan untuk kami.

[9] Keburukan untuk kamu.

[10] Perintah di sini memberi arti khabar (berita), bahwa infak mereka tidak diterima.

[11] Sedangkan iman merupakan syarat diterimanya amal.

[12] Mereka menganggap infak sebagai kerugian. Dalam ayat ini terdapat peringatan bagi kaum mukmin agar tidak menyerupai mereka, seperti malas beribadah, infak dengan hati yang kesal, dsb.

Faedah/catatan:

Perlu diketahui, bahwa nifak terbagi dua:

q Nifaq Akbar (Nifaq I’tiqaadiy)

Nifaq Akbar yaitu menampakkan keislaman di luar dan menyembunyikan kekafiran di dalam dirinya. Nifaq ini mengeluarkan seseorang dari Islam, dan Allah mengancam pelakunya dengan neraka di lapisan paling bawah. Nifak Akbar ini ada beberapa macam bentuknya, ada yang berupa mendustakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada yang berupa mendustakan apa yang Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bawa, ada yang berupa membenci Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada yang berupa membenci apa yang dibawa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ada yang berupa senang jika agama Islam tidak berkembang dan ada yang berupa tidak suka jika agama Islam menang.

q Nifaq Ashghar/kecil (nifaq ‘amali)

Nifaq Ashghar adalah nifak yang kaitannya dengan amalan, di mana amal tersebut biasanya dilakukan oleh orang-orang munafik. Nifak ini tidak mengeluarkan dari Islam, namun bisa menjadi jembatan ke arah Nifaq Akbar. Contoh Nifaq Ashghar adalah jika dipercaya khianat, jika berbicara berdusta, jika berjanji mengingkari, jika bertengkar melakukan tindakan yang kejam, tidak mau mengerjakan shalat berjamaah, menunda-nunda shalat hingga hampir habis waktuya, malas beribadah, sangat berat melakukan shalat terlebih shalat Subuh dan ‘Isya, dsb.

[13] Karena yang demikian hanya sebagai istidraj (lihat pula surat Al An’am: 44).

[14] Di mana mereka merasakan kepayahan dan penderitaan dalam mengumpulkan dan memperolehnya, oleh karenanya jika kesenangan itu dihadapkan dengan penderitaan, maka kesenangan itu tidak ada apa-apanya.

[15] Sehingga Allah akan mengazabnya di akhirat dengan azab yang pedih.

[16] Mereka takut jika kamu memberlakukan mereka seperti terhadap orang-orang kafir, sehingga mereka bersumpah sebagai taqiyah (menjaga diri).

[17] Sambil menaruh kebencian dan dendam kepada kaum mukmin.

[18] Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Sa’id, ia berkata: Ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membagi-bagikan (zakat), Abdullah bin Dzul Khuwaishirah At Tamimi datang dan berkata, “Berlaku adillah, wahai Rasulullah!” Beliau menjawab, “Celaka kamu, siapakah yang akan berlaku adil jika saya tidak berlaku adil?” Umar bin Khaththab berkata, “Biarkanlah saya memenggal lehernya.” Beliau menjawab, “Biarkanlah dia, karena dia memiliki kawan-kawan yang kamu akan merasakan shalatmu sedikit jika dibanding shalatnya, demikian pula puasamu dibanding mereka. Mereka lepas dari agama sebagaimana lepasnya panah (tembus keluar) dari binatang buruannya. Dilihat bulu panahnya, maka tidak terdapat apa-apa, dilihat mata panahnya, maka tidak terlihat apa-apa, dilihat rishaf(tempat dimasukkan mata panah)nya ternyata tidak ada apa-apa, dilihat anak panahnya, maka tidak terlihat apa-apa, padahal telah melewati kotoran hewan dan darahnya (namun tidak membekas apa-apa pada panah itu). Tanda-tanda mereka adalah bahwa salah satu tangannya –atau bersabda: “Salah satu dadanya seperti dada wanita– atau seperti sepotong daging yang bergoyang-goyang. Mereka keluar ketika terjadi perpecahan di antara manusia.” Abu Sa’id berkata, “Aku bersaksi, bahwa aku mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan aku bersaksi bahwa Ali memerangi mereka, sedangkan saya ikut bersamanya. Dihadapkan orang yang disebutkan sifatnya itu oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tentang orang itulah turun ayat, “Wa minhum may yalmizuka fish shadaqaat…dst.

[19] Celaan tersebut dimaksudkan agar mereka mendapatkan bagian, padahal keadaan seperti ini tidak patut ada dalam diri seorang hamba, di mana senang dan marahnya mengikuti hawa nafsunya.

[20] Sedikit atau banyak, baik dari ghanimah maupun lainnya.

[21] Yakni kami ridha dengan pembagian-Nya, sambil kami berharap kepada karunia dan ihsan-Nya.

[22] Dari ghanimah yang lain.

[23] Agar Dia memberikan kecukupan kepada kami. Jawaban kalimat di atas adalah, “Tentu yang demikian lebih baik bagi mereka” atau “tentu mereka akan selamat dari kemunafikan serta akan ditunjukkan kepada keimanan dan keadaan-keadaan yang utama.”

[24] Sedekah di sini maksudnya adalah zakat, karena sedekah sunat tidak hanya ditujukan kepada delapan asnaf ini.

[25] Yang berhak menerima zakat adalah:

  1. Orang yang fakir

Orang fakir yaitu orang yang tidak mampu/sengsara (tidak memiliki harta untuk mencukupi kebutuhan dirinya dan kebutuhan orang yang ditanggungnya) disamping tidak punya tenaga untuk memenuhi penghidupannya, seperti orang tua jompo dan yang cacat badannya.

  1. Orang yang miskin

Orang miskin adalah orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan, tidak pandai bekerja dan tidak mau meminta-minta.

Ibnu Jarir dan ulama lainnya memilih mengatakan bahwa orang fakir adalah orang yang menjaga diri dan tidak meminta-minta kepada manusia (padahal ia sangat butuh), sedangkan orang miskin adalah orang yang meminta-minta, berkeliling dan mencari manusia (agar diberi). Menurut yang lain, bahwa fakir adalah orang yang tidak memiliki harta untuk mencukupi kebutuhannya dan tidak mampu bekerja untuk menutupi kebutuhannya, sedangkan orang miskin adalah orang yang lebih ringan kebutuhannya daripada orang fakir.

Singkatnya, orang miskin posisinya di bawah orang fakir dari sisi kebutuhannya, ia mampu mencari nafkah, tetapi penghasilannya tidak mencukupi baik bagi diri maupun keluarganya.

Catatan: Ukuran seseorang dikatakan fakir dan miskin adalah ketika ia tidak memiliki harta seukuran senishab zakat setelah dikurangkan dengan kebutuhan pokoknya baik bagi dirinya maupun anak-anaknya berupa makan, minum, pakaian, tempat tinggal, kendaraan, perangkat untuk kerjanya dan sebagainya yang diperlukan olehnya.

  1. Amilin/pengurus zakat

Orang yang diberi tugas menarik zakat dari masyarakat, dan yang menyalurkannya kepada yang berhak atau orang yang sibuk mengurus zakat. Termasuk orang yang sibuk mengurus zakat adalah penjaga, pengurus maupun pencatatnya. Kecuali jika mereka mendapat gaji dari pemerintah terhadap tugas itu, maka tidak diberikan.

  1. Mu’allaf (orang yang dibujuk ke dalam Islam agar masuk Islam atau untuk mengokohkan imannya atau menghindarkan gangguan darinya ataupun untuk menarik manfaat dengan diberikan zakat kepadanya seperti menjadikan yang lain ikut masuk Islam)

Mu’allaf ini terbagi dua; ada yang muslim dan ada yang kafir. Mu’allaf yang muslim terdiri dari 4 golongan:

q Tokoh masyarakat dari kalangan kaum muslimin.

q Tokoh masyarakat yang masih lemah imannya, di mana ia sangat disegani oleh masyarakat, dengan diberikan zakat kepadanya diharapkan imannya semakin kuat.

q Kaum muslimin yang tinggal di perbatasan antara negeri kaum muslimin dan negeri musuh. Diharapkan dengan diberikan zakat kepada mereka, mereka mau membela kaum muslimin ketika musuh menyerang.

q Kaum muslimin yang memiliki pengaruh, apabila diberikan zakat kepada mereka, maka yang lain akan mengeluarkan zakatnya sehingga mempermudah untuk memungut zakat.

Sedangkan mu’allaf yang kafir terdiri dari 2 golongan:

q Orang-orang yang diharapkan masuk Islam dengan diberikannya zakat kepada mereka.

q Orang-orang yang dikhawatirkan kejahatannya, dengan diberikannya zakat kepada mereka diharapkan mereka tidak berbuat jahat kepada kaum muslimin.

  1. Untuk memerdekakan budak ( Fir Riqab )

Yakni budak-budak mukaatab (yaitu budak yang mengadakan perjanjian dengan tuannya, apabila ia (yakni budak tersebut) membayar uang sejumlah sekian maka ia akan bebas), maka agar mereka dapat lepas dari perbudakan dibantu dari zakat.

  1. Orang islam yang terlilit hutang ( Gharimin )

Ghaarimin adalah orang yang berhutang dan tidak sanggup membayarnya, mereka ada beberapa macam: Ada yang memikul hutang, ada juga yang menjamin hutang orang lain sehingga hartanya habis atau membuatnya jadi berhutang, atau orang yang berhutang untuk suatu maksiat kemudian bertobat dan tidak ada biaya untuk melunasi hutangnya. Demikian pula orang yang berhutang untuk mendamaikan dua pihak yang bersengketa, lalu orang itu maju menengahi mereka dengan berjanji akan memberikan harta kepada salah seorang di antara mereka atau semuanya. Maka orang ini diberikan bagian dari zakat, meskipun ia kaya.

  1. Dalam perjuangan di jalan Allah (fi sabilillah)

Di antaranya adalah para mujahidin yang sukarela berjuang menegakkan agama Allah atau untuk kepentingan pertahanan Islam dan kaum muslimin di mana mereka tidak mendapat gaji dari negara (baik mereka orang kaya maupun orang miskin). Adapula di antara ulama yang menggolongkan penuntut ilmu ke dalam fii sabilillah. Adapun pembangunan masjid, penggalian sungai atau kepentingan umum lainnya maka menurut Abu ’Ubaid dalam Al Amwal, zakat tidak bisa diberikan kepadanya.

  1. Ibnu Sabil (musafir)

Ibnu Sabil adalah orang yang kehabisan perbekalan dalam perjalanan yang bukan maksiat sehingga tidak bisa melanjutkan perjalanan. Diberikan kepadanya zakat agar ia bisa kembali ke tempat asalnya.

Faedah:

Delapan golongan yang disebutkan di atas jika disimpulkan menjadi dua bagian:

– Mereka yang diberikan zakat untuk memenuhi kebutuhan pribadinya (hajat khashshsah), seperti orang fakir, miskin, dsb.

– Mereka yang diberikan zakat untuk kebutuhannya, di mana agama Islam memperoleh manfaat darinya (hajat ‘ammah).

Sungguh besar sekali manfaat zakat, di mana jika disalurkan sesuai syar’i, maka akan berkurang kemiskinan dan agama Islam menjadi tegak dan terjaga.

Golongan yang tidak Berhak Menerima Zakat

Orang-orang yang tidak berhak menerima zakat adalah :

q Orang kafir (Namun boleh diberikan kepada orang kafir sedekah sunat, bukan sedekah wajib (zakat)), dikecualikan apabila tergolong mu’allafah quluubuhum (lihat no. 4 tentang orang yang berhak menerima zakat).

q Keluarga Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu istri Beliau dan keturunannya, juga setiap muslim dan muslimah keturunan Bani Hasyim dan Bani Muththalib, seperti keluarga Ali, keluarga Ja’far, keluarga ‘Aqiil, keluarga Al Harits dan keluarga Abbas dst. ke bawah termasuk pula maula (orang yang dimerdekakan) mereka) baik zakat maupun sedekah sunat.

q Orang-orang yang kaya (kecuali apabila sebagai ‘amil zakat, membelinya dari orang miskin, orang yang berhutang, orang yang berperang di jalan Allah atau zakat yang diberikan dari orang miskin kepada si kaya). Seseorang disebut “kaya”apabila memiliki harta mencapai satu nishab setelah dikurangkan dengan kebutuhan mendesak dan hutangnya.

q Orang yang kuat dan mampu berusaha untuk mencukupi kebutuhannya.

q Orang yang nafkahnya di bawah tanggungjawabnya, seperti kedua orang tua, istri dan anak.

q Orang kafir dan fasik seperti yang meninggalkan shalat dan yang mengejek syari’at Islam.

[26] Dalam tindakan-Nya. Oleh karena itu, zakat tidak boleh dialihkan kepada selain mereka yang disebutkan itu, dan salah satu golongan di antara 8 golongan itu tidak dihalangi memperolehnya ketika ada, maka dari itu, imam membagikannya secara sama (semuanya memperolehnya), namun ia juga boleh melebihkan sebagiannya di atas yang lain. Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, huruf lam (yakni pada kata lil fuqaraa’) menunjukkan bahwa masing-masing golongan harus memperoleh zakat, akan tetapi tidak wajib bagi pemilik harta ketika membagikannya harus memberikan kepada masing-masingnya karena yang demikian menyulitkan, bahkan ia cukup memberikan paling sedikit tiga golongan daripadanya (tidak kurang daripadanya) berdasarkan shighat (bentuk) jama’nya.

Catatan: Untuk zakat fitri lebih diutamakan kepada orang-orang fakir dan miskin.

[27] Dengan kata-kata buruk, mencela Beliau dan mencela agamanya.

[28] Ketika mereka dilarang dari perbuatan demikian agar tidak sampai kepada Beliau.

[29] Yakni mempercayai semua perkataan dan menerimanya. Oleh karena itu, jika kami bersumpah bahwa kami tidak mengucapkannya, niscaya Beliau membenarkan kami.

[30] Tidak yang buruk. Oleh karena itu, Beliau hanya menerima perkataan yang baik dan benar terhadap Beliau. Sikap berpaling Beliau (tidak menanggapi) dan tidak bersikap keras terhadap sebagian besar kaum munafik yang mengemukakan uzur yang dusta adalah karena akhlaknya yang mulia dan tidak perhatian terhadap mereka serta mengikuti firman Allah Ta’ala, “Kelak mereka akan bersumpah kepadamu dengan nama Allah, apabila kamu kembali kepada mereka, agar kamu berpaling dari mereka (tidak mencela mereka). Maka berpalinglah dari mereka; karena sesungguhnya mereka itu adalah najis dan tempat mereka Jahannam; sebagai Balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.” (Terj. At Taubah: 95)

[31] Dalam semua kabar yang mereka (kaum mukmin) sampaikan, tidak selain mereka.

[32] Di mana melalui Beliau, mereka mendapatkan petunjuk dan dengan akhlaknya yang mulia mereka dapat meniru.

[33] Baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan.

[34] Di dunia dan akhirat, termasuk azab yang pedih pula adalah hukuman mati kepada mereka yang mencaci maki Beliau.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *