Tafsir Al Isra Ayat 70-82

By | Maret 21, 2013

Ayat 70-77: Menerangkan bahwa setiap manusia akan dihisab dan diminta pertanggungjawaban terhadap amalnya pada hari Kiamat, dan peneguhan Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada Rasul-Nya agar tidak terpengaruh tipu daya orang-orang kafir.

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ وَحَمَلْنَاهُمْ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَرَزَقْنَاهُمْ مِنَ الطَّيِّبَاتِ وَفَضَّلْنَاهُمْ عَلَى كَثِيرٍ مِمَّنْ خَلَقْنَا تَفْضِيلا (٧٠) يَوْمَ نَدْعُو كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلا يُظْلَمُونَ فَتِيلا (٧١) وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلا (٧٢) وَإِنْ كَادُوا لَيَفْتِنُونَكَ عَنِ الَّذِي أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ لِتَفْتَرِيَ عَلَيْنَا غَيْرَهُ وَإِذًا لاتَّخَذُوكَ خَلِيلا (٧٣) وَلَوْلا أَنْ ثَبَّتْنَاكَ لَقَدْ كِدْتَ تَرْكَنُ إِلَيْهِمْ شَيْئًا قَلِيلا (٧٤) إِذًا لأذَقْنَاكَ ضِعْفَ الْحَيَاةِ وَضِعْفَ الْمَمَاتِ ثُمَّ لا تَجِدُ لَكَ عَلَيْنَا نَصِيرًا (٧٥) وَإِنْ كَادُوا لَيَسْتَفِزُّونَكَ مِنَ الأرْضِ لِيُخْرِجُوكَ مِنْهَا وَإِذًا لا يَلْبَثُونَ خِلافَكَ إِلا قَلِيلا (٧٦) سُنَّةَ مَنْ قَدْ أَرْسَلْنَا قَبْلَكَ مِنْ رُسُلِنَا وَلا تَجِدُ لِسُنَّتِنَا تَحْوِيلا (٧٧

Terjemah Surat Al Isra Ayat 70-77

70. Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam[1], dan Kami angkut mereka di darat[2] dan di laut[3], dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka[4] di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna[5].

71. (Ingatlah), pada hari[6] (ketika) Kami panggil setiap umat dengan pemimpinnya[7]; dan barang siapa diberikan catatan amalnya di tangan kanannya[8] mereka akan membaca catatannya (dengan baik)[9], dan mereka tidak akan dirugikan sedikit pun[10].

72. Dan barang siapa buta (hatinya) di dunia ini[11], maka di akhirat dia akan buta[12] dan tersesat jauh dari jalan (yang benar).

73. [13]Dan mereka hampir memalingkan engkau (Muhammad) dari apa yang telah Kami wahyukan kepadamu, agar engkau mengada-ada yang lain terhadap kami[14]; dan jika demikian[15] tentu mereka menjadikan engkau sahabat yang setia[16].

74. Dan sekiranya Kami tidak memperteguh(hati)mu[17], niscaya engkau hampir saja condong sedikit kepada mereka[18],

 

75. Jika demikian[19], tentu akan Kami rasakan kepadamu (siksaan) berlipat ganda di dunia ini dan berlipat ganda setelah mati[20], dan engkau (Muhammad) tidak akan mendapat seorang penolong pun terhadap kami[21].

76. Dan sungguh, mereka hampir membuatmu (Muhammad) gelisah di negeri (Mekah) karena engkau harus keluar dari negeri itu[22], dan kalau terjadi demikian, niscaya sepeninggalmu mereka tidak akan tinggal (di sana), melainkan sebentar saja (lalu dibinasakan[23]).

77. (Yang demikian itu) merupakan ketetapan bagi para rasul Kami yang Kami utus sebelum engkau[24], dan tidak akan engkau dapati perubahan atas ketetapan Kami.

Ayat 78-82: Petunjuk-petunjuk Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam menghadapi tantangan yaitu dengan menjaga shalat dan menghadapkan diri kepada Allah dengan berdoa kepada-Nya, keutamaan Al Qur’an dan pertolongan Allah Subhaanahu wa Ta’aala kepada golongan yang berada di atas kebenaran.

أَقِمِ الصَّلاةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا (٧٨) وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا (٧٩) وَقُلْ رَبِّ أَدْخِلْنِي مُدْخَلَ صِدْقٍ وَأَخْرِجْنِي مُخْرَجَ صِدْقٍ وَاجْعَلْ لِي مِنْ لَدُنْكَ سُلْطَانًا  نَصِيرًا  (٨٠) وَقُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَزَهَقَ الْبَاطِلُ إِنَّ الْبَاطِلَ كَانَ زَهُوقًا  (٨١) وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ وَلا يَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلا خَسَارًا (٨٢

Terjemah Surat Al Isra Ayat 78-82

78. Laksanakanlah shalat sejak matahari tergelincir sampai gelapnya malam[25] dan (laksanakan pula shalat) Subuh[26]. Sungguh, shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat)[27].

79. Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud (sebagai suatu ibadah) tambahan bagimu[28]; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat yang terpuji[29].

80. [30]Dan katakanlah (Muhammad), “Ya Tuhanku, masukkan aku ke tempat masuk yang benar[31] dan keluarkan (pula) aku[32] ke tempat keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu kekuasaan yang dapat menolong(ku)[33].

81. [34]Dan Katakanlah[35], “Kebenaran[36] telah datang dan yang batil[37] telah lenyap.” Sungguh, yang batil itu pasti lenyap[38].

82. Dan Kami turunkan dari Al Quran (sesuatu) yang menjadi penawar[39] dan rahmat[40] bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim[41] (Al Quran itu) hanya akan menambah kerugian[42].


[1] Dengan ilmu, mampu berbicara, fisik yang seimbang, dan lain-lain.

[2] Di atas hewan dan kendaraan.

[3] Di atas kapal.

[4] Yakni jenisnya.

[5] Oleh karena itu, tidakkah mereka bersyukur kepada Tuhan yang telah memuliakan dan melebihkan mereka di atas makhluk-makhluk-Nya dengan sibuk beribadah kepada Tuhan mereka; bahkan mereka gunakan nikmat-nikmat itu untuk mendurhakai-Nya.

[6] Yaitu hari kiamat.

[7] Yakni dengan nabi mereka atau dengan kitab yang diturunkan kepada nabi mereka, lalu dikatakan, “Wahai umat fulan!”. Kemudian setiap umat dihadapkan, dengan dihadiri rasulnya yang pernah berdakwah kepada mereka, kemudian amal mereka dihadapkan ke kitab yang diturunkan kepada rasul, apakah amal mereka sesuai dengan perintah yang ada dalam kitab itu atau tidak?. Ada pula yang menafsirkan “Dengan catatan amal mereka,” lalu dikatakan kepada orang yang banyak melakukan keburukan, “Wahai pemilik keburukan!”

[8] Mereka adalah orang-orang yang berbahagia.

[9] Yakni dengan gembira dan senang.

[10] Amal baik mereka tidak akan dirugikan.

[11] Dari melihat kebenaran dan dari tunduk kepadanya.

[12] Dari jalan yang mengarah kepada surga ketika di akhirat, karena ia tidak menempuh jalannya ketika di dunia, dan al jazaa’ min jinsil ‘amal (balasan diberikan sesuai amal yang dikerjakan).

[13] Allah Subhaanahu wa Ta’aala mengingatkan nikmat-nikmat-Nya yang diberikan kepada rasul-Nya dan penjagaan-Nya dari tipu daya musuh-musuh-Nya yang ingin menggelincirkan Beliau dengan berbagai cara.

[14] Dengan membawa sesuatu yang sesuai dengan hawa nafsu mereka dan meninggalkan apa yang diturunkan Allah.

[15] Yakni jika melakukan sesuatu yang sesuai hawa nafsu mereka (orang-orang kafir).

[16] Karena akhlak yang dikaruniakan Allah kepada Beliau yang begitu mulia dan adab yang baik yang dicintai oleh orang-orang yang dekat maupun yang jauh, kawan maupun musuh. Akan tetapi perlu diketahui, bahwa sesungguhnya mereka tidaklah memusuhi Beliau kecuali karena kebenaran yang Beliau bawa. Allah Subhaanahu wa Ta’aala berfirman, “Sesungguhnya Kami mengetahui bahwa apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu, (janganlah kamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allah.” (terj. Al An’aam: 33)

[17] Yakni jika Kami tidak meneguhkan kamu di atas kebenaran dan memberimu nikmat dengan tidak memenuhi seruan mereka.

[18] Karena begitu besarnya tipu daya mereka. Namun demikian, sebagaimana ditunjukkan oleh ayat ini, Beliau tidak condong kepada mereka dan tidak mendekatinya karena peneguhan Allah terhadap hati Beliau.

[19] Yakni jika engkau mengikuti keinginan mereka.

[20] Hal itu, karena Beliau telah diberikan kenikmatan yang sempurna oleh Allah dan diberikan pengetahuan yang cukup yang mengharuskan Beliau untuk tetap di atas hak (kebenaran).

[21] Yang menyelamatkan kamu dari azab yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi, Allah Subhaanahu wa Ta’aala telah menjagamu dari sebab-sebab keburukan, meneguhkan kamu dan menunjukkan kamu jalan yang lurus.

[22] Yang demikian karena kebencian mereka yang begitu dalam kepada Beliau.

[23] Syaikh As Sa’diy berkata, “Dan ketika orang-orang kafir membuat makar terhadap Beliau serta mengeluarkan Beliau (dari Mekah), ternyata mereka tidak tinggal (di dunia) kecuali sebentar, sehingga Allah membinasakan mereka di Badar, tokoh-tokoh mereka terbunuh dan kekuatan mereka pecah, maka segala puji bagi-Nya. Dalam ayat ini terdapat dalil butuhnya seorang hamba kepada peneguhan Allah terhadap dirinya, dan bahwa sepatutnya bagi dirinya senantiasa mencari keridhaan Tuhannya; meminta kepada-Nya agar diteguhkan di atas keimanan sambil berusaha melakukan semua sebab yang dapat mencapai ke arah itu, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah makhluk yang paling sempurna, namun Allah tetap berfirman kepadanya, “Dan sekiranya Kami tidak memperteguh(hati)mu, niscaya engkau hampir saja condong sedikit kepada mereka.” Lalu bagaimana dengan selain Beliau?”

Menurut Syaikh As Sa’diy pula, bahwa semakin tinggi kedudukan seorang hamba dan banyak mendapatkan nikmat, maka semakin besar dosanya apabila melakukan perbuatan tercela. Demikian pula, apabila Allah ingin membinasakan suatu umat, maka dibiarkan dosanya menumpuk, lalu Allah menimpakan azab kepadanya.

Ada yang menafsirkan, bahwa maksudnya kalau sampai terjadi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diusir oleh penduduk Mekah, niscaya mereka tidak akan lama hidup di dunia, dan Allah segera akan membinasakan mereka. Hijrah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam ke Madinah bukan karena pengusiran kaum Quraisy, akan tetapi karena perintah Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Ada pula yang mengatakan, bahwa ayat ini turun berkenaan orang-orang Yahudi ketika mereka datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata, “Wahai Abul Qasim, jika engkau memang seorang nabi maka pergilah ke Syam, karena Syam adalah negeri padang mahsyar dan negeri para nabi.” Maka Beliau berperang di Tabuk dengan maksud pergi menuju Syam. Ketika sampai di Tabuk, Allah menurunkan kepada Beliau ayat di atas dan memerintahkan Beliau untuk kembali ke Madinah (Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Baihaqi dari Abdullah bin Ghanam. Menurut Ibnu Katsir, dalam isnadnya perlu diteliti, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berperang Tabuk karena perintah Allah, bukan karena perintah orang-orang Yahudi.”)

[24] Maksudnya, setiap umat yang mengusir rasul pasti akan dibinasakan Allah. Itulah sunnah (ketetapan) Allah Subhaanahu wa Ta’aala yang tidak mengalami perubahan.

[25] Yakni shalat Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib dan Isya.

[26] Shalat Subuh disebut Qur’anul fajr, karena disyariatkannya memperpanjang bacaan Al Qur’an di sana melebihi biasanya pada shalat fardhu lainnya. Di samping itu, karena adanya keutamaan membaca Al Qur’an di waktu itu karena disaksikan oleh Allah, malaikat malam dan malaikat siang.

[27] Dalam ayat ini disebutkan waktu-waktu shalat fardhu, dan bahwa masuknya waktu merupakan syarat sahnya shalat, dan bahwa waktu tersebut merupakan sebab wajibnya, karena Allah memerintahkan untuk mendirikannya karena tiba waktu-waktu itu. Demikian pula menunjukkan, bahwa Zhuhur dan ‘Ashar dapat dijama’ (digabung), demikian pula Maghrib dan Isya karena adanya ‘uzur. Selain itu, di ayat ini terdapat dalil keutamaan shalat Subuh dan keutamaan memperpanjang bacaan di sana.

[28] Ada yang menafsirkan dengan, “Sebagai kewajiban tambahan bagimu tidak umatmu” atau “Sebagai keutamaan di atas shalat fardhu.” Ada pula yang menafsirkan, agar shalat malam itu menambah kedudukanmu, meninggikan derajatmu, berbeda dengan selainmu, maka shalat itu sebagai penebus kesalahannya.

[29] Yakni tempat yang dipuji oleh orang-orang terdahulu dan yang datang kemudian, yaitu tempat di mana Beliau melakukan syafa’at agar urusan manusia diselesaikan. Ketika itu manusia mencari orang yang mau memberikan syafa’at untuk mereka, mereka mendatangi Adam, lalu Nuh, Ibrahim, Musa, kemudian Isa, namun mereka tidak bisa dan mengemukakan alasannya, sehingga akhirnya mereka mendatangi Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk berbicara kepada Allah agar Allah merahmati mereka di padang mahsyar yang ketika itu matahari didekatkan satu mil sehingga keringat manusia berkucuran.

[30] Ada yang mengatakan, bahwa ayat ini turun ketika Beliau diperintahkan berhijrah.

[31] Yakni yang disenangi, di mana aku tidak melihat sesuatu yang tidak aku sukai di sana.

[32] Dari Mekah.

[33] Dari musuh-musuh-Mu. Ada yang menafsirkan, bahwa dalam ayat ini kita memohon kepada Allah agar ketika memasuki suatu ibadah dan selesai darinya dengan niat yang ikhlas dan bersih dari ria dan dari sesuatu yang merusakkan pahala serta sesuai dengan perintah. Ada pula yang menafsirkan, bahwa dalam ayat ini kita memohon kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala agar kita memasuki kubur dengan baik dan keluar daripadanya waktu hari berbangkit dengan baik pula. Syaikh As Sa’diy berkata, “Ini adalah keadaan paling tinggi yang diberikan Allah kepada seorang hamba, yakni semua keadaannya baik, dan mendekatkan dirinya kepada Tuhannya, dan agar dirinya pada setiap keadaan berada di atas dalil yang nyata; yakni mencakup ilmu yang bermanfaat dan dapat beramal saleh karena mengetahui masalah dan dalil-dalil.”

[34] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika masuk ke Mekah di hari Fathu Makkah (penaklukkan Mekah), sedangkan ketika itu di sekeliling Baitullah ada 360 patung, Beliau memukulnya dengan tongkat yang ada di tangannya dan mengucapkan ayat di atas sampai patung-patung itu jatuh.

[35] Ketika engkau masuk kembali ke Mekah.

[36] Yakni Islam atau wahyu yang diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[37] Yakni kekfuran.

[38] Inilah sifat untuk yang batil, yakni akan lenyap. Akan tetapi, terkadang ia menjadi kuat dan laris di tengah-tengah manusia ketika tidak dilawan oleh yang hak, namun ketika yang hak datang, maka yang batil segera lenyap. Oleh karena itu, kebatilan tidaklah laris di tengah masyarakat kecuali ketika mereka berpaling dari kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.

[39] Yakni obat terhadap kesesatan. Demikian pula obat bagi hati yang terkena syubhat, kebodohan, pemikiran yang batil, penyimpangan, dan niat buruk. Hal itu, karena Al Qur’an mengandung ilmu yang yakin yang dapat menyingkirkan semua syubhat dan kebodohan, dan mengandung nasehat serta peringatan yang dapat menyingkirkan semua syahwat yang bertentangan dengan perintah Allah. Demikian pula, Al Qur’an merupakan obat bagi badan yang mengalami sakit dan penderitaan.

[40] Karena di dalamnya terdapat sebab-sebab dan sarana untuk memperoleh rahmat, di mana apabila eorang hamba melakukannya, maka dia akan memperoleh rahmat, kebahagiaan yang abadi, dan pahala di dunia dan akhirat.

[41] Yakni mereka yang tidak membenarkan Al Qur’an atau tidak mengamalkannya.

[42] Karena dengan Al Qur’an, hujjah tegak terhadap mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *