Tafsir Al Mu’minun Ayat 78-98

By | Maret 28, 2013

Ayat 78-92: Penjelasan tentang kekuasaan Allah Subhaanahu wa Ta’aala, nikmat-nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya, dalil-dalil yang menunjukkan adanya kebangkitan di akhirat cukup banyak, namun orang-orang kafir tetap saja mengingkarinya, dalil-dalil di alam semesta yang menunjukkan keberadaan-Nya, dan bahwa Dia tidak mempunyai sekutu maupun anak, serta penjelasan pengetahuan-Nya terhadap yang gaib.

وَهُوَ الَّذِي أَنْشَأَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ    (٧٨) وَهُوَ الَّذِي ذَرَأَكُمْ فِي الأرْضِ وَإِلَيْهِ تُحْشَرُونَ    (٧٩) وَهُوَ الَّذِي يُحْيِي وَيُمِيتُ وَلَهُ اخْتِلافُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ أَفَلا تَعْقِلُونَ (٨٠) بَلْ قَالُوا مِثْلَ مَا قَالَ الأوَّلُونَ (٨١) قَالُوا أَئِذَا مِتْنَا وَكُنَّا تُرَابًا وَعِظَامًا أَئِنَّا لَمَبْعُوثُونَ (٨٢) لَقَدْ وُعِدْنَا نَحْنُ وَآبَاؤُنَا هَذَا مِنْ قَبْلُ إِنْ هَذَا إِلا أَسَاطِيرُ الأوَّلِينَ (٨٣) قُلْ لِمَنِ الأرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (٨٤) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَذَكَّرُونَ (٨٥) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (٨٦) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ (٨٧) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ       (٨٨) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (٨٩) بَلْ أَتَيْنَاهُمْ بِالْحَقِّ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ (٩٠) مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِنْ وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إِذًا لَذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ (٩١) عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ (٩٢

Tafsir Surat Al Mu’minun Ayat 78-92

78. [1]Dan Dialah yang telah menciptakan bagimu pendengaran[2], penglihatan[3], dan hati nurani[4]. Tetapi sedikit sekali kamu bersyukur[5].

79. Dan Dialah yang menciptakan dan mengembangbiakkan kamu di bumi[6] dan kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan[7].

80. Dan Dialah yang menghidupkan[8] dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pergantian malam dan siang[9]. Tidakkah kamu mengerti[10]?

81. [11]Bahkan mereka mengucapkan perkataan yang serupa dengan apa yang diucapkan oleh orang-orang terdahulu.

82. Mereka berkata, “Apakah betul, apabila Kami telah mati dan telah menjadi tanah dan tulang belulang, kami benar-benar akan dibangkitkan kembali[12]?

83. Sungguh, yang demikian ini[13] sudah dijanjikan kepada kami dan kepada nenek moyang kami[14] sejak dahulu, ini hanyalah dongeng orang-orang terdahulu![15]

 

84. Katakanlah (Muhammad)[16], “Milik siapakah bumi, dan semua yang ada di dalamnya[17], jika kamu mengetahui?”

85. Mereka akan menjawab, “Milik Allah.” Katakanlah, “Maka apakah kamu tidak ingat[18]?”

86. Katakanlah, “Siapakah Tuhan yang memiliki[19] langit yang tujuh[20] dan yang memiliki ‘Arsy yang agung[21]?”

87. Mereka akan menjawab, “Milik Allah.” Katakanlah[22], “Maka mengapa kamu tidak bertakwa[23]?”

88. Katakanlah, “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan segala sesuatu[24]. Dia melindungi[25], dan tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya[26], jika kamu mengetahui?”

89. Mereka akan menjawab, “Milik Allah.” Katakanlah[27], “(Kalau demikian), maka bagaimana kamu sampai tertipu[28]?”

90. Padahal Kami telah membawa kebenaran[29] kepada mereka, tetapi mereka benar-benar pendusta[30].”

91. Allah tidak mempunyai anak, dan tidak ada tuhan (yang lain) bersama-Nya[31], (sekiranya tuhan banyak), maka masing-masing tuhan itu akan membawa makhluk yang diciptakannya, dan sebagian dari tuhan-tuhan itu akan mengalahkan sebagian yang lain[32]. Mahasuci Allah dari apa yang mereka sifatkan itu[33],

92. (Dialah Tuhan) yang mengetahui semua yang gaib[34] dan semua yang tampak, Mahatinggi (Allah) dari apa yang mereka persekutukan.

Ayat 93-98: Beberapa arahan bagi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perintah kepada Beliau agar berdoa kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala ketika azab turun menimpa orang-orang kafir agar Beliau tidak termasuk golongan mereka, pedoman dalam menghadapi lawan dan perintah berlindung dari godaan setan.

قُلْ رَبِّ إِمَّا تُرِيَنِّي مَا يُوعَدُونَ (٩٣) رَبِّ فَلا تَجْعَلْنِي فِي الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ (٩٤) وَإِنَّا عَلَى أَنْ نُرِيَكَ مَا نَعِدُهُمْ لَقَادِرُونَ (٩٥) ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ السَّيِّئَةَ نَحْنُ أَعْلَمُ بِمَا يَصِفُونَ (٩٦) وَقُلْ رَبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ (٩٧) وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَنْ يَحْضُرُونِ (٩٨

Terjemah Surat Al Mu’minun Ayat 93-98

93. [35]Katakanlah (Muhammad), “Ya Tuhanku, seandainya Engkau hendak memperlihatkan kepadaku azab yang diancamkan kepada mereka[36],

94. Ya Tuhanku, maka janganlah Engkau jadikan aku dalam golongan orang-orang zalim[37].”

95. [38]Dan sungguh, Kami kuasa untuk memperlihatkan kepadamu (Muhammad) apa yang Kami ancamkan kepada mereka[39].

96. Tolaklah perbuatan buruk mereka dengan (cara) yang lebih baik[40], Kami lebih mengetahui apa yang mereka sifatkan[41] (kepada Allah).

97. Dan katakanlah, “Ya Tuhanku, aku berlindung kepada Engkau[42] dari bisikan-bisikan setan,

98. dan aku berlindung (pula) kepada Engkau Ya Tuhanku, agar mereka tidak mendekati aku[43].”


[1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala memberitahukan nikmat-nikmat-Nya yang dikaruniakan kepada hamba-hamba-Nya yang menghendaki mereka untuk bersyukur kepada-Nya dan memenuhi hak-Nya.

[2] Agar kamu dapat mendengar semua yang dapat didengar sehingga kamu memperoleh manfaat baik bagi agama kamu maupun dunia kamu.

[3] Agar kamu dapat melihat semua yang dapat dilihat sehingga kamu memperoleh maslahatmu dengannya.

[4] Sehingga kamu mengetahui sesuatu dan dapat membedakan antara yang satu dengan yang lain, dan ia pula yang membedakan kamu dengan hewan ternak. Jika kamu tidak dapat mendengar dan tidak dapat melihat bagaimanakah keadaanmu? Dan apa saja maslahat dharuri (primer) dan kamali (sekunder) yang luput darimu? Tidakkah kamu bersyukur kepada yang telah memberimu nikmat-nikmat itu, sehingga kamu pun mentauhidkan-Nya dan menaati-Nya?

[5] Yang dimaksud dengan bersyukur di ayat ini adalah menggunakan alat-alat tersebut untuk memperhatikan bukti-bukti kekuasaan, kebesaran dan keesaan Allah, yang dapat membawa mereka beriman kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala serta taat dan patuh kepada-Nya. Kaum musyrikin ternyata tidak berbuat demikian.

[6] Dia menyebarkan kamu di bumi dan memberikan kekuasaan kepada kamu untuk menggali maslahat dan manfaat yang ada di bumi dan menjadikan bumi cukup untuk penghidupan kamu dan tempat tinggal kamu.

[7] Setelah kamu mati, lalu Dia membalas amalmu sewaktu di dunia, baik atau buruk dan bumi pun memberitahukan berita-beritanya.

[8] Dengan meniupkan ruh ketika fase manusia sebagai mudhghah (segumpal daging).

[9] Jika Dia menghendaki, Dia bisa menjadikan malam terus-menerus atau siang terus-menerus, dan kalau seandainya Dia menjadikan malam terus-menerus atau siang terus-menerus, siapakah yang mampu merubahnya? Tentu tidak ada yang mampu merubahnya selain Dia. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Dan karena rahmat-Nya, Dia jadikan untukmu malam dan siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya kamu mencari sebagian dari karunia-Nya (pada siang hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.” (Terj. Al Qashash: 73)

[10] Sehingga kamu dapat mengetahui bahwa yang telah mengaruniakan kamu berbagai nikmat, seperti pendengaran, penglihatan dan hati, dan yang menyebarkan kamu di muka bumi, yang menghidupkan dan mematikan dan yang mengatur malam dan siang Dialah yang berhak disembah, yaitu Allah.

[11] Bahkan mereka yang mendustakan itu mengikuti jalan yang ditempuh oleh generasi mereka terdahulu yang mendustakan kebangkitan dan menganggap hal tersebut mustahil.

[12] Menurut akal mereka yang tidak sehat, hal ini adalah mustahil.

[13] Maksudnya, kebangkitan setelah mati.

[14] Maksudnya diancam dengan hari berbangkit.

[15] Sungguh keji sekali ucapan mereka ini, tidakkah mereka memperhatikan ayat-ayat-Nya yang lebih besar dari peristiwa kebangkitan itu sendiri; penciptaan langit dan bumi jelas lebih besar dari penciptaan manusia, penciptaan mereka pertama kali, dan bumi yang sebelumnya mati kemudian hidup setelah diturunkan-Nya air, dan lain-lain. Ini semua merupakan bukti nyata bahwa Dia mampu membangkitkan manusia setelah mati.

[16] Kepada mereka yang mendustakan kebangkitan lagi menyekutukan Allah dengan selain-Nya, yakni jawab mereka dengan sesuatu yang mereka akui, yaitu rububiyyah Allah untuk menguatkan uluhiyyah-Nya, dan jawab pengingkaran mereka terhadap kebangkitan setelah mati dengan pengakuan mereka bahwa Allah yang menciptakan makhluk-makhluk yang besar yang ada di alam semesta.

[17] Yakni siapakah yang menciptakan dan menguasai bumi dan makhluk yang berada di atasnya, seperti hewan, tumbuhan, benda mati, lautan, sungai-sungai, gunung-gunung dan lain-lain?

[18] Sesuatu yang sudah maklum dalam benakmu dan terpendam dalam fitrahmu yang terkadang menghilang oleh sikap berpaling pada sebagian waktu. Padahal sesungguhnya jika kamu kembali kepada ingatan kamu meskipun hanya berpikir sejenak, kamu dapat mengetahui bahwa yang menciptakan dan menguasai semua itu Dialah yang berhak disembah, dan bahwa menuhankan sesuatu yang dicipta dan dimiliki merupakan hal yang paling batil. Selanjutnya Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengalihkan kepada yang lebih besar lagi.

[19] Dan menciptakan.

[20] Dan apa saja yang ada di dalamnya seperti benda-benda bercahaya dan benda-benda langit lainnya.

[21] ‘Arsy merupakan makhluk paling tinggi, paling luas dan paling agung.

[22] Ketika mereka mengakui hal tersebut.

[23] Dengan menyembah Tuhan Yang Maha Agung, yang sempurna kekuasaan-Nya dan yang besar kerajaan-Nya, dan tidak menyembah selain-Nya. Dalam ayat-ayat di atas terdapat kelembutan firman-Nya, yaitu dari kata-kata, “”Maka apakah kamu tidak ingat?” dan “Maka mengapa kamu tidak bertakwa?” Demikian pula nasehatnya yang menggunakan pertanyaan yang menggugah hati. Selanjutnya, Allah mengalihkan kepada sesuatu yang lebih luas dari itu.

[24] Alam bagian atas maupun bawah, yang kita lihat dan yang tidak kita lihat.

[25] Dia melindungi hamba-hamba-Nya dari keburukan dan menjaga mereka dari sesuatu yang membahayakan mereka.

[26] Tidak ada yang mampu menghindarkan keburukan yang telah Allah tetapkan, bahkan tidak ada yang dapat memberi syafaat kecuali dengan izin-Nya.

[27] Jika memang mereka mengakuinya.

[28] Yakni dipalingkan dari kebenaran, yaitu beribadah hanya kepada Allah saja, dan bagaimana terbayang olehmu bahwa yang demikian salah? Di manakah akal kamu? Kamu sembah sesuatu yang tidak memiliki kekuasaan dan lemah. Oleh karena itu, akal kamu jika seperti itu berarti telah tersihir, disihir oleh setan, dihiasi olehnya dan dibalikkan hakikat olehnya sehingga akal mereka tersihir, sebagaimana para pesihir menyihir mata-mata manusia.

[29] Yang di dalamnya mengandung berita yang benar, perintah dan larangannya adil. Termasuk ke dalam kebenaran yang dimaksud adalah kepercayaan tentang tauhid dan hari berbangkit. Mengapa mereka tidak mengakui kebenaran itu, padahal kebenaran lebih berhak diikuti? Maka berarti mereka yang dusta dan zalim.

[30] Karena menafikannya.

[31] Ya, Allah tidak memiliki anak dan tidak ada tuhan di samping-Nya. Hal ini berdasarkan berita dari Allah, berita para rasul-Nya dan berdasarkan akal yang sehat. Oleh karena itu, Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingatkan dalil akalnya yang menunjukkan mustahilnya ada banyak tuhan.

[32] Seperti yang dilakukan para raja di dunia, dan yang menang itulah yang menjadi tuhan, dan lagi alam semesta tidak akan mungkin terwujud secara teratur seperti ini jika ada banyak tuhan. Hal ini dapat kita lihat dari posisi matahari, bulan, bintang-bintang dan peredaran benda-benda luar angkasa secara teratur, di mana sejak diciptakan ia beredar di orbitnya, dan semuanya ditundukkan dengan kekuasaan-Nya dan diatur dengan hikmah untuk maslahat semua makhluk, tidak hanya khusus satu makhluk, dan lagi kita tidak tidak melihat adanya cacat dan pertentangan dalam pengaturan. Apakah mungkin terbayang bahwa hal itu diatur oleh dua atau lebih tuhan? Tidak, sama sekali tidak mungkin diatur oleh dua tuhan atau lebih, karena jika dua tuhan atau lebih tentu hancur dan alam semesta tidak akan teratur seperti ini.

[33] Alam semesta yang teratur itu dengan lisanulhal(lisan keadaannya)nya menerangkan bahwa yang mengaturnya hanya satu Tuhan, di mana Dia sempurna nama dan sifat-Nya, semua makhluk butuh kepada-Nya, sebagaimana ada dan tetapnya alam semesta ini dengan rububiyyah-Nya. Demikian pula untuk baik dan tetap tegaknya alam semesta ini adalah dengan beribadah hanya kepada-Nya dan menaati-Nya. Oleh karena itulah, Dia mengingatkan sesuatu yang menunjukkan keagungan sifat-Nya, yaitu ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu.

[34] Baik yang wajib ada, yang mustahil dan yang mungkin ada.

[35] Setelah Allah Subhaanahu wa Ta’aala menunjukkan bukti-bukti-Nya yang begitu jelas kepada mereka yang mendustakan, namun ternyata mereka tetap tidak memperhatikannya dan tidak mau tunduk, di mana hal itu sesungguhnya mengharuskan mereka menerima azab dan diancam dengan turunnya azab, maka Allah membimbing Rasul-Nya untuk mengatakan sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas.

[36] Maksudnya, kapan waktu Engkau memperlihatkan kepadaku azab yang diancamkan itu? Ternyata, hal itu pun terjadi dengan terbunuhnya mereka di perang Badar.

[37] Sehingga aku pun binasa ketika mereka binasa. Oleh karena itu, lindungilah dan sayangilah aku dari cobaan yang menimpa mereka berupa dosa-dosa yang mengharuskan untuk diazab, dan sayangilah aku dari azab yang menimpa mereka, karena azab yang umum apabila datang, maka ia menimpa semua orang tanpa terkecuali, baik orang yang bermaksiat maupun yang tidak.

[38] Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman menerangkan dekatnya azab yang menimpa mereka.

[39] Allah menundanya karena hikmah (kebijaksanaan)-Nya, meskipun Dia mampu menimpakannya segera kepada mereka.

[40] Syaikh As Sa’diy berkata, “Apabila musuhmu berbuat jahat kepadamu baik dengan perkataan maupun perbuatan, maka janganlah membalas dengan kejahatan, meskipun sesungguhnya boleh membalas kejahatan dengan kejahatan yang serupa, akan tetapi membalas dengan berbuat ihsan adalah sebuah keutamaan darimu kepada orang yang berbuat jahat. Di antara maslahatnya adalah berkurangnya perbuatan jahatnya baik saat itu maupun yang akan datang, dapat membawa orang yang berbuat jahat kepada kebenaran dan lebih mendekatkannya untuk menyesali perbuatannya dan kembali dengan bertobat dari perbuatannya, dan agar orang yang memaafkan dapat memiliki sifat ihsan serta dapat mengalahkan musuhnya, yaitu setan serta dapat menarik pahala dari Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah.”(Terj. Asy Syuuraa: 40)…dst.”

Ada yang berpendapat, bahwa perkataan dan perbuatan kaum musyrik yang tidak baik itu hendaklah dihadapi oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan perbuatan yang baik, misalnya dengan memaafkannya, yang penting tidak membawa kepada kelemahan dan kemunduran dakwah. Menurut penyusun tafsir Al Jalaalain, hal ini sebelum ada perintah memerangi mereka. Wallahu a’lam.

[41] Maksudnya, apa yang mereka ucapkan berupa kata-kata kufur dan penolakan terhadap kebenaran, maka ilmu Kami meliputinya, dan Kami sabar terhadapnya serta menundanya. Oleh karena itu, engkau wahai Muhammad hendaknya bersabar terhadap apa yang mereka katakan dan membalas dengan perbuatan ihsan. Inilah cara seorang hamba dalam membalas keburukan manusia, adapun jika berasal dari setan, maka berbuat ihsan kepada mereka tidaklah bermanfaat karena ia selalu mengajak manusia untuk menjadi penghuni neraka, maka untuk menghadapinya adalah dengan mengikuti petunjuk Allah Subhaanahu wa Ta’aala sebagaimana yang diterangkan dalam ayat selanjutnya.

[42] Masudnya, berpegang kepada kekuatan-Mu sambil berlepas diri dari kekuatan-Ku.

[43] Kalimat ini merupakan perlindungan dari asal keburukan dan dari semua keburukan. Jika seseorang sudah dilindungi daripadanya, maka ia akan selamat dari keburukan dan akan diberi taufik kepada kebaikan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *