Tafsir Ali Imran Ayat 75-83

By | Januari 11, 2013

Ayat 75-77: Akhlak dan keburukan Ahli Kitab dalam bermu’amalah dan dalam melakukan akad; sebagian mereka ada yang dapat dipercaya, dan sebagian lagi tidak

وَمِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِقِنْطَارٍ يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ إِنْ تَأْمَنْهُ بِدِينَارٍ لا يُؤَدِّهِ إِلَيْكَ إِلا مَا دُمْتَ عَلَيْهِ قَائِمًا ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لَيْسَ عَلَيْنَا فِي الأمِّيِّينَ سَبِيلٌ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ ٧٥) بَلَى مَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ وَاتَّقَى فَإِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ (٧٦) إِنَّ الَّذِينَ يَشْتَرُونَ بِعَهْدِ اللَّهِ وَأَيْمَانِهِمْ ثَمَنًا قَلِيلا أُولَئِكَ لا خَلاقَ لَهُمْ فِي الآخِرَةِ وَلا يُكَلِّمُهُمُ اللَّهُ وَلا يَنْظُرُ إِلَيْهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلا يُزَكِّيهِمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ (٧٧

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 75-77

75.[1] Di antara Ahli Kitab ada orang yang jika kamu percayakan kepadanya harta yang banyak, niscaya dia mengembalikannya kepadamu[2]. Tetapi ada pula di antara mereka yang jika kamu percayakan kepadanya satu dinar, dia tidak mengembalikannya kepadamu, kecuali jika kamu selalu menagihnya[3]. Yang demikian itu disebabkan mereka berkata[4], “Tidak ada dosa bagi kami terhadap orang-orang ummi (buta huruf)[5].” Mereka mengatakan hal yang dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.

76. Sebenarnya tidak demikian[6], barang siapa menepati janjinya[7] dan bertakwa[8], maka sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertakwa.

 

77. [9] Sesungguhnya orang-orang yang menukar janji Allah dan sumpah-sumpah mereka dengan harga yang murah[10], mereka itu tidak memperoleh bagian (pahala) di akhirat, dan Allah tidak akan berkata-kata dengan mereka, tidak akan memperhatikan mereka pada hari kiamat[11] dan tidak akan menyucikan mereka. Bagi mereka azab yang pedih[12].

Ayat 78-80: Contoh kesesatan Ahli Kitab dan kedustaan mereka dalam urusan agama, dan penjelasan bahwa seorang nabi tidak akan menyuruh manusia menyembah dirinya

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ (٧٨) مَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُؤْتِيَهُ اللَّهُ الْكِتَابَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُولَ لِلنَّاسِ كُونُوا عِبَادًا لِي مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ كُونُوا رَبَّانِيِّينَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُونَ الْكِتَابَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُونَ (٧٩) وَلا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ (٨٠

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 78-80

78. Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab[13], agar kamu menyangka yang (mereka baca) itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al kitab dan mereka berkata, “Itu dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah, padahal mereka mengetahui.

79.[14] Tidak wajar bagi seorang yang diberi kitab oleh Allah, hikmah[15] dan kenabian, kemudian dia berkata kepada manusia, “Jadilah kamu penyembahku, bukan penyembah Allah.” tetapi (dia berkata), “Jadilah kamu rabbani[16], karena kamu mengajarkan kitab dan karena kamu mempelajarinya!”

80. Dan (tidak mungkin pula baginya) menyuruh kamu menjadikan para malaikat dan para nabi sebagai tuhan[17]. Apakah (patut) dia menyuruh kamu menjadi kafir setelah kamu menjadi muslim?[18]“.

Ayat 81-83: Pengambilan perjanjian dari para nabi agar mereka beriman kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan pengakuan bahwa ibadah itu hanya untuk Allah Subhaanahu wa Ta’aala saja

وَإِذْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ النَّبِيِّينَ لَمَا آتَيْتُكُمْ مِنْ كِتَابٍ وَحِكْمَةٍ ثُمَّ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَكُمْ لَتُؤْمِنُنَّ بِهِ وَلَتَنْصُرُنَّهُ قَالَ أَأَقْرَرْتُمْ وَأَخَذْتُمْ عَلَى ذَلِكُمْ إِصْرِي قَالُوا أَقْرَرْنَا قَالَ فَاشْهَدُوا وَأَنَا مَعَكُمْ مِنَ الشَّاهِدِينَ  (٨١) فَمَنْ تَوَلَّى بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (٨٢) أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ (٨٣

Terjemah Surat Ali Imran Ayat 81-83

81. Dan (ingatlah), ketika Allah mengambil perjanjian dari para nabi: “Manakala Aku memberikan kitab dan hikmah lalu datang kepadamu seorang Rasul yang membenarkan apa yang ada padamu, niscaya kamu akan sungguh-sungguh beriman kepadanya dan menolongnya.”[19] Allah berfirman, “Apakah kamu setuju dan menerima perjanjian-Ku atas yang demikian itu?” Mereka menjawab, “Kami setuju”. Allah berfirman: “Kalau begitu bersaksilah (wahai para nabi) dan Aku menjadi saksi (pula) bersama kamu”.

82. Barang siapa yang berpaling setelah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik[20].

83. Maka mengapa mereka mencari agama yang lain selain agama Allah[21], padahal apa yang di langit dan di bumi berserah diri kepada-Nya, baik dengan suka[22] maupun terpaksa[23], dan hanya kepada-Nya mereka dikembalikan[24].


[1] Allah Subhaanahu wa Ta’aala dalam ayat ini menerangkan keadaan Ahli Kitab dalam hal amanah dan khianat pada harta, setelah menyebutkan khianatnya mereka dalam agama, makar yang mereka lakukan dan sikap mereka menyembunyikan kebenaran.

[2] Dengan tidak berkhianat sebagaimana yang dilakukan Abdullah bin Salam dan kawan-kawannya. Jika mereka tidak berkhianat terhadap harta yang banyak, maka terhadap harta yang sedikit tentu lebih tidak berkhianat lagi.

[3] Yakni karena sifat khianatnya sebagaimana yang dilakukan Ka’ab bin Al Asyraf dan kawan-kawannya. Jika terhadap harta yang sedikit saja berani berkhianat apalagi terhadap harta yang banyak.

[4] Pernyataan ini merupakan anggapan halal dari mereka terhadap harta orang-orang Arab atau anggapan halal dari mereka berbuat zhalim kepada orang-orang yang tidak seagama dengan mereka. Mereka melihat rendah kepada orang-orang selain mereka, dan memandang besar diri mereka, oleh karena itu mereka menganggap bahwa orang-orang ummi tidak perlu dihargai dan dihormati. Mereka menggabung antara memakan harta yang haram dan meyakini sebagai sesuatu yang halal, mereka menyandarkan anggapan itu kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala, padahal berdusta terhadap Allah lebih besar dosanya dibanding berkata tentang Allah tanpa ilmu.

[5] Yang mereka maksud dengan orang-orang Ummi dalam ayat ini adalah orang-orang Arab.

[6] Yakni anggapan tidak ada dosa bagi kalian mengambil harta orang-orang ummi adalah salah, bahkan kalian mendapatkan dosa yang besar karena anggapan dan perbuatan itu.

[7] Yakni janji yang telah dibuat seseorang baik terhadap Allah maupun sesama manusia, seperti menunaikan amanah dsb.

[8] Maksud bertakwa di sini adalah menjauhi maksiat yang terjadi antara dirinya dengan Allah maupun antara dirinya dengan orang lain.

[9] Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang Yahudi ketika mereka merubah sifat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dan pesan Allah kepada mereka dalam Taurat. Demikian juga berkenaan dengan orang-orang yang bersumpah dusta baik dalam berdakwa maupun dalam menjual barang dagangan.

Imam Bukhari meriwayatkan dari Abdullah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

« مَنْ حَلَفَ عَلَى يَمِينٍ يَقْتَطِعُ بِهَا مَالَ امْرِئٍ ، هُوَ عَلَيْهَا فَاجِرٌ ، لَقِىَ اللَّهَ وَهْوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ

“Barang siapa bersumpah untuk mengambil harta seseorang, padahal sumpahnya dusta, maka ia akan menghadap kepada Allah dalam keadaan Allah murka kepadanya.” Maka Allah menurunkan ayat, “Innalladziina yasytaruuna bi’ahdillah…dst.”

Imam Bukhari juga meriwayatkan dari Abdullah bin Abi Aufa radhiyallahu ‘anhu bahwa ada seorang yang menjajakkan barang dagangan di pasar, ia bersumpah bahwa barang dagangannya telah dihargai sekian namun ia menolak untuk, dengan maksud agar dibeli oleh seseorang dari kaum muslimin, maka turunlah ayat, “Innalladziina yasytaruuna bi’ahdillah…dst.

[10] Termasuk ke dalamnya orang yang mengambil upah terhadap hak Allah yang ditinggalkannya maupun hak manusia yang tidak dipenuhinya. Demikian juga orang yang bersumpah untuk mengambil harta orang yang terpelihara hartanya.

[11] Karena murka dan marah kepada mereka yang mendahulukan hawa nafsu daripada keridhaan Tuhannya.

[12] Baik pedih bagi hati maupun badan, yaitu mendapatkan kemurkaan Allah dan dihijab (ditutupi) dari-Nya serta mendapat azab neraka jahannam, nas’alullahal ‘aafiyah.

[13] Merubah lafaz maupun maknanya seperti mengalihkan dari maksudnya. Mereka menghilangkan makna yang hak dan menetapkannya dengan makna yang batil, serta membawa lafaz yang menunjukkan yang hak kepada makna yang rusak padahal mereka mengetahuinya.

[14] Ayat ini turun ketika orang-orang Nasrani Najran mengatakan bahwa Nabi Isa memerintahkan mereka untuk menjadikan Beliau sebagai tuhan dan ketika sebagian kaum muslimin meminta kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam agar diizinkan sujud kepada Beliau. Ada pula yang mengatakan, bahwa ayat ini turun sebagai bantahan kepada orang-orang Ahli Kitab yang berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saat Beliau memerintahkan mereka beriman kepadanya dan mengajak mereka untuk mentaatinya, “Apakah kamu wahai Muhammad menginginkan agar kami menyembahmu?”

[15] Yakni kepahaman terhadap syari’at.

[16] Rabbani ialah orang yang sempurna ilmu dan takwanya kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Ada pula yang mengartikan sebagai ulama, hukama’ (orang-orang bijak), dan hulama’ (orang-orang yang sabar) yang mengajarkan kebaikan kepada manusia dari mulai ilmu yang kecil hingga besar sambil mengamalkannya.

[17] Sebagaimana orang-orang shabi’in menjadikan malaikat sebagai tuhan, orang-orang Yahudi menjadikan Uzair sebagai tuhan dan orang-orang Nasrani menjadikan Isa sebagai tuhan.

[18] Yakni tidak patut bagi seorang nabi menyuruh demikian.

[19] Para nabi berjanji kepada Allah Subhaanahu wa Ta’aala bahwa apabila datang seorang Rasul bernama Muhammad, maka mereka akan beriman kepadanya dan menolongnya. Perjanjian nabi-nabi ini mengikat pula para umatnya. Ayat ini termasuk dalil tingginya kedudukan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan bahwa Beliau adalah nabi yang paling utama dan pemimpin mereka.

[20] Fasik ialah orang yang tidak memperhatikan perintah Allah Subhaanahu wa Ta’aala. Berdasarkan ayat ini, barang siapa mengaku sebagai pengikut para nabi –seperti halnya orang-orang Yahudi dan Nasrani- namun tidak mau mengikuti Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka sesungguhnya mereka telah berpaling dari perjanjian tersebut, mereka adalah orang-orang fasik dan akan masuk neraka dengan kekal.

[21] Hal ini sangat tidak patut sekali, karena tidak ada agama yang paling baik selain agama Allah.

[22] Sebagaimana orang-orang mukmin yang tunduk beribadah kepada Allah.

[23] Yaitu seluruh makhluk, termasuk orang-orang kafir, mereka mengikuti qadha dan qadar Allah Subhaanahu wa Ta’aala dan tidak bisa keluar dari ketetapan-Nya.

[24] Semua makhluk akan kembali kepada-Nya, nanti Dia akan memutuskan masalah mereka dan memberikan balasan dengan hukum-Nya yang berjalan antara memberikan karunia dan berbuat adil.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *